Perubahan prilaku masyarakat di musim pagebluk, dimana segala sesuatu dilakukan dari rumah, mulai bekerja, sekolah hingga belanja memacu pemanfaatan teknologi digital meningkat tajam. Maka tak heran di saat kondisi pandemi Covid-19, kebutuhan jaringan internet kencang dan akses telekomunikasi yang stabil menjadi keniscayaan untuk menunjang segala aktifivitas. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), ada 175,4 juta orang yang memanfaatkan internet dalam kehidupan sehari-hari sebagai konsekuensi beradaptasi kenormalan baru.
Sementara Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan, jumlah pengguna internet di Indonesia hingga kuartal dua tahun 2020 kemarin naik menjadi 73,7% dari populasi atau setara 196,7 juta pengguna. Jumlah ini setara 196,7 juta pengguna internet dengan populasi di Tanah Air 266,9 juta berdasarkan data BPS. Ketua APJII, Jamalul Izza mengakui, meningkat drastisnya pengguna internet tidak lepas dari kondisi pandemi yang membuat segala sesuatu dilakukan dari rumah, seperti sekolah maupun bekerja atau work from home banyak menggunakan sistem daring.
Selain itu, lanjutnya, kondisi ini juga karena infrastruktur internet cepat atau broadband di Indonesia semakin merata dengan adanya Palapa Ring. Ya, bergerak cepatnya transformasi digital di masyarakat mendorong para pelaku usaha di sektor telekomunikasi dan layanan internet untuk mampu menjawab kebutuhan pasar dan berinovasi dalam layanan. Terlebih saat ini layanan 5G juga menjadi tren permintaan yang mulai dibutuhkan masyarakat, khususnya pelaku usaha dalam menunjang pengembangan bisnis. Teknologi 5G memiliki berbagai kelebihan dibanding 4G antara lain kecepatan hingga 50 kali lebih cepat, 10 kali lebih responsif, dan daya konektivitas yang jauh lebih rendah. Berbagai hal ini tersedia berkat kombinasi dari tiga fitur berikut – high throughput, latensi yang sangat rendah, dan konektivitas daya yang juga rendah.
Peningkatan kecepatan, latensi rendah, dan konektivitas akan membantu operator telekomunikasi dalam menyelenggarakan koneksi Internet super cepat untuk streaming video berkualitas high-definition (HD), cloud gaming, serta konten interaktif berbasis augmented reality dan virtual reality (AR/VR) bagi pelanggannya. Menurut Direktur Utama Telkom, Ririek Adriansyah, konsumsi data masyarakat Indonesia memang terus tumbuh selama pandemi Covid-19. Namun, belum sampai pada tingkatan seperti di Korea Selatan yang sudah mengimplementasikan 5G, sehingga masih perlu waktu.
Dirinya menjelaskan, saat ini belum ada kasus di Indonesia yang membutuhkan teknologi 5G. Pasalnya, beberapa layanan benda yang digerakkan dengan internet (IoT) masih dapat terlayani dengan jaringan 4G. Apalagi, saat ini rata-rata penggunaan layanan data pelanggan di Indonesia sekitar 10 GB. Sementara pemerintah sendiri menegaskan tidak mau sekadar mengikuti tren 5G yang didorong pemanfaatannya oleh negara-negara produsen dari jaringan telekomunikasi generasi kelima ini.”Kita nggak mau 5G kalau nggak jadi tuan rumah. Market Indonesia besar, demandnya juga besar. Jangan sampai kita hanya belanja, dimanfaatkan, dan seterusnya tetapi tidak bisa jadi tuan rumah. Jangan hanya berdebat di dalam negeri, tetapi tidak melihat bahwa kita sebenarnya hanya bulan-bulanan global,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika, Ismail, M.T kala.
Infrastruktur Memadai
Namun terlepas layanan 5G merupakan kebutuhan atau tidak dalam waktu dekat, namun kesiapan infrastruktur teknologi dan komunikasi harus segera disiapkan. Pengamat Telekomunikasi yang juga Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi berpendapat, pengembangan jaringan 5G harus didukung oleh infrastruktur yang solid, terutama ketersediaan jumlah menara telekomunikasi atau base transceiver station (BTS) yang banyak. “Karena jangkauan wilayahnya (coverage) kecil-kecil, maka yang dibutuhkan bukan hanya menara makrosel, namun juga menara mikrosel dan pikosel,” ujarnya.
Dia juga menyebut, menara telekomunikasi untuk 5G tentu harus mampu menopang kecepatan jaringan yang tinggi. Maka dari itu, apapun jenis menara 5G yang dibangun harus sudah disambungkan dengan menggunakan kabel serat optik. Lebih lanjut, keberadaan listrik yang stabil mutlak dibutuhkan untuk menopang jaringan 5G di Indonesia.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate mengatakan, jaringan 5G akan menjadi game changer atau pengubah permainan dengan dampak yang luas pada konektivitas di Indonesia. Bahkan menjadi tulang punggung transformasi digital dan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Hingga saat ini Pemerintah Indonesia telah membangun lebih dari 348.000 kilometer kabel serat optik darat dan bawah laut. Termasuk lebih dari 12.000 kilometer Jaringan Tulang Punggung Serat Optik Nasional Palapa Ring BAKTI Kominfo. “Indonesia juga telah membangun lebih dari 500.000 base transceiver station (BTS) dan memanfaatkan 9 satelit untuk memenuhi kebutuhan domestik akan konektivitas yang memadai. Selain itu, kami juga berencana meluncurkan High-Throughput Satellite 150 Gbps SATRIA-1 yang dijadwalkan pada kuartal ketiga tahun 2023,”jelasnya.
