Menjaga Petani Kecil

Di tengah ketidakpastian global saat ini, Indonesia sebenarnya memiliki kekuatan ekonomi lokal luar biasa, salah satunya kekuatan pertanian skala kecil. Persoalannya sekarang kekuatan ini cenderung dilupakan. Berbeda dengan kondisi di masa lalu, ketika harga cabai naik tak terkendali  pada 1995/1996, Presiden Soeharto dalam siding kabinet membawa tanaman cabai dalam pot yang sedang berbuah warna-warni, ada hijau muda, merah, dan ungu. Tentu saja sejumlah menteri saat itu terheran-heran, dan menduga presiden akan marah. Ternyata Soeharto tidak marah.

Presiden Soeharto lalu menjelaskan cara bertanam cabai dalam pot. Dari menyiapkan pot, tanah, bibit, pupuk, hingga cara menanam dan memeliharanya. Soeharto menganjurkan ibu-ibu rumah tangga di perkotaan diajari menanam cabai dalam pot. Sehingga ketika ada gejolak harga cabai, ibu-ibu tidak ikut berebut di pasar.

Itulah cara Presiden Soeharto “marah”. Beliau memberikan solusi dengan sasaran rumah tangga perkotaan. Penanaman cabai dalam pot jadi program Dharma Wanita, suatu organisasi istri PNS. Kantor Menteri Negara Pangan mencetak brosur penanaman cabai dalam pot dan membuat pelatihan.

Kemudian Kementerian Pertanian mengatur pertanaman cabai antardaerah supaya tidak ada kekosongan pasokan antarwaktu. BPS melakukan analisis untuk melihat gejolak harga antarwaktu dan antardaerah dengan seri waktu yang panjang.  

Jadi, menurut pengamat pertanian Khudori, moral penting dari cerita ini adalah suatu gejolak harga pangan, apakah cabai dan bawang merah seperti saat ini atau komoditas pangan lainnya harus ditangani serius antarkementerian, melibatkan daerah, perlu ada terobosan penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang, dan dilakukan secara konsisten.

Bukan seperti pemadam kebakaran. Pesannya, kekuatan pertanian skala kecil  seperti menanam cabai dalam pot, dapat mengurangi gejolak harga. Jadi sebenarnya pertanian kecil itu tidak hanya indah, tetapi juga hebat. Di tingkat dunia, peran pertanian skala kecil diakui resmi banyak pihak.

Menurut FAO, pertanian kecil berperan amat penting dalam memberantas kelaparan dan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, meningkatkan mata pencarian, pengelolaan sumber daya alam, melindungi lingkungan, dan mencapai pembangunan berkelanjutan, khususnya di perdesaan.

Selama ini peran itu diabaikan. Pertama, sampai saat ini 75% warga miskin adalah petani kecil. Porsi petani kecil di Asia mencapai 85%, di Indonesia mencapai 55%. Menggenjot investasi pada pertanian skala kecil tidak hanya memberi pangan dunia, tapi juga menyelesaikan kemiskinan dan kelaparan.

Kedua, 500 juta dari 570 juta petani di dunia adalah petani skala kecil. Sekitar 70% kebutuhan makan lebih 7,4 miliar penduduk Bumi saat ini disumbang oleh mereka (Lowder et. all, 2014). Sisanya diproduksi industri (MNC) yang membentuk sistem rantai pangan (agrifood chain).

Bumi akan dilanda kelaparan akut tanpa pertanian skala kecil. Ketiga, hasil risetriset ekstensif menunjukkan pertanian keluarga/ kecil jauh lebih produktif dari pertanian industrial, karena mengonsumsi sedikit energi, terutama apabila produksi pangan diperdagangkan di tingkat lo kal/regional (Rosset, 1999).

Keempat, bukti-bukti menunjukkan pertanian skala kecil dan terdiversifikasi bisa beradaptasi dan pejal (resilience), ini sekaligus suatu model keberlanjutan yang lebih ramah kearifan lokal dan keanekaragaman hayati. Sejak 1960-an, petani mengembangkan 1,9 juta varietas tanaman.

Pada saat yang sama, industri pemulia tanaman hanya mengembangkan 72.500 varietas. Kelima, pertanian skala kecil lebih ramah terhadap perubahan iklim (Altieri, 2008). Di Indonesia, peran pertanian skala kecil luar biasa. Peran mereka bisa dihitung secara sederhana. Produksi padi pada 2015 sebesar 75,55 juta ton gabah. Bila dikalikan Rp4.500/kg nilainya Rp339,97 triliun.

Apakah ada kekuatan korporasi di Indonesia sebesar itu? Hebatnya lagi, mereka pakai modal sendiri, bahkan jika gagal panen ditanggung sendiri. Apa peran negara dalam membantu petani kecil? Boleh dikatakan minimal, kalau tidak disebut tak ada. Petani dibiarkan gurem. Akses terhadap lahan nyaris tertutup.

Lantas premis dasar kebijakan yang diyakini saat ini adalah usaha besar memiliki kapasitas lebih tinggi dari petani. Padahal, bukti-bukti empiris menunjukkan sebaliknya. “Sesat pikir” ini hanya bisa diakhiri apabila pertanian dan petani kembali dipandang sebagai pelaku utama, yang tidak saja jadi tulang punggung ekonomi puluhan juta warga, tapi juga penjaga stabilitas sosial-politik dan keutuhan NKRI. Semoga!



BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…