Tidak Sekedar Bisnis dan Adu Cepat - Formula E Jadi Komitmen Wujudkan Energi Ramah Lingkungan

Meski sempat diragukan kesiapan Indonesia menjadi tuan rumah sirkuit Formula E karena waktu pembangunan infrastrukturnya yang cukup mepet, namun hal tersebut dibuktikan pemerintah provinsi DKI Jakarta dan panitia dengan progress pembangunan lintasan sirkuit Formula E Jakarta atau Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) di kawasan Ancol, Jakarta Utara yang sudah rampung.

Vice President Communication Organizing Committee Formula E Jakarta, Iman Sjafei memastikan kualitas pembangunan sirkuit yang memiliki panjang lintasan 2,4 kilometer tersebut. Terlebih pembangunan sirkuit selalu diawasi Formula E Operation (FEO) selaku panitia penyelenggara. "FEO dari beberapa bulan lalu sudah stand by di sini, jadi mereka mengawasi step by step-nya semua," katanya.

Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) diketahui memiliki panjang 2,4 kilometer (km) dengan lebar 12 meter. Rencananya, sirkuit memiliki 18 tikungan dengan desain mirip kuda lumping dengan pemandangan Jakarta International Stadium (JIS). Ajang balap mobil listrik Formula E Jakarta akan diadakan pada 4 Juni 2022. Asal tahu saja, Formula E akan hadir di kota-kota ikonik dunia, termasuk Diriyah (Arab Saudi), Roma, Monako, Berlin, Vancouver, New York, London, dan Seoul. Sementara Jakarta E-Prix 2022 akan menjadi gelaran balap pertama dari tiga balapan yang akan dilaksanakan secara berturutan.

Ya, perhelatan Formula E Jakarta yang tinggal menghitung hari menjadi ajang pembuktian dunia bahwa Indonesia tidak hanya sekedar menjadi tuan rumah tetapi komitmen dan dukungan terhadap kendaraan ramah lingkungan.“Ajang ini bukan hanya soal balapan mobil saja. Melainkan bisa jadi kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya menjaga lingkungan hidup. Sebab demikian, mobil yang akan balapan di Formula E nantinya, dipastikan menggunakan prinsip bebas emisi. Hal itu jadi terobosan baru di dunia balap mobil,”kata Senior Sutainability Manager FIA Formula E London, Iona Neilson.

Disampaikannya pula, event ini tidak hanya sekedar bicara bisnis dan dunia olah raga tetapi misi dan kampanye pentingnya energi ramah lingkungan untuk kehidupan berkelanjutan. Maka tak heran para pembalap akan balapan menggunakan mobil listrik. Hal ini sejalan dengan misi Formula E yang meningkatkan kesadaran mengenai mobil listrik. Kendati saat ini kendaraan mobil listrik belum diproduksi secara masal dan masih menjadi barang mewah, namun dukungan pemerintah terhadap industri ramah lingkungan akan mendorong pelaku usaha untuk giat menghadirkan inovasi dan teknologi kendaraan ramah lingkungan. Oleh karena itu,lewat Formula E menjadi momentum meningkatkan kesadaran tentang sustainability dan menghapus stigma negatif bahwa udara Jakarta yang sudah tercemar sulit untuk kembali bebas dari polusi.

Asal tahu saja, Jakarta masih sering menduduki peringkat teratas kota-kota paling tercemar dengan lebih dari 10 juta orang terpapar kualitas udara yang tidak sehat. Menurut studi terbaru dari Air Quality Life Index (AQLI), polusi udara menurunkan angka harapan hidup orang Indonesia hingga 2,5 tahun. Dimana pencemaran polusi udara di sumbang emisi transportasi sebesar 26,64%. Angka tersebut merupakan terbesar kedua setelah industri produsen energi sebesar 43,83%. Disusul manufaktur dan konstruksi sebesar 21,64% dan sektor lainnya sebesar 4,13%.

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menyambut baik perhelatan Formula E yang mengusung konsep sustainable karena menjadi pembuktian bahwa kendaraan ramah lingkungan seperti kendaraan berbasis bahan bakar listrik juga bisa unjuk gigi memacu kepecatannya, “Ajang ini sangat baik untuk membuktikan bahwa kendaraan listrik ramah lingkungan bisa digunakan di arena balap, serta membuktikan bahwa energi listrik yang digunakan di kendaraan bermotor juga aman,"tandasnya.

