Pentingnya Konsolidasi Fiskal di Jangka Menengah

 

Oleh: Joko Tri Haryanto, Peneliti BKF Kemenkeu *)

 

Tak terasa kita sudah memasuki triwulan pertama tahun 2021. Bencana pandemi Covid-19 telah menyetel ulang sendi-sendi perekonomian global. Pandemi juga membuktikan bahwa globalisasi ekonomi yang selama ini dibanggakan, ternyata menyimpan kerapuhan yang begitu kronis. Dan bukan hal mustahil jika semua negara akan melakukan re-start ulang sistem perekonomian ke depannya. Pilihan prioritas sektoral akan didorong oleh isu ketahanan dan kelenturan menghadapi goncangan badai pandemi yang sama di kemudian hari.

Berita mulai datangnya vaksin, tentu memberikan pengharapan yang membuncah di tengah kegelapan yang menyelimutinya. Tak heran jika beberapa lembaga menyatakan optimisme perekonomian global dan domestik akan membaik di 2021 meski masih diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi. Pemerintah sendiri memastikan untuk terus melanjutkan kebijakan countercyclical di 2021 via APBN yang ekspansif-konsolidatif demi mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional sekaligus memperkuat reformasi struktural.

Secara sektoral, APBN 2021 difokuskan kembali pada bidang kesehatan, pendidikan, teknologi informasi dan komunikasi, ketahanan pangan, perlindungan sosial, infrastruktur dan pariwisata. Semua pilihan ini jelas merepresentasikan program-program di dalam paket kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang agendanya sendiri masih akan berlanjur hingga periode 2023. Setelah 2023, barulah pemerintah akan memberanikan diri untuk memulai sistem penganggaran APBN yang kembali normal.

Sebagaimana diungkap di awal, tahun 2021 menjadi momen penting bagi pemulihan ekonomi nasional sekaligus memperkuat reformasi dan transformasi ekonomi menuju Indonesia Maju 2045. Karenanya, beberapa tema yang dipilih diantaranya: pemulihan ekonomi dampak pandemi Covid-19, melanjutkan agenda reformasi struktural, reformasi APBN baik sisi pendapatan/belanja dan pembiayaan, peningkatan daya saing ekonomi, akselerasi transformasi ekonomi, pemanfaatan kondisi demografi sekaligus keluar dari middle income trap.

Tahun 2020-2030 juga diyakini menjadi proses penguatan fondasi daya saing bangsa. Pemerintah dituntut untuk menjawab tantangan demografi melalui reformasi menyeluruh di segala bidang. Buah reformasi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui proses konsumsi, investasi serta produksi barang-barang lanjutan. Hasil dari penguatan ini akan disambut pada tahapan transisi untuk memperkokoh daya saing di tahun 2031-2035. Pembangunan SDM yang sudah dimulai  menjadi sangat relevan pada periode ini disinergikan dengan berbagai reformasi struktural sudah dimulai sejak awal.

Konektivitas yang dihasilkan buah dari pembangunan infrastruktur ini akan bermanfaat dalam mengoperasionalisasikan proses industrialisasi baru menuju perbaikan produktivitas tenaga kerja. Disaat bersamaan masyarakat juga dibekali oleh mekanisme perlindungan sosial secara menyeluruh. Nantinya di tahun 2036-2045, menjadi penantian yang diharapkan ketika gerbang era Indonesia Emas mulai terwujud dengan ciri utama negara maju, berkeadilan serta mandiri keluar dari jebakan pendapatan menengah.

Tantangan Struktural

Perlu dipahami bahwa tantangan menjadikan fiskal sebagai instrumen yang berdaya di periode pandemi jelas membutuhkan perjuangan yang tak kenal lelah. Terlebih bukan hanya pandemi, melainkan juga di saat bersamaan harus menjawab isu ketidakpastian ekonomi global serta berbagai tantangan struktural yang juga menghadang di depan mata seperti isu gap pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar sekaligus penguatan reformasi birokrasi. Disrupsi ekonomi digital serta perubahan iklim, makin memperberat gerak dan langkah dari pemerintah khususnya ketika berbagai opsi yang sebelumnya terlihat ada, namun meredup tertutup beberapa tantangan tersebut.

Tak heran jika merujuk kepada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020, pemerintah sepakat untuk menjadikan konsolidasi fiskal di tahun 2023 sebagai tujuan utama. Konsolidasi fiskal diperlukan dalam rangka menghadapi beberapa tantangan akibat pelemahan penerimaan perpajakan yang ditandai dengan penurunan tax ratio dan tax bouyancy, penurunan pendapatan berbasis SDA serta pergerakan sektor informal dan digital yang belum tertangkap sepenuhnya dalam struktur perpajakan. Pelemahan ini jelas wajib menjadi concern utama mengingat dampaknya menimbulkan peningkatan risiko fiskal akibat pelebaran defisit primary balance sekaligus APBN, debt ratio juga meningkat sehingga ruang gerak fiskal pemerintah mengalami tekanan.

Padahal di masa pandemi, ruang ekstra fiskal untuk memperlebar belanja jelas menjadi kewajiban khususnya belanja-belanja bersifat bantuan sosial dan penyelamatan ekonomi. Belum lagi penambahan mandatory spending yang jelas memakan ruang gerak dalam kapasitas yang signifikan. Tak salah jika di 2023, pemerintah secara tegas memastikan agar konsolidasi fiskal harus dijalankan apapun yang terjadi. Caranya dengan me-restrukturisasi ulang agar defisit APBN kembali ke angka psikologis 3% PDB serta meninjau ulang kebutuhan belanja-belanja yang masuk di dalam kerangka penyelamatan di masa krisis.    

Upaya konsolidasi fiskal di 2023 ini memiliki urgensi yang sangat memadai khususnya dalam perspektif pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan menjadikan kebijakan fiskal sebagai fungsi stabilisasi dan distribusi. Dalam pemahaman risiko makro fiskal, konsolidasi juga berfungsi mempercepat proses reformasi fiskal, mengendalikan risiko utang sekaligus membuka tekanan ruang fiskal yang semakin menyempit. Dan yang terutama, konsolidasi fiskal karena sudah dimandatkan, menjadi ciri dari konsistensi kebijakan yang sudah dimulai sejak 2020 dalam kerangka umum penyelamatan ekonomi nasional di masa pandemi. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Sekolah Rakyat Jadi Harapan Baru Wujudkan Target Indonesia Emas 2045

    Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia     Guna menuju Indonesia Emas 2045, pemerintah…

RUU Perampasan Aset, Langkah Nyata Pemerintah Pulihkan Kerugian Negara

    Oleh : Antonius Utama, Pengamat Kebijakan Publik   Wacana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset kembali mengemuka…

Dampak Penegakan Hukum Terhadap Ekonomi Nasional

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik & Advokat          Pada hakikatnya tindak pidana korupsi (Tipikor)…

BERITA LAINNYA DI Opini

Sekolah Rakyat Jadi Harapan Baru Wujudkan Target Indonesia Emas 2045

    Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia     Guna menuju Indonesia Emas 2045, pemerintah…

RUU Perampasan Aset, Langkah Nyata Pemerintah Pulihkan Kerugian Negara

    Oleh : Antonius Utama, Pengamat Kebijakan Publik   Wacana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset kembali mengemuka…

Dampak Penegakan Hukum Terhadap Ekonomi Nasional

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik & Advokat          Pada hakikatnya tindak pidana korupsi (Tipikor)…