Siasat Industri Rokok Gunakan Influencer untuk Jerat Anak Muda Menjadi Perokok

 

 

Oleh:  Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak, Pegiat Pengendalian Tembakau

 

Akhir Desember lalu, aplikasi berbagi foto dan video, Instagram, membuat aturan terkait konten iklan untuk para influencer. Dikutip dari laman blog resmi mereka, Instagram melarang influencer membuat postingan yang mempromosikan rokok elektrik (vape). Pembaruan kebijakan ini diumumkan bersamaan dengan larangan promosi rokok elektrik di media sosial oleh British Advertising Standards Authority (ASA), sebuah organisasi industri periklanan Inggris yang melarang empat perusahaan rokok elektronik mempromosikan vape di laman Instagram.

Sebelum melarang influencer mempromosikan rokok elektrik, Instagram dan Facebook sudah lebih dulu melarang berbagai merek vape berpromosi di platformnya. Tapi beberapa merek vape menyiasati larangan itu dengan berpromosi lewat endorsement akun-akun influencer atau selebgram Instagram yang populer di kalangan anak dan remaja.

            Industri rokok di seluruh dunia memang selalu mencari cara kreatif menyiasati peraturan agar dapat terus membidik anak dan remaja sebagai target. Mengapa industri rokok harus terus menerus menyasar anak dan remaja sebagai perokok pemula? Karena setiap tahun industri rokok kehilangan 240.618 pelanggan setianya akibat meninggal dunia, dan angka ini setara 668 orang setiap hari! Supaya industri rokok tidak bangkrut dan bisnisnya terus berjalan mereka harus mencari perokok pengganti, dan perokok remaja adalah satu-satunya sumber perokok pengganti.

Itu sebabnya industri rokok sangat agresif menggunakan strategi manipulatif dalam memasarkan rokok kepada anak muda. Mereka rela menggelontorkan triliunan rupiah setiap tahun untuk membuat iklan rokok, mempromosikan dan memberi sponsor rokok. Industri rokok menjual gaya hidup anak muda yang gaul, keren, gemar bertualang dan macho dalam pesan iklannya, serta mensponsori konser musik, event olahraga dan film bertemakan anak muda.

Siasat paling baru yang dilakukan industri rokok di era post truth adalah menggunakan digital influencer yang berpromosi melalui platform Instagram. Dalam kurun lima tahun terakhir Instagram mengambil peran penting dalam mempromosikan produk. Terkait hal ini bermunculan pihak ketiga bernama digital influencer, yakni mereka yang memiliki popularitas tinggi dan tidak selalu berasal dari kalangan artis atau figur publik, tetapi memiliki akun dengan banyak pengikut.

Siasat menggunakan influencer untuk memasarkan rokok elektrik bukannya tanpa sebab. Para pengikut influencer didominasi anak muda. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2018 mengungkap pengguna internet terbanyak adalah kelompok usia 15-19 tahun. Menurut laporan News Sky, kebanyakan anak muda menggunakan internet untuk bermain sosial media. Laporan "Digital Around The World 2019" mengungkapkan generasi milenial yang umum disebut generasi Y dan Z mendominasi penggunaan sosial media.

Industri rokok meyakini promosi melalui influencer berdampak besar mempengaruhi pengikutnya, yakni para anak muda, untuk mengonsumsi berbagai hal yang mereka iklankan, termasuk rokok elektrik. Dilansir dari situs majalah Forbes, sebuah survey MuseFind mengungkapkan 92% konsumen lebih percaya kepada influencer dibandingkan iklan atau cara endorse tradisional melalui selebriti.

Dan terbukti sudah, agresivitas industri rokok memasarkan rokok elektrik kepada anak muda membuahkan hasil. Prevalensi perokok elektrik penduduk usia 10-18 tahun mengalami kenaikan pesat. Dari 1,2 persen pada 2016 (Sirkesnas 2016) menjadi 10,9 persen pada 2018 (Data Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2018).

Mirisnya, industri rokok tidak hanya berhasil meningkatkan jumlah perokok elektrik di kalangan remaja, tapi juga sukses besar meningkatkan jumlah perokok anak (konvensional). Prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun berdasarkan Riskedas 2018 meningkat mencapai 9,1% atau sama dengan 7,8 juta anak. Padahal RPJMN (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional) menargetkan pada 2019 prevalensi perokok anak harus turun menjadi 5,4%.

Tahun ini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan tema khusus menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tanggal 31 Mei yakni “Lindungi Kaum Muda dari Manipulasi Industri dan Cegah dari Konsumsi Rokok dan Nikotin”. Tema ini sangat sesuai dengan kondisi di Indonesia, dimana anak muda sangat malang, terus menerus hidup di dunia yang penuh jebakan, terekspose oleh berbagai bentuk jebakan iklan promosi dan sponsor rokok yang memanfaatkan media sosial dan influencer.  Para remaja yang masih labil dan rentan sangat mudah dipengaruhi stimulan media. Sementara industri rokok leluasa memasarkan rokok dalam berbagai kegiatan yang memanipulasi anak dan remaja melalui iklan, promosi, sponsor, kegiatan CSR, informasi misleading, dan produk-produk baru tanpa rasa khawatir, karena peraturan dan perlindungan kepada anak muda sangat lemah.

Untuk melindungi anak muda dari manipulasi industri rokok, Lentera Anak mengimbau para influencer lebih berhati-hati terhadap siasat pemasaran industri rokok yang menjerat anak muda menjadi perokok. Kami percaya influencer memiliki kepedulian tinggi untuk melindungi anak Indonesia dari pengaruh buruk yang dapat membahayakan kesehatan dan masa depan mereka. Mari bergandengan tangan melindungi generasi masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi rokok dan nikotin menuju visi Generasi Emas pada 2045.

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…