PENDUKUNG UU CIPTA KERJA - Pemerintah Terbitkan 51 Aturan Pelaksanaan

Jakarta-Pemerintah akhirnya telah menyelesaikan 51 peraturan pelaksanaan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Hal ini sesuai ketentuan Pasal 185 UU Cipta Kerja yang mengamanatkan penetapan peraturan pelaksanaan paling lama 3 (tiga) bulan sejak UU tersebut mulai berlaku pada 2 November 2020.

NERACA

Peraturan pelaksanaan yang pertama kali diselesaikan adalah 2 (dua) Peraturan Pemerintah (PP) terkait Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yaitu PP Nomor 73 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi.

Selanjutnya, diselesaikan juga 49 peraturan pelaksanaan yang terdiri dari 45 PP dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) yang disusun bersama-sama oleh 20 kementerian/lembaga (K/L) sesuai klasternya masing-masing.

Secara substansi, peraturan pelaksanaan tersebut dikelompokkan dalam 11 klaster pengaturan, yaitu:

(1) Perizinan dan Kegiatan Usaha Sektor: 15 PP; (2) Koperasi dan UMKM serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes): 4 PP; (3) Investasi: 5 PP dan 1 Perpres; (4) Ketenagakerjaan: 4 PP; (5) Fasilitas Fiskal: 3 PP; (6) Penataan Ruang: 3 PP dan 1 Perpres; (7) Lahan dan Hak Atas Tanah: 5 PP; (8) Lingkungan Hidup: 1 PP; (9) Konstruksi dan Perumahan: 5 PP dan 1 Perpres; (10) Kawasan Ekonomi: 2 PP dan (11) Barang dan Jasa Pemerintah: 1 Perpres.

Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, hal mendasar yang diatur dalam PP dan Perpres tersebut adalah perubahan untuk kemudahan dan kepastian dalam perizinan serta perluasan bidang untuk investasi, sejalan dengan maksud dan tujuan UU Cipta Kerja.

"Hal itu akan dapat memperluas lapangan kerja baru, dan diharapkan akan menjadi upaya Pemerintah mengungkit ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional ditargetkan sebesar 5,3% pada tahun 2021,” ujarnya di Jakarta, Senin (22/2).

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Pengaturan yang berkaitan dengan perizinan dan kegiatan usaha sektor merupakan upaya reformasi dan deregulasi yang menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi informasi. Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko mengubah pendekatan kegiatan berusaha dari berbasis izin ke berbasis risiko (Risk Based Approach/RBA). Rinciannya sebagai berikut:

a. Cakupan kegiatan berusaha mengacu ke Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Tahun 2020.

b. Hasil RBA atas 18 sektor kegiatan usaha (1.531 KBLI) sebanyak 2.280 tingkat risiko, yaitu: Risiko Rendah (RR) sebanyak 707 (31,00 persen), Risiko Menengah Rendah (RMR) sebanyak 458 (20,09%), Risiko Menengah Tinggi (RMT) sebanyak 670 (29,39%), dan Risiko Tinggi (RT) sebanyak 445 (19,52%).

c. Berdasarkan hasil RBA tersebut, maka penerapan Perizinan Berusaha berdasarkan risiko dilaksanakan sebagai berikut: RR hanya Nomor Induk Berusaha (NIB), RMR dengan NIB + Sertifikat Standar (Pernyataan), RMT dengan NIB + Sertifikat Standar (Verifikasi), dan RT dengan NIB + Izin (Verifikasi).

d. Implementasi di sistem melalui Online Single Submission (OSS) yakni: untuk RR & RMR akan dapat selesai di OSS dan dilakukan pembinaan serta pengawasan, sedangkan untuk RMT dan RT dilakukan penyelesaian NIB di OSS serta dilakukan verifikasi syarat/standar oleh kementerian/lembaga/daerah dan dilaksanakan pengawasan terhadapnya.

e. Maka 51 persen kegiatan usaha cukup diselesaikan melalui OSS, termasuk di dalamnya adalah kegiatan UMK.

Kemudahan Investasi

Untuk bidang usaha penanaman modal atau investasi, Pemerintah telah mengubah konsep dari semula berbasis kepada Bidang Usaha Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Bidang Usaha Prioritas. Berbagai bidang usaha yang menjadi prioritas ini akan diberikan insentif dan kemudahan yang meliputi insentif fiskal dan non fiskal.

Insentif fiskal terdiri atas: (1) Insentif Perpajakan, antara lain pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu (tax allowance), pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday), atau pengurangan pajak penghasilan badan dan fasilitas pengurangan penghasilan neto dalam rangka investasi, serta pengurangan penghasilan bruto dalam rangka kegiatan tertentu (investment allowance). Kemudian, (2) Insentif Kepabeanan berupa pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri.