Selain itu, penyelenggaraan Formula E sudah sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait energi ramah lingkungan. Hadirnya Formula E di Jakarta bukan sekedar gengsi tetapi sejalan dengan upaya Presiden Jokowi dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada energi konvensional, dan beralih pada energi ramah lingkungan. Kendati peralihan ke kendaraan listrik memang tidak dapat dilakukan mendadak dan butuh proses yang panjang mulai dari persiapan industri, sosialisasi ke masyarakat, hingga pemberian insentif, namun kesiapan Indonesia menjadi tuan rumah Formula E menjadi komitmen dan dukungan Indonesia terhadap energi ramah lingkungan.

 

Rangkul Milenial

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, event Formula E bisa menjadi sarana tepat mempromosikan penggunaan mobil listrik serta merangkul milenial yang mulai peduli terhadap energi ramah lingkungan untuk keberlanjutan lingkungan.” Mendorong kesadaran pentingnya energi ramah lingkungan adalah upaya lintas generasi dan Formula E disebut bisa membantu untuk merangkul partisipasi generasi muda dan milenial,”ungkapya.

Tingginya kepedulian milenial terhadap isu lingkungan tengah menjadi tren dan apalagi menyinggung mobil listrik. Kata akademisi dan pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, segmen konsumen yang nanti bakal menjadi pembeli utama mobil listrik adalah para generasi muda, khususnya kalangan milenial dan generasi alpha. Selain karena pertimbangan energi yang digunakan ramah lingkungan juga  teknologi yang menjadi daya tarik mereka. "Sekarang ini hasil riset-riset kami menunjukkan bahwa mayoritas orang tuh tertarik dari kendaraan listrik itu karena interface-nya bernuansa high-tech atau berteknologi tinggi,”jelasnya.

Saat ini permintaan pasar kendaraan listrik-electric vehicle (EV) meningkat tajam. Selain faktor kesadaran masyarakat mengenai energi hijau semakin hari menunjukkan sisi positif juga tawaran efisiensi bahan bakar dan juga teknologinya menjadi daya tarik. Tengok saja, permintaan pasar kendaraan listrik di dunia sangat besar. Dimana penjualan mobil listrik tahun lalu di dunia sejumlah 6 juta unit. Dibandingkan tahun sebelumnya, penjualan tersebut naik 110%.

Sementara di Indonesia, pembelian mobil listrik bisa naik dua kali lipat. Pasalnya, tren di Eropa dan Cina, mobil berbahan bakar minyak tidak dijual lagi. Di Amerika, pemerintah diminta membeli mobil listrik dan bukan gasoline. Faktor lainnya, perkembangan mobil listrik di dunia tidak terlepas dengan dukungan pemerintah negara setempat berupa kebijakan memberi subsidi pembelian mobil listrik.

Hanya saja, tantangan utama dalam penjualan mobil listrik adalah harga mobil. Meski konsumen tertarik dengan mobil listrik yang ramah lingkungan, namun ketika melihat harga mobil dan kemudian membandingkan dengan harga unit mobil lainnya, mereka akan beralih. Pasalnya, harga mobil listrik, sekitar 35-40% merupakan harga baterai. Maka jika harga baterai turun akan mempengaruhi harga mobil listrik.

Indonesia sendiri memiliki potensi pasar dan sumber daya alam nikel yang dibutuhkan untuk baterai sangat besar. Apalagi, Indonesia hampir menguasai 30% nikel secara global dan peluang inilah yang tengah dimanfaatkan pemerintah untuk membangun industri otomotif berbasis listrik sebagai kendaraan masa depan.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi mendukung produksi kendaraan listrik meski masih dihadapkan berbagai tantangan. Sebut saja, mobil listrik memiliki harga jual lebih mahal daripada mobil konvensional lantaran komponen utamanya, yaitu baterai, belum diproduksi secara massal. Sedangkan harga baterai mobil listrik sendiri sekitar 40% dari harga mobil listrik.

Persoalan lain adalah jarak tempuh mobil listrik masih terbatas karena kapasitas baterai mobil listrik terbatas. Ini berbeda jika dibandingkan dengan mobil berbahan bakar minyak yang memiliki jarak tempuh panjang karena dukungan ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar. Kendati demikian, penjualan mobil listrik mengalami pertumbuhan positif dan realisasi tersebut masih terpaut jauh dari potensi pasar yang dimiliki oleh Indonesia. “Kalau mobil listrik ingin berkembang di Indonesia, kita harus menekan harga mobil listrik di bawah Rp300 juta agar daya beli masyarakat dapat menjangkau,” pungkasnya.

