TANTANGAN UBAH PARADIGMA GENERASI MUDA - Presiden: Peluang Ekonomi Digital Sangat Besar

Jakarta-Presiden Jokowi mengatakan, ekonomi digital di Indonesia memiliki peluang sangat besar. Kepala Negara memprediksi potensinya mencapai US$130 miliar dalam lima tahun ke depan. "Ke depan digital economy memberikan kesempatan ke anak muda. Lima tahun ke depan ada peluang US$130 miliar di negara kita," ujarnya saat menjadi pembicara kunci dalam acara  di Gedung Sasana Budaya Ganesha ITB Bandung, Senin (18/11).

NERACA

Karena itu, Presiden mendorong lebih banyak generasi muda di Tanah Air untuk memasuki bidang tersebut meskipun dia menyadari merintis usaha bukan sesuatu yang mudah. Hal terpenting, menurut Jokowi, adalah mengubah paradigma setelah menyelesaikan pendidikan di bangku kuliah.

"Memang memulai usaha itu tidak mudah. (Tapi) yang paling penting mengubah paradigma, setelah kuliah mau apa jangan sampai semua mau jadi pegawai," ujar Jokowi.

Presiden juga mengajak generasi muda untuk menimba ilmu dan belajar dari siapa pun dan dari mana pun termasuk dari narasumber wirausaha sukses tentang kegagalan dan tidak mudah menyerah.

Menurut Jokowi, jumlah pengusaha di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan data Bank Dunia, idealnya jumlah pengusaha di satu negara mencapai 4% dari jumlah penduduk.

Di Indonesia, jumlah pengusaha baru 3,3% dari jumlah penduduk. Ini lebih rendah, misalkan dibandingkan Singapura yang mencapai 7%, Thailand (4,5%) dan Malaysia 4%. "Jadi peluang di kita masih terbuka," ujarnya.

Jokowi meminta anak muda di Indonesia mencontoh pengusaha seperti William Tanuwijaya, CEO dan Pendiri Tokopedia serta Andi Taufan Garuda Putra, CEO dan Pendiri Amartha. "Ada kesempatan yang besar dalam lima tahun ke depan, ada peluang US$ 130 miliar. Peluang di negara kita gede sekali kalau dirupiahkan berapa. Peluang seperti ini yang saudara bisa masuk secepatnya," ujarnya.

Selain itu, Presiden mengingatkan untuk benar-benar mengukuhkan niat sebagai pengusaha dari awal. Sejak dini, ubah paradigma ingin menjadi pekerja usai kuliah. "Jadilah pengusaha sebagai sebuah pilihan bukan keterpaksaan...sadar akan pilihan kita," tutur dia.

Mengenai waktu yang tepat untuk memulai usaha, menurut Jokowi, tidak ada waktu yang tepat. "Memulai bisa kapan saja, tapi tidak pernah akan jadi kalau tidak memulai. Bagaimana akan jadi kalau memulai saja tidak," ujarnya.

Solusi Fintech

Pada bagian lain, solusi financial teknlogi (Fintech) sebagai salah alternative pembiayaan ekonomi digital belakangan ini telah banyak diminati masyarakat. Salah satu indikatornya, adalah semakin meningkatnya nilai pinjaman masyarakat melalui Fintech.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Oktober 2017, jumlah peminjam melalui solusi Fintech melonjak lebih dari 300% ketimbang periode yang sama 2016. Hasilnya, outstanding pinjaman pun hampir menyentuh Rp2 triliun per Oktober 2017.

Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi meyakini nilai pembiayaan oleh Fintech akan terus bertambah, diperkirakan  tahun depan nilai outstanding pinjaman mencapai kisaran Rp4 triliun-Rp6 triliun.

"Tren akumulasinya memang terus meningkat karena masyarakat luas akan semakin merasakan manfaat dari model pendanaan gotong royong secara daring ini," ujarnya, belum lama ini.

Meski demikian, Hendrikus menilai belum akan terjadi kompetisi sengit dengan perbankan yang merupakan tulang punggung pembiayaan aktivitas perekonomian di Indonesia. Apalagi, OJK juga sudah bergerak cepat dalam menganalisis tren Fintech ini dengan menerbitkan Peraturan OJK No 77/2017. Salah satu isi beleid itu, adalah keharusan bagi pelaku Fintech untuk berada dalam mekanisme perbankan nasional.

Selain itu, para penyelenggara wajib membuka escrow account (rekening penampung/sementara) dan akun virtual di perbankan. “Pengguna pun wajib memiliki rekening bank,” ujar Hendrikus.

Fakta itu membuat bank dan tekfin perlu berkolaborasi. Terlebih, sebagian besar pemanfaat solusi Fintech merupakan pihak belum bankable. "Sejauh ini secara nalar akal sehat, sulit mengatakan tekfin merupakan pesaing pelaku industri keuangan formal," ujarnya.