Adapun insentif non fiskal meliputi kemudahan perizinan berusaha, penyediaan infrastruktur pendukung, jaminan ketersediaan energi, jaminan ketersediaan bahan baku, keimigrasian, ketenagakerjaan, dan kemudahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, ditetapkan juga bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan koperasi dan UMKM.

“Perubahan dalam proses perizinan dan perluasan bidang usaha untuk investasi, kami yakini akan menjadi game changer dalam percepatan investasi dan pembukaan lapangan kerja baru. Dengan penerapan UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya, maka kita memasuki era baru dalam memberikan kemudahan dan kepastian perizinan dan kegiatan usaha, sehingga akan meningkatkan daya saing investasi dan produktivitas, serta efisiensi kegiatan usaha,” ujar Airlangga.

UU Cipta Kerja juga mengatur perlindungan dan peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh. Sebagai aturan turunannya, terdapat 4 PP yang mengatur pelaksanaan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) serta menyempurnakan ketentuan mengenai waktu kerja, hubungan kerja, dan pemutusan hubungan kerja (PHK), serta pengupahan.

“Kami mengharapkan aturan ini dapat membantu menanggulangi dampak pandemi Covid-19 terhadap kesejahteraan para pekerja. Selain itu, di dalam UU Cipta Kerja juga diperjelas dan dipertegas ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing (TKA) yang diperlukan hanya untuk alih keahlian/keterampilan dan teknologi baru, serta pelaksanaan investasi,” ujarnya.

Dalam penyusunan serta pembahasan PP dan Perpres yang telah ditetapkan tersebut, K/L terkait telah memperhatikan arahan Presiden Joko Widodo untuk sungguh-sungguh memperhatikan masukan dari masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan melalui kegiatan serap aspirasi. Untuk itu, telah dilakukan serap aspirasi melalui antara lain:

Portal resmi UU Cipta Kerja (https://uu-ciptakerja.go.id/). Seluruh draft RPP dan RPerpres telah diunggah di dalam portal resmi UU Cipta Kerja, dan masyarakat juga stakeholders lainnya telah memberikan masukan melalui portal tersebut. Masukan tersebut telah disampaikan kepada K/L untuk dibahas dalam penyusunan dan penyelesaian RPP dan RPerpres.

Adapun Tim Serap Aspirasi dibentuk dengan Keputusan Menko Perekonomian Nomor 332 Tahun 2020 yang beranggotakan para tokoh, akademisi, dan praktisi dengan berbagai latar keahlian sesuai kebutuhan.

Tim Serap Aspirasi secara aktif telah melakukan kegiatan serap aspirasi publik, baik melalui webinar, rapat, dan pertemuan dengan berbagai unsur masyarakat, asosiasi, pelaku usaha, akademisi, LSM, dan pihak lainnya. Sampai 31 Januari 2021, Tim Serap Aspirasi telah mengumpulkan 238 aspirasi masyarakat yang terkait dengan 39 peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja dengan rincian poin sebanyak 2.585 poin. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

GUBERNUR BI PERRY WARJIYO: - Bank Tidak Perlu Naikkan Suku Bunga Kredit

Jakarta-Meski suku bunga acuan (BI Rate) naik menjadi 6,25 persen, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengingatkan perbankan tidak perlu menaikkan…

Problem Iklim Usaha ke Pemerintahan Mendatang - APINDO BERI MASUKAN:

NERACA Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan masukan mengenai kondusivitas iklim usaha kepada pemerintahan mendatang. "Kalau yang kita perhatikan kebanyakan…

MIGRANT CARE MENILAI ATURAN BARU MEREPOTKAN - YLKI Pertanyakan Permendag No. 7/2024

Jakarta-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan alasan dibalik berubahnya peraturan yang dirilis Kementerian Perdagangan terkait barang bawaan Pekerja Migran Indonesia…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

GUBERNUR BI PERRY WARJIYO: - Bank Tidak Perlu Naikkan Suku Bunga Kredit

Jakarta-Meski suku bunga acuan (BI Rate) naik menjadi 6,25 persen, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengingatkan perbankan tidak perlu menaikkan…

Problem Iklim Usaha ke Pemerintahan Mendatang - APINDO BERI MASUKAN:

NERACA Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan masukan mengenai kondusivitas iklim usaha kepada pemerintahan mendatang. "Kalau yang kita perhatikan kebanyakan…

MIGRANT CARE MENILAI ATURAN BARU MEREPOTKAN - YLKI Pertanyakan Permendag No. 7/2024

Jakarta-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan alasan dibalik berubahnya peraturan yang dirilis Kementerian Perdagangan terkait barang bawaan Pekerja Migran Indonesia…