Mewujudkan energi bersih dan ramah lingkungan di sektor transportasi membutuhkan keseriusan dari pemerintah. Apalagi, pemerintah menargetkan nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060 mendatang. Namun target ini dinilai akan sulit dicapai dan hanya menjadi mimpi bila tak ada upaya maksimal dari pemerintah, terutama dalam hal pengurangan konsumsi energi fosil dan peningkatan energi baru terbarukan (EBT).

Berangkat dari  hal tersebut, Julius C. Adiatma, Clean Fuel Specialist Institute for Essential Services Reform (IESR) mendukung transisi penggunaan mobil listrik. Pasalnya, menurut kajian menunjukkan bahwa masuknya kendaraan listrik pada pasar mobil penumpang dan sepeda motor memiliki potensi menurunkan emisi GRK dari sektor transportasi darat, terutama dari penggunaan kendaraan pribadi. “Untuk mewujudkan potensi tersebut, dibutuhkan berbagai dukungan kebijakan dari pemerintah, baik kebijakan fiskal maupun non fiskal seperti penyediaan infrastruktur pengisian kendaraan listrik umum. Yang tidak kalah penting adalah mengganti pembangkit batubara dengan energi terbarukan supaya emisi gas rumah kaca tidak berpindah dari transportasi ke pembangkit” tandasnya.

Maka untuk mencapai 100% elektrifikasi kendaraan pada tahun 2050, Indonesia perlu menghentikan penjualan kendaraan berbahan bakar fosil antara tahun 2035 s.d. 2040, dengan asumsi masa pakai kendaraan 15 tahun. Dengan penetrasi pasar kendaraan listrik yang sangat rendah saat ini, maka pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang mendukung untuk mencapai target ini.

Di sisi lain, dengan bauran listrik saat ini, penetrasi kendaraan listrik akan meningkatkan emisi karbon di Indonesia. Peningkatan emisi ini, sebagian besar terkait dengan pembangkitan listrik dari sumber bahan bakar fosil. Selain itu, emisi juga berasal dari produksi komponen dalam kendaraan listrik, terutama baterai. Namun, sekalipun Indonesia dapat mencapai daya bauran energi terbarukan 23% pada tahun 2025, penggunaan mobil listrik diprediksi akan menghasilkan emisi karbon sekitar 2,6% lebih rendah dibanding mobil konvensional.

 

BERITA TERKAIT

Gelar Inisiatif ESG di Jakarta dan Bali - LOTTE Mart Komit Jalankan Bisnis Berkelanjutan

Praktekkan menjalankan bisnis berkelanjutan dengan pendeketan ESG (Environment, Social, Governance), LOTTE Mart dan bahkan di seluruh negara tempat beroperasi dan…

Pintu Goes to Campus - Gencar Edukasi dan Literasi di Universitas Bakrie

PT Pintu Kemana Saja (PINTU), aplikasi crypto all-in-one pertama di Indonesia menggelar program edukasi Pintu Goes to Campus di Universitas…

Baramulti Targetkan Laba Tumbuh 43,93%

NERACA Jakarta —Emiten pertambangan, PT Baramulti Suksessarana Tbk. (BSSR) menargetkan peningkatan pendapatan 2025 sebesar 17,29%, dan laba tahun berjalan naik…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Gelar Inisiatif ESG di Jakarta dan Bali - LOTTE Mart Komit Jalankan Bisnis Berkelanjutan

Praktekkan menjalankan bisnis berkelanjutan dengan pendeketan ESG (Environment, Social, Governance), LOTTE Mart dan bahkan di seluruh negara tempat beroperasi dan…

Pintu Goes to Campus - Gencar Edukasi dan Literasi di Universitas Bakrie

PT Pintu Kemana Saja (PINTU), aplikasi crypto all-in-one pertama di Indonesia menggelar program edukasi Pintu Goes to Campus di Universitas…

Baramulti Targetkan Laba Tumbuh 43,93%

NERACA Jakarta —Emiten pertambangan, PT Baramulti Suksessarana Tbk. (BSSR) menargetkan peningkatan pendapatan 2025 sebesar 17,29%, dan laba tahun berjalan naik…