Perang Dagang Amerika-Tiongkok - Kebijakan Proteksionisme Trump Dinilai Bakal Rusak Ekonomi AS

NERACA

Jakarta – Hambatan perdagangan "merugikan" bagi konsumen dan pekerja, seorang ahli ekonomi AS mengatakan kepada Xinhua pada pekan lalu mengomentari ketegangan perdagangan baru-baru ini antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Penelitian terbaru telah menyoroti bahwa ketidakpastian kebijakan juga dapat memiliki efek kesejahteraan negatif bagi konsumen.

"Para ekonom umumnya percaya bahwa tarif atau hambatan perdagangan lainnya merugikan konsumen, karena mereka meningkatkan harga barang-barang yang dikonsumsi di dalam negeri," kata Nitya Pandalai Nayar, asisten profesor di departemen ekonomi di University of Texas di Austin.

Nayar juga mengatakan penelitian terbaru menunjukkan bahwa para pekerja akan menghadapi periode penyesuaian yang sulit dalam menanggapi guncangan perdagangan. "Ada konsensus luas di kalangan ekonom bahwa ada keuntungan agregat dari perdagangan, dan dalam arti itu, hambatan perdagangan merugikan konsumen dan ekonomi agregat," kata Nayar, disalin dari Antara.

Ketika ditanya tentang defisit perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, Nayar mengatakan ada beberapa kesalahpahaman umum tentang masalah ini. "Kita harus sangat berhati-hati dalam menafsirkan defisit perdagangan bilateral semacam itu. Misalnya, sebagian besar ekspor Tiongkok ke AS adalah karena pemrosesan perdagangan. Dalam hal itu Tiongkok akan benar-benar mengimpor sebagian besar dari nilai ekspor," katanya, mencatat bahwa AS memiliki defisit perdagangan bilateral dengan Tiongkok hanya dalam perdagangan barang, dan tidak dalam perdagangan jasa.

Pemerintah AS pada Selasa (3/4) mengumumkan daftar produk yang diusulkan dikenakan tarif tambahan, yang mencakup ekspor Tiongkok senilai 50 miliar dolar AS dengan tarif yang disarankan sebesar 25 persen.

Tiongkok pada Rabu (4/4) membalas unilateralisme AS dengan rencana tarif yang sama, menerbitkan daftar produk impor dari Amerika Serikat senilai 50 miliar dolar AS yang akan dikenakan tarif lebih tinggi, termasuk kedelai, mobil, dan produk-produk kimia.

Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara Tiongkok telah memutuskan untuk mengenakan tarif tambahan sebesar 25 persen atas 106 item produk-produk di bawah 14 kategori, Departemen Keuangan Tiongkok mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Sebelumnya, Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) pada Selasa (3/4) menerbitkan usulan daftar barang-barang Tiongkok yang dikenakan tarif tambahan 25 persen, di tengah-tengah penentangan kuat dari Tiongkok dan kelompok bisnis AS. Daftar yang diusulkan mencakup sekitar 1.300 produk yang diimpor dari Tiongkok, termasuk industri-industri seperti kedirgantaraan, teknologi informasi dan komunikasi, robotika, dan mesin, Kantor USTR mengatakan dalam sebuah pernyataan, mencatat bahwa mereka bernilai sekitar 50 miliar dolar AS dari nilai perdagangan tahunan.

Tiongkok telah menekankan bahwa pihaknya siap untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna membela kepentingannya yang sah, sambil berharap untuk menangani sengketa perdagangan dengan Amerika Serikat melalui dialog dan konsultasi. "Kami tidak menginginkan perang dagang, tetapi kami tidak takut. Jika seseorang bersikeras memulai perang dagang, kami akan berjuang sampai akhir," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang, Selasa (3/4), disalin dari Antara.

Amerika Serikat harus tetap rasional, mendengarkan desakan dari komunitas-komunitas bisnis dan masyarakat umum, membuang unilateralisme dan proteksionisme perdagangan, mengatasi perselisihan melalui dialog dan konsultasi, dan bekerja dengan Tiongkok untuk pengembangan perdagangan bilateral yang sehat dan mantap yang menguntungkan kedua belah pihak, juru bicara mengatakan.

Daftar tarif yang diusulkan didasarkan pada apa yang disebut Bagian 301 penyelidikan dugaan praktek-praktek kekayaan intelektual dan transfer teknologi Tiongkok, diluncurkan oleh pemerintahan Trump pada Agustus 2017.

Sekarang, hal itu akan menjalani tinjauan lebih lanjut dalam pemberitahuan publik dan proses komentar, termasuk dengar pendapat, sebelum USTR mengeluarkan keputusan akhir pada produk-produk Tiongkok yang dikenakan tarif tambahan, menurut Kantor USTR.

Kelompok bisnis dari Tiongkok dan Amerika Serikat dalam beberapa pekan terakhir telah memperingatkan pemerintahan Trump untuk tidak memajukan rencana tarifnya pada impor Tiongkok, karena akan meningkatkan biaya untuk konsumen dan perusahaan Amerika serta memiliki efek negatif pada pasar keuangan.

"Memaksakan pajak atas produk yang digunakan setiap hari oleh konsumen Amerika dan pencipta lapangan kerja bukanlah cara untuk mengatasi masalah perdagangan antara AS dan Tiongkok," Myron Brilliant, wakil presiden eksekutif dan kepala urusan internasional di Kamar Dagang AS.

BERITA TERKAIT

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…