Ekonomi Kreatif dan Seniman

 

Oleh : Ahmad Febriyanto, Mahasiswa FEB Syariah UIN  Sunan Kalijaga Yogyakarta

Karya seni pada dasarnya adalah kekayaan intelektual yang dimiliki oleh seseorang. Berbagai karya yang mereka suguhkan sebenarnya melalui proses kreatif yang panjang. Langkah dan upaya yang mereka lakukan tidak lain hanya untuk mendapatkan pengakuan karya yang mereka hasilkan dengan susah payah. Dalam menghargai karya seni ada istilah yang disebut apresiasi seni. Salah satu cara untuk memberikan apresiasi seni bagi para seniman adalah memberikan ruang seni agar mereka dapat berkarya serta memamerkan karya mereka.

Akan tetapi, kenyataan yang terjadi di Indonesia saat ini adalah seniman bukan lah pekerjaan. Tidak sedikit orang yang berasumsi bahwa proses seni hanyalah untuk mengisi waktu luang atau sekedar hobi belaka. Sehingga masih banyak masyarakat yang kurang mengerti tentang karya seni dan berakibat pada tidak ada rasa penghargaan terkait karya seni yang sudah tercipta. Selain itu, pada saat ini masih banyak seniman daerah yang ide-ide nya hanya dibeli dengan sistem jual putus. Tentu hal tersebut sangat merugikan seniman-seniman daerah terutama yang tidak memiliki ruang serta dana untuk memamerkan karya mereka.

Hal tersebut menjadi menarik untuk dibahas serta dijadikan perhatian. Utama nya bagi pemerintah yang saat ini sedang gencar mengkampanyekan program ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif sendiri dibagi dalam 17 subsektor yang pada dasarnya memang mengandalkan dari ide dan pengetahuan sumber daya manusia yang menjadi faktor produksi utama. Berdasarkan data dari focus economic outlook pada 2020, bahwa ekonomi kreatif menyumbang lebih dari Rp. 1.100 triliun terhadap PDB Indonesia di tahun 2020. Dari 3 sub sektor utama penyumbang terbesar ekonomi kreatif yaitu kuliner, fashion, dan kriya dengan persentase 75%.

Masalah Karya

Dari data diatas menunjukkan bahwa sebenarnya masih banyak anak bangsa yang memiliki kreativitas tinggi. Banyak dari mereka yang masih merasa takut ketika memutuskan diri memilih untuk bekerja sebagai seniman yang hanya menggambar ataupun mengarang lagu. Hal tersebut dikarenakan masih adanya asumsi di masyarakat bahwa seniman bukanlah pekerjaan yang menjanjikan di Indonesia. Sehingga tidak sedikit orang tua yang merasa jika anak nya menjadi seorang seniman maka besok dia tidak akan bisa hidup mapan dan berkecukupan. Walaupun memang pada fakta saat ini hal tersebut memang masih terjadi di Indonesia. Penghargaan yang kurang terhadap karya seni membuat masyarakat menjadi dengan mudah menyepelekan sebuah karya.

Perkara tersebut sering muncul utamanya pada pelaku seni lukis, seni musik, serta seni karya sastra. Banyak seniman-seniman tua yang memutuskan untuk pensiun merasa kebingungan pada siapa mereka meminta jatah pensiun. Karya maestro mereka yang seharusnya mendapat penghargaan sepanjang masa tidak begitu dihiraukan utamanya di Indonesia. Penghargaan bagi para pensiunan seniman hanyalah sertifikat dan ucapan selamat atas karya sang maestro. Kenyataan itulah yang sebenarnya membuat para orang tua takut ketika anak nya bercita-cita menjadi seorang pekerja seni.

Fenomena tersebut memang saat ini terjadi. Ide kreatif serta wujud ekspresi seorang seniman yang mereka tuangkan dalam karya seni hanya dianggap sebagai tontonan, bacaan, atau nyanyian yang hilang begitu saja. Tidak sedikit dari mereka yang menuntut atas hak cipta baik lagu, lirik, lukisan, atau karya seni lain yang mereka buat dengan proses kreatif yang sulit. Memang pada dasarnya suatu hak cipta atas karya seni sebagai benda tak wujud dapat beralih hak ekonominya melalui perjanjian jual beli hak cipta. Akan tetapi perlu diingat juga pada ketentuan pasal 18 Undang-Undang No.28 Tahun 2014 bahwa hak cipta tersebut dapat beralih kembali ke penciptanya setelah 25 tahun.

Dengan adanya undang-undang tersebut sebenarnya sudah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam membuat regulasi terkait hak cipta serta pemberian penghargaan terhadap karya seni. Akan tetapi, kurang nya sosialisasi terkait pasal tersebut menjadikan seniman-seniman baru atau seniman-seniman daerah yang kurang mengetahui hal tersebut menjadi dipermainkan oleh mereka yang ingin mengakuisisi karya seni yang seharusnya dapat menjadi aset bagi para seniman baru maupun seniman daerah.

