MENKEU EVALUASI ULANG INSENTIF PAJAK - Pembeli BKP Wajib Isi Data NIK

 

Jakarta-semua pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP) yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib memberikan informasi atau identitasnya seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai 1 April 2018. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mengevaluasi ulang kebijakan insentif pajak yang kurang mendapat respon dari kalangan pengusaha.

NERACA

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, untuk pembuatan faktur pajak, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) seharusnya menggunakan e-Faktur. Di sana, terdapat ketentuan mencantumkan identitas pembeli termasuk NPWP. Namun kenyataannya, ada pembeli terutama orang pribadi tidak mau atau mengaku tidak memiliki NPWP.

"Kami mengindikasikan ini sudah berjalan cukup lama. Dan pembeliannya tidak sedikit. Pembeliannya miliaran rupiah, pribadi ke pabrik membeli barang, tetapi jumlahnya besar tapi dia bilang tak punya NPWP," ujarnya di Jakarta, belum lama ini.  Hal ini yang kemudian akan ditindaklanjuti oleh DJP sehingga menimbulkan perlakuan yang adil dengan PKP.

Karena itu, menurut dia, pembeli yang mengaku tidak punya NPWP harus menyertakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dari e-KTP. "Supaya nanti bisa kita pantau siapa pembelinya," ujar Hestu.

Dalam regulasi sebelumnya, ketentuan ini seharusnya berlaku 1 Desember 2017 melalui Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-26/PJ/2017, namun DJP memperbaiki aturan tersebut menjadi berlaku mulai 1 April 2018. "Semua harus sudah siap, sejak 1 April pembeli tak punya NPWP wajib memberikan NIK kepada penjual untuk dimasukan e-faktur. Kalau e-faktur tanpa memasukan itu secara sistem tidak bisa dibuat, dikunci di situ," tutur dia.

Dia mengatakan, ketentuan ini tidak berlaku untuk pembeli eceran atau ritel. "Ketentuan ini tidak berlaku untuk yang eceran, yang langsung ke customer, kayak ritel enggak mungkin ritel eh mau beli NIK-nya mana," ujarnya.

Sebelumnya, Ditjen) Pajak menunda aturan wajib mencantumkan informasi atau identitas pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP) yang tidak memiliki NPWP karena beberapa hal. Seharusnya aturan itu berlaku mulai 1 Desember 2017.

Ditjen Pajak menjelaskan, tujuan Perdirjen 26/2017 ini diterbitkan untuk melindungi Pengusaha Kena Pajak (PKP) agar mendapat perlakuan yang sama (equal treatment) bagi para pengusaha. Sebab, dalam praktiknya, disinyalir banyak pengusaha orang pribadi yang membeli barang dalam jumlah besar, (yang ditujukan untuk diolah atau diperjualbelikan kembali), tetapi mengaku tidak memiliki NPWP.

Akibat yang terjadi adalah sebagian pengusaha yang memiliki NPWP, menjadi PKP dan membayar pajak, sedangkan sebagian lainnya lagi tetap tidak masuk ke dalam sistem perpajakan. "Jadi untuk mendorong kepatuhan para pengusaha tersebut, maka pembeli yang tidak memiliki NPWP harus menunjukkan atau memberikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk dicantumkan sebagai identitas pembeli dalam e-faktur pajak."

Namun, pelaksanaannya harus ditunda karena pertimbangan beberapa hal:

-PKP membutuhkan kesiapan untuk menyesuaikan administrasi dalam pembuatan dan pelaporan e-faktur atas penyerahan BKP atau JKP untuk mengakomodasi kewajiban pengisian kelengkapan faktur pajak sesuai PER-26/PJ/2017.

-Dari aspek administrasi perpajakan, diperlukan penyempurnaan aplikasi e-faktur untuk memberikan dukungan validasi kelengkapan pengisian faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP sebagaimana diwajibkan dalam PER-26/PJ/2017.

-Diperlukan sosialisasi bagi PKP dan masyarakat (pembeli), serta diseminasi internal bagi petugas pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk memberikan pemahaman yang sama dalam penerapan PER-26/PJ/2017.

Selama jangka waktu penundaan dimaksud, tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak masih mengikuti Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.

