NERACA
Jakarta – Para analis pasar modal masih menyakini, pasar obligasi masih diminati investor ritel baik lokal maupun asing, kendatipun hasil penjualan Saving Bond Ritel seri SBR003 sebesar Rp 1,92 triliun meleset dari target pemerintah yang hanya terpenuhi target indikatif Rp 1 triliun.
Fund Manager Capital Asset Management, Desmon Silitonga mengatakan, instrumen obligasi semacam SBR003 tetap dibutuhkan oleh investor ritel terutama yang berasal dari generasi milenial. Investor ritel memang menginginkan instrumen obligasi yang tergolong murah dari segi nilai investasi minimal. Hal ini sejalan dengan penghasilan investor tersebut yang tidak terlalu besar. Di sisi lain, investor ritel juga menginginkan imbal hasil yang tinggi. “Di masa mendatang, pemerintah perlu memperbanyak instrumen obligasi yang menawarkan imbal hasil menarik namun terjangkau bagi investor ritel,”ujarnya di Jakarta, kemarin.
Sementara analis Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar menambahkan, selain faktor nilai investasi minimal dan tawaran imbal hasil, investor ritel juga akan mempertimbangkan faktor likuiditas ketika hendak memilih instrumen obligasi yang diinginkannya. Dalam hal ini, suatu instrumen obligasi akan menarik bagi investor ritel jika mampu memberikan kemudahan ketika ingin melakukan pembelian atau penjualan berkali-kali di pasar sekunder.
Dia menambahkan, pilihan instrumen obligasi bagi investor ritel pada dasarnya beragam. Bagi investor ritel yang aktif atau memiliki bekal pengetahuan tentang investasi yang mumpuni, membeli obligasi secara langsung dapat menjadi pilihan yang menarik. Namun, jika investor ritel tersebut bertipikal pasif atau belum memiliki pengetahuan investasi yang berlimpah, membeli reksadana pendapatan tetap juga dapat menjadi pilihan. Hal ini mengingat pengelolaan reksadana diserahkan kepada manajer investasi yang sudah profesional dan paham akan seluk-beluk pasar.
Sebagai informasi, SBR003 merupakan Surat Berharga Negara (SBN) retail perdana yang dijual online. Pemerintah menargetkan penjualan minimal Rp 1 triliun. SBR adalah instrumen investasi yang tidak dapat diperdagangkan. Meski begitu, ada fasilitas early redemption alias pencairan sebagian pokok sebelum jatuh tempo. SBR memiliki kupon mengambang dengan kupon minimal (floating with floor). Penjualan SBN ini merupakan upaya pemerintah untuk memperdalam pasar SBN sekaligus untuk inklusi finansial.
Melalui penjualan secara online, pemerintah berharap SBR ini bisa diserap investor berusia 40 tahun ke bawah, termasuk generasi milenial.
NERACA Jakarta – Menurunnya daya beli masyarakat memberikan dampak berarti terhadap pelaku usaha dan industri ritel, termasuk Food and beverage…
NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) menargetkan produksi bauksit pada tahun 2025 di kisaran 4,7 juta…
NERACA Jakarta -Pacu pertumbuhan bisnisnya, PT Jaya Trishindo Tbk (HELI) melalui anak perusahaannya, PT Komala Indonesia menambah armada berupa satu…
NERACA Jakarta – Menurunnya daya beli masyarakat memberikan dampak berarti terhadap pelaku usaha dan industri ritel, termasuk Food and beverage…
NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) menargetkan produksi bauksit pada tahun 2025 di kisaran 4,7 juta…
NERACA Jakarta -Pacu pertumbuhan bisnisnya, PT Jaya Trishindo Tbk (HELI) melalui anak perusahaannya, PT Komala Indonesia menambah armada berupa satu…