Karya seni yang pada dasarnya dapat menambah PDB Indonesia sebenarnya masih menyisakan cerita luka bagi pelaku-pelaku seni. Sehingga tidak sedikit dari para seniman yang memilih hijrah ke luar negeri demi mendapatkan apresiasi terhadap karya seni mereka.

Upaya Pemerintah

Dari fakta yang sudah dipaparkan di atas sebenarnya sudah jelas bahwa masalah utama dalam bidang seni adalah penghargaan atas karya. Sehingga upaya yang dilakukan oleh pemerintah selanjutnya adalah memberikan kejelasan yang lebih jelas lagi terutama terkait regulasi yang sudah ada. Serta memberikan sosialisasi yang dapat tersampaikan dan diterima oleh para pelaku seni di seluruh Indonesia.

Selain regulasi terkait hak cipta, para seniman sudah sepantasnya mendapatkan ruang untuk mereka berekspresi serta memamerkan hasil karya seni mereka. Sehingga tidak ada lagi kata ‘sia-sia’ dari setiap karya seni yang mereka buat dengan susah payah. Pemberian ruang publik untuk berpameran sebenarnya juga mengajarkan kepada masyarakat untuk dapat mengapresiasi karya seni dengan baik dan bena. Serta tidak memandang sebelah mata atau bahkan menyepelekan para seniman dan karya-karya mereka. Ruang publik tersebut juga menjadi sarana bagi masyarakat penikmat seni serta pelaku seni untuk bertemu serta bertukar pikiran serta gagasan terkait imajinasi seni mereka. Sehingga bukan suatu hal yang tidak mungkin jika akan lahir seniman-seniman muda dengan talenta-talenta baru.

Seperti Korea Selatan misalnya, mereka dapat menjadikan musik mereka atau yang biasa disebut dengan K-Pop tidak hanya sebagai musik yang hanya dinikmati akan tetapi juga mampu mengundang wisatawan untuk tertarik dengan Korea Selatan. Serta secara tidak sadar para penggemar K-Pop di seluruh dunia meniru serta mengikuti setiap cara berpakaian, cara bicara, bahasa, bahkan gaya hidup dari artis idola mereka. Begitulah strategi ekonomi kreatif yang dibangun oleh Korea Utara. Dengan menjadikan talenta dan bakat sumber daya manusia yang ada sebagai senjata ekonomi dan pengenalan pariwisata.

Jika berkaca dari Korea Utara sebenarnya bangsa kita juga mampu untuk membuat hal yang sama. Standar ekonomi kreatif bangsa Indonesia dikancah internasional bukan lagi dianggap sebagai pameran saja. Akan tetapi, sudah menjadi pertunjukan wajib di setiap event-event internasional. Baik secara fashion, kuliner, dan kerajinan tangan. Harapan nya dari 3 subsektor yang sudah diterima oleh dunia Internasional, 14 subsektor lainnya seperti musik, seni rupa serta karya seni lain nya dapat segera dapat diterima oleh masyarakat dunia. Akan tetapi, dengan syarat semua cerita luka para seniman sudah selesai tanpa meninggalkan sisa.

BERITA TERKAIT

Refleksi Hari Buruh

    Oleh: Didik J Rachbini Ph.D., Ekonom Indef, Rektor Universitas Paramadina   Kehidupan, perbuatan, kegiatan manusia pada dasarnya berpegang…

Prabowo Hadiri May Day, Bukti Keseriusan Pemerintah Jamin Hak Pekerja

    Oleh : Astrid Widia, Pemerhati Sosial Politik    Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bagaimana komitmen kuat terhadap perlindungan bagi…

Danantara Pilar Baru Pengelolaan Aset Negara yang Strategis

     Oleh: Ratna Sari Dewi, Pengamat Kebijakan Publik   Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan negara dengan diluncurkannya…

BERITA LAINNYA DI Opini

Refleksi Hari Buruh

    Oleh: Didik J Rachbini Ph.D., Ekonom Indef, Rektor Universitas Paramadina   Kehidupan, perbuatan, kegiatan manusia pada dasarnya berpegang…

Prabowo Hadiri May Day, Bukti Keseriusan Pemerintah Jamin Hak Pekerja

    Oleh : Astrid Widia, Pemerhati Sosial Politik    Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bagaimana komitmen kuat terhadap perlindungan bagi…

Danantara Pilar Baru Pengelolaan Aset Negara yang Strategis

     Oleh: Ratna Sari Dewi, Pengamat Kebijakan Publik   Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan negara dengan diluncurkannya…

Berita Terpopuler