Menteri Johnny menyatakan, upaya pembangunan itu merupakan bagian dari penyiapan pengembagan jaringan 5G di Indonesia. Adapun, pelaku industri di sektor menara mengatakan bahwa kebutuhan menara pada era-5G akan menigkat. Merespon kesiapan infrastruktur yang memadai di era jaringan 5G, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) sebagai perusahaan penyedia menara telekomunikasi mengaku siap menyambut era 5G.
Direktur Keuangan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) Helmy Yusman menyampaikan, sebagai perusahaan menara telekomunikasi, dapat dipastikan bahwa seluruh menara yang dimiliki TBIG dapat digunakan untuk berbagai macam jaringan, mulai dari 3G, 4G, hingga 5G. Investasi untuk infrastruktur jaringan 5G pun dinilai lebih banyak dilakukan oleh perusahaan operator telekomunikasi itu sendiri. Pihak TBIG akan menyesuaikan permintaan menara yang datang dari operator telekomunikasi.“Kami prediksi bahwa dengan kehadiran 5G pasti para pelanggan akan membutuhkan menara lebih banyak dari sebelumnya,” ujar dia.
Menurutnya, layanan 5G akan membutuhkan kualitas jaringan yang lebih kuat. Bukan tidak mungkin, menara-menara base transceiver station (BTS) mesti dibangun dengan jarak yang lebih dekat. Artinya, kebutuhan akan menara bakal lebih banyak seiring kehadiran 5G. “Sekarang tergantung pesanan operator, apakah mereka akan tambah menara lagi atau tidak,” kata Helmy.
Sebagai informasi, perseroan menargetkan mampu menambah 3.000 penyewa atau tenant per tahun selama periode 2020 dan 2021. Sejak Januari hingga akhir Juni 2020, penambahan penyewa TBIG sudah mencapai 2.517 tenant. Dalam menjalankan bisnisnya, perseroan juga mempunyai peran penting membuka isolasi wilayah tertinggal, terpencil dan terdepan (3T). Menurut Helmy, perseroan siap mendukung operator telekomunikasi dan pemerintah daerah untuk memperluas dan memperkuat jaringan, sehingga tak ada lagi blank spot. Perseroan pun sepakat bahwa koordinasi dari berbagai pihak merupakan kata kunci untuk mempercepat pembangunan sarana telekomunikasi di daerah 3T.
Apalagi, kata dia, pihaknya seringkali harus menghadapi sejumlah tantangan di lapangan. “Infrastruktur pendukung, seperti akses menuju menara, serta kondisi geografis, sosial hingga budaya di daerah itu menjadi tantangan yang harus kami hadapi. Makanya, koordinasi dengan pemda, perangkat desa dan masyarakat tantangan itu bisa dilalui,” kata Helmy.
Sebagai negara kepulauan, memiliki daerah pegunungan yang cukup banyak dan luas daerah yang besar, kondisi geografi Indonesia bisa dinilai menyulitkan perkembangan infrastruktur. Maka dengan kondisi yang cukup memantang, diperlukan keberanian dalam menyediakan infrastruktur telekomunikasi yang mampu menjangkau seluruh masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Sehingga dengan adanya pemerataan infrastruktur, maka masyarakat bisa lebih maju dan berdaya.
Selain itu, standar hidup masyarakat di daerah akan meningkat dengan pendekatan teknologi. Masyarakat bisa menyiapkan diri dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Kemudian, persaingan global yang ketat bisa dijawab masyarakat Indonesia yang sudah mampu bersaing berkat infrastruktur dan akses jaringan telekomunikasi yang terbuka lebar. Sementara keterbukaan informasi juga dirasakan oleh masyarakat di seluruh penjuru tanah air, dimana mereka bisa tahu informasi terbaru dan penting pada hari yang sama berkat koneksi jaringan yang cepat.
Di luar itu, roda perekonomian juga bisa bergerak maju. Sektor-sektor industri yang dipandang kuno dan tidak bisa dikombinasikan dengan teknologi menjadi lebih besar lagi berkat hilangnya hambatan melalui jaringan telekomunikasi digital. Transaksi ekonomi menjadi serba digital sehingga semua orang bisa berjualan secara daring (online). Sekarang para petani bisa menjual hasil panen mereka dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) mampu menjual produk mereka hingga ke berbagai daerah.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) resmi menjadi sponsor bagi tiga klub sepakbola Liga 1 Nasional dalam rangka meningkatkan…
Dukung program pemerintah terkait ketahanan pangan dan pemenuhan gizi masyarakat, PT PP Presisi Tbk (PPRE) melaksanakan kegiatan sosial melalui program…
Genjot pertumbuhan penjualan, Savyavasa yang merupakan hunian mewah hasil kolaborasi Swire Properties dan JSI Group yang dikembangkan oleh PT Jantra…
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) resmi menjadi sponsor bagi tiga klub sepakbola Liga 1 Nasional dalam rangka meningkatkan…
Dukung program pemerintah terkait ketahanan pangan dan pemenuhan gizi masyarakat, PT PP Presisi Tbk (PPRE) melaksanakan kegiatan sosial melalui program…
Genjot pertumbuhan penjualan, Savyavasa yang merupakan hunian mewah hasil kolaborasi Swire Properties dan JSI Group yang dikembangkan oleh PT Jantra…