Bahaya Belajar Tatap Muka

Meski Kebijakan Kementerian Kebudayaan (Kemendikbud) mengizinkan pendidikan tatap muka di sekolah zona kuning Covid-19, kalangan epidemiologi meragukannya, salah satunya karena penetapan sistem zonasi di Indonesia yang dinilai tidak akurat.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (7/8) mengatakan, sekolah yang berada di zona hijau dan kuning diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka. Keputusan ini berdasarkan revisi surat keputusan bersama (SKB) empat menteri, yaitu Mendikbud, Menteri Kesehatan (Menkes), Menteri Agama (Menag), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait proses pembelajaran tatap muka di sekolah pada tahun ajaran 2020/2021.

Epidemiologi UI Pandu Riono menilai, zonasi yang tidak akurat ini terkait penggolongan zona kuning dan hijau. Menurut pengamatannya, bisa jadi lokasi-lokasi yang dinyatakan sebagai zona hijau dan kuning justru merupakan zona merah wabah Virus Covid-19.

"Kuning bukan berarti kuning, hijau bukan berarti Hijau. Kuning atau hijau bisa sesungguhnya merah. Kenapa? Risiko penularan Covid-19 sangat dipengaruhi mobilitas penduduk," tegas Pandu dalam akun Twitternya @dpriono, Sabtu (8/8).

Dia menilai kebijakan-kebijakan yang berbasis zona sangat berbahaya. Untuk itu, alangkah baiknya bila zonasi tidak dijadikan acuan mengambil sebuah kebijakan. "Keputusan izinkan kegiatan penduduk yang potensial berisiko tinggi, jangan lah berbasis warna zona. Waspada."

Sebelumnya Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebut secara lokus pendidikan terbagi antara pemda kabupaten, kota, provinsi dan kementerian agama. Keputusan kepala daerah yang menjadi pedoman pembukaan sekolah belajar tatap muka.

Dalam kenyataannya, walau pihak sekolah mengklaim pelaksanaannya menerapkan protokol kesehatan, ternyata pembelajaran tatap muka dapat menjadi penyebaran virus corona. Di Tegal, Jawa Tengah, ada siswa yang dinyatakan positif Covid-19. Padahal sebelumnya, siswa itu sempat mengikuti pembelajaran di kelas.

Epidemiolog lainnya dari Griffith University Australia, Dicky Budiman,  menilai pembukaan sekolah sangat berisiko dan berbahaya. Apalagi, belum ada penelitian menyeluruh mengenai dampak jangka pendek dan panjang infeksi virus corona pada anak. "Sementara, riset terkini memperlihatkan bahwa anak dengan tanpa adanya gejala pun ternyata memiliki kerusakan di organ parunya," ujarnya seperti dikutip Kompas.com, Jumat (7/8).  

Menurut dia, fakta dan sejarah pandemi sebelumnya telah membuktikan hal tersebut. Hal ini seharusnya dijadikan pelajaran untuk mengutamakan kehati-hatian. Para peneliti juga melihat bahwa banyak kasus kesehatan yang timbul dalam jangka panjang setelah pandemi berakhir.

Dari gambaran tersebut, kita menyarankan agar pemerintah (Kemendikbud) supaya lebih bijak dalam memutuskan kebijakan belajar tatap muka di tengah pandemi saat ini. Lebih baik menerapkan pola pembelajaran sistem daring dengan berbagai inovasi hingga akhir 2020.  

Apalagi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, proporsi orang berusia muda yang menderita Covid-19 meningkat 3 (tiga) kali lipat dalam 5 bulan terakhir. Sementara itu, di Inggris, klaster kasus di sekolah meningkat dalam dua minggu terakhir. Adapun kenaikannya dari 4,5% menjadi 15%. Ini berdasarkan studi yang menyebutkan bahwa penutupan sekolah sangat berkorelasi dengan penurunan kasus kesakitan dan kematian akibat Covid-19.  WHO tegas memperingatkan bahwa anak muda dapat terinfeksi hingga berisiko meninggal dunia, dan bisa mentransmisikan virus kepada orang lain. Waspadalah!

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…