Tidak Laku

Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, pihaknya akan mengevaluasi kembali insentif pajak tax holiday dan tax allowance, yang selama ini diberikan pemerintah kepada pengusaha. Pasalnya, meskipun telah lama dikeluarkan namun hingga kini, insentif tersebut tidak laku dan dilirik oleh pengusaha.

"Kita sudah mencanangkan tax allowance dan tax holiday tapi enggak ada satupun yang apply. Kenapa? Apa tidak menarik atau perlu insentif lain? Kita akan lihat apa sih kondisi yang bisa mentrigger mereka untuk ekspansi," katanya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (8/1).

Menkeu mengatakan, insentif pajak tersebut sejatinya disusun berdasarkan masukan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan dunia industri. Saat disusun kala itu, mereka kompak mengatakan bahwa tax holiday dan tax allowance merupakan bentuk insentif yang diperlukan oleh dunia usaha.

"Itu kan sebenarnya (tax holiday dan tax allowance) sudah diformulasikan cukup lama selama ini. Hampir 10 tahun, waktu saya jadi Menkeu dahulu kala. Waktu itu disusun berdasarkan masukan dari BKPM, industri, dan mereka mengatakan itu bentuk insentif yang diperlukan, seperti depresiasi yang dipercepat, berbagai hal yang kita masukkan. Lost carry forward. Beberapa hal itu mungkin kita perlu review lagi. Sekarang ini kebutuhan industri seperti apa," ujarnya.

Karena itu, Sri Mulyani mengaku akan mengkaji ulang mengenai insentif tersebut. Termasuk mengenai halangan yang membuat dunia usaha tidak berminat untuk memperoleh tax holiday dan tax allowance.

"Banyak sekali perubahan hampir 10 tahun lalu. Kalau tadi masukannya mengenai daya kompetisi kita adalah labour weight, ada masalah bahan baku, ya kita akan lihat. Kalau halangannya banyak hal lain, ya kita akan dengar dan nanti akan disampaikan kepada menteri yang lain. Kan tidak semua persoalannya itu soal keuangan," ujarnya.

Restrukturisasi Organisasi

Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan restrukturisasi organisasi di kantor pelayanan pajak (KPP) dan kantor wilayah (kanwil) sebagai salah satu bentuk reformasi pajak tahun ini. Hal itu dilakukan untuk mengejar target raihan pajak sebesar Rp1.423,9 triliun. "Restrukturisasi organisasi untuk perbaiki kinerja," ungkap Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pajak DJP Kemenkeu, beberapa waktu lalu.

Soalnya, penerimaan pajak tahun lalu masih sedikit dibantu oleh penerimaan tidak berulang, seperti program amnesti pajak sebesar Rp12 triliun. Sayangnya, tahun ini program itu tidak akan terjadi lagi, sehingga penerimaan pajak cuma mengandalkan penerimaan berulang.

Beberapa sumber penerimaan pajak yang dimaksud, yakni Pajak Penghasilan (PPh) non migas, PPh migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). "Target 2018 kalau dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pertumbuhannya hanya sekitar 10%," ujar Robert.

Untuk merealisasikan target itu, DJP Kemenkeu juga akan mengubah sistem baru agar teknologi informasi di perpajakan semakin membaik. Salah satunya, pemerintah akan membeli sistem teknologi baru tahun ini. "Supaya DJP bisa memberdayakan dengan sistem yang baru," tutur dia.

Selain itu, perubahan aturan pajak diyakini menambah gairah kepatuhan pembayaran pajak tahun ini. Beberapa perubahan aturan yang sedang dalam proses, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) PPh dan PPN. "Ini sedang digodok di Kemenkeu," ujarnya.

Tidak hanya itu. DJP juga akan melanjutkan kegiatan rutin yang selama ini dilakukan guna menggapai target pajak tahun ini. Kegiatan tersebut, di antaranya edukasi dan pelayanan pajak. "Kemudian, pengawasan yang selama ini dilakukan dan sudah ada prosedurnya kami akan tetap lakukan," katanya.

Sebagai informasi, realisasi pajak tahun lalu hanya tercapai 89,7% atau sebesar Rp1.151 triliun dari target APBNP 2017 sebesar Rp1.283,6 triliun. Meski tidak sepenuhnya tercapai, jumlah realisasi ini meningkat 4,08% dari realisasi tahun 2016 sebesar Rp1.105 triliun. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…