Sehatkan Maskapai Garuda!

Nasib maskapai Garuda Indonesia kini dalam posisi sulit. Banyaknya utang melilit dan menjerat sayap-sayapnya yang dulu terbentang lebar di seantero Nusantara dan dunia. Kondisi Garuda saat ini seperti  ringkih, rapuh, rontok per lahan, dan seolah tak lagi mampu terbang tinggi menjelajah dunia.

Kemungkinan hanya akan tersisa 50 pesawat dari total 140 pesawat yang dioperasikan Garuda Indonesia. Kehilangan lebih dari separuh kekuatan hanya dalam hitungan bulan sulit dipercaya dan pasti sangat menyakitkan.

Tidak hanya itu. Garuda Indonesia harus menerima kenyataan pahit tersebut sebagai konsekuensi dari tumpukan utang hingga Rp70 triliun, menjadikan flag carrier milik BUMN tersebut menjadi pesakitan, setelah sebelumnya mengharumkan industri penerbangan di dalam negeri melalui pencatatan sahamnya di lantai bursa 10 tahun lalu atau tepatnya 11 Februari 2011.

Ini akibat salah kelola (mismanagement) masa lalu menciptakan utang sebesar Rp70 triliun, yang makin bertambah terus membebani Garuda dengan adanya pandemi Covid-19. Sejak virus corona merebak, jumlah penumpang maskapai penerbangan pelat merah itu anjlok drastis hingga 90 persen, berimbas pada penurunan tajam pendapatan perseroan.

Untuk sehat kembali, manajemen Garuda tengah menyiapkan rencana induk (masterplan) restrukturisasi kepada kreditur, vendor, lessor, dan pihak-pihak berkepentingan terhadap pelunasan atau pemenuhan kewajiban perseroan. Namun hingga kini belum ada pihak yang menyetujui atau menolak rencana restrukturisasi tersebut. Artinya, penyelamatan Garuda masih butuh waktu lama.

Di sisi lain, pemerintah sebagai pemegang saham juga menyiapkan jurus-jurus menyelamatkan Garuda. Sedikitnya ada empat opsi yang ditawarkan. Pertama, pemerintah akan memberikan dukungan penuh kepada perusahaan pelat merah itu. Pemerintah bakal terus mendukung Garuda melalui pemberian pinjaman atau suntikan ekuitas, seperti dilakukan kepada Jiwasraya.

Indonesia tidak sendirian menempuh cara ini. Singapura pernah melakukannya untuk Singapore Airlines, Hong Kong untuk Cathay Pacific, dan China untuk Air China. Namun, ada risiko bagi perusahaan. Dukungan berupa pinjaman akan meninggalkan warisan utang yang semakin besar dan membuat perusahaan menghadapi situasi berat di masa depan.

Kedua, menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi Garuda. Cara ini menggunakan legal bankruptcy process untuk merestrukturisasi kewajiban, seperti utang, sewa, kontrak kerja.

Ketiga, opsi yurisdiksi yang akan digunakan mencakup hukum US Chapter 11, foreign jurisdiction lain seperti Inggris, dan PKPU. Cara ini ditempuh Chili untuk Latam Airlines, Malaysia untuk Malaysia Airlines, dan Thailand untuk Thai Airlines.

Risikonya, tidak ada kejelasan apakah undang-undang di Indonesia mengizinkan restrukturisasi. Di sisi lain, sekalipun restrukturisasi berhasil memperbaiki masalah utang dan leasing, tidak menyelesaikan persoalan mendasar menyangkut budaya perusahaan dan warisan masa lalu.

Keempat, merestrukturisasi Garuda dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. Garuda dibiarkan melakukan restrukturisasi dan pada waktu yang sama, mendirikan perusahaan baru.

Empat opsi tersebut merupakah pil pahit yang harus ditelan manajemen Garuda. Bahkan yang terburuk Indonesia harus siap kehilangan flag carrier jika perusahaan plat merah itu tidak dapat diselamatkan.

Kita menyayangkan nama Garuda Indonesia sudah sangat populer tentu masih memiliki nilai jual. Jika restrukturisasi berhasil menyelamatkan Garuda, kemungkinan bangkit kembali terbuka lebar. Namun manajemen Garuda harus mengubah model bisnisnya secara revolusioner.

Padahal, Indonesia yang merupakan pasar besar bagi industri penerbangan, dimana Garuda seharusnya fokus untuk jalur penerbangan domestik. Sayangnya selama ini pemerintah membiarkan pasar tersebut dinikmati maskapai asing. Kebijakan membuka lebih banyak bandar udara internasional justru menjadi bumerang bagi maskapai domestik.

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…