Revolusi Daya Saing Nasional

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

Indeks Daya Saing Global atau Global Competitiveness Index tahun 2016 cukup mengejutkan. Peringkat Indonesia turun dari posisi 37 menjadi 41. Sontak muncul pertanyaan, bagaimana mungkin daya saing menurun padahal Pemerintah sudah menerbitkan 13 paket kebijakan dan dalam berbagai kesempatan terus menunjukkan komitmen dalam perbaikan daya saing?

Ditelisik lebih dalam, dari 12 kriteria penilaian daya saing dibanding negara lain di asia pasifik, Indonesia tertinggal dalam hal kualitas kelembagaan, infrastruktur, kesehatan, efisiensi pasar, tenaga kerja, dan aplikasi teknologi.

Faktanya reformasi birokrasi terus berjalan tapi soal institusi atau kelembagaan masih tertinggal. Nampaknya Indonesia perlu mencontoh India dibawah Modi. Peringkat India dari segi institusi melesat di posisi 42, sedangkan Indonesia turun ke- 56. Padahal di tahun 2015 lalu, peringkat institusi India ada di posisi 70 sedangkan Indonesia 53.

Oleh karena itu dibandingkan terus menerus mengeluarkan paket kebijakan ada baiknya Pemerintah perlu melakukan evaluasi terkait pelaksanaan paket deregulasi. Misalnya persoalan banyaknya perizinan yang menghambat industri, ternyata apa yang dilakukan Pemerintah pusat dan daerah tidak singkron. Dalam hal deregulasi Pemerintah memang sudah memotong banyak peraturan, tapi perlu dilihat dari sisi pelaksanaan teknis.

Perizinan merupakan sumber pendapatan asli daerah. Pemotongan izin menjadi lebih singkat tentu menimbulkan