Kalangan perbankan juga mengakui saat ini masyarakat semakin membutuhkan solusi pendanaan yang cepat, mudah, dan praktis. Menurut Executive Director Head of Digital Banking Bank DBS Indonesia, Leonardo Koesmanto, sekitar 30% jenis pekerjaan di sektor perbankan akan menghilang dalam lima tahun ke depan. Kondisi ini tentu memaksa perbankan untuk beradaptasi dengan kehadiran Fintech yang memiliki sejumlah keunggulan, seperti organisasi yang ramping dan penetrasi yang dinamis. "Kolaborasi dan ko-inovasi dengan Fintech merupakan jalan terbaik bagi bank untuk mempertahankan pertumbuhannya.

Bila dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang masih unbankable sekitar 160 juta orang, para pelaku Fintech optimistis prospek bisnis mereka akan terus cerah di waktu mendatang. "Dengan banyaknya ragam kategori layanan yang ditawarkan, kami melihat perkembangan Fintech di Indonesia ini akan semakin menjanjikan," ujar Co-founder & CEO of Investree Adrian Gunadi kepada pers di Jakarta, belum lama ini.

Menurut dia, masih banyak ruang potensi layanan yang bisa ditingkatkan sehingga ke depan bukan hanya mampu membuka akses bagi UMKM yang belum bankable, melainkan juga mendukung target pemerintah menjadikan 8 juta UMKM Go Online.

"Tantangannya, karena industri Fintech ini baru, talenta yang tersedia di pasar yang sudah menguasai industri juga belum banyak. Kita harus mengalokasikan waktu untuk membinanya, selain mengedukasi masyarakat mengenai Fintech itu sendiri," ujarnya seperti dikutip laman mediaindonesia.com.

Tahun depan, pihaknya berencana untuk memperluas pasar, antara lain lewat diversifikasi produk serta kolaborasi dengan institusi finansial dan korporasi. Dia juga membidik kemitraan dengan perusahaan e-commerce untuk fasilitas pembiayaan bagi seller.

"Ini untuk membangun ekosistem digital yang lebih luas dan terintegrasi baik dengan sesama pelaku Fintech maupun institusi keuangan, telekomunikasi, dan industri lain," ujarnya.

Maraknya ekonomi digital belakangan ini juga berkat dukunganmunculnya Peraturan Presiden (Perpres) No 74 Tahun 2017 yang menjadi tonggak penting dalam pengaturan perdagangan elektronik (e-commerce) di Indonesia. Aturan tersebut setidaknya mengatur tujuh hal di antaranya teknologi, pajak, logistik, perlindungan konsumen, sosialisasi, keamanan siber, dan infrastruktur.

Setelah perpres tersebut, pemerintah semakin gencar menyusun aturan teknis dengan membentuk tiga kelompok kerja (pokja) seusai rapat koordinasi mengenai peta jalan e-commerce di Kementerian Keuangan, awal bulan ini. Tiga pokja dibentuk untuk memudahkan pembuatan aturan teknis yang nanti berbentuk peraturan menteri.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan, ketiga pokja dibentuk untuk memudahkan proses sinkronisasi pembuatan aturan dari 31 inisiatif yang terdapat dalam Perpres 74/2017. "Ini supaya memudahkan karena pembuatan aturannya perlu koordinasi dari setiap pemangku kepentingan yang terlibat," ujarnya.

Ketiga pokja itu meliputi isu perdagangan yang berada di bawah Kementerian Perdagangan, isu infrastruktur, serta sistem informasi yang dipimpin Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan isu terkait dengan fiskal-pajak-bea cukai yang dipimpin langsung Kementerian Keuangan.

Aturan yang dikeluarkan nanti, menurut Rudiantara, lebih banyak menyasar platform e-commerce yang beroperasi di Indonesia. Platform yang berasal dari luar negeri selama beroperasi di Indonesia, harus mengikuti aturan main yang telah dikeluarkan pemerintah.

Ketua Umum Asosiasi Perdagangan Elektronik Indonesia (Idea) Aulia E Marinto mengatakan, masih banyak yang harus dibahas lebih dalam antara pelaku usaha dan pemerintah terkait dengan peta jalan tersebut. "Salah satunya soal pajak yang masih berlangsung dialog hangat dengan pemerintah," ujarnya.

Aulia memprediksi platform e-commerce akan terus tumbuh di Indonesia pada 2018 dengan munculnya pemain lokal di setiap daerah. Karena itu, pendataan yang valid terkait dengan e-commerce sedang dilakukan Idea bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melihat potensi riil dari keberadaan perdagangan elektronik di Indonesia.

Rektor ITB Kadarsah Suryadi juga melihat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seperti e-commerce akan paling cepat terjadi. Dia memprediksi lapangan kerja akan berbasis komputer dan TIK dapat mencapai 50% dari ketersediaan yang ada pada 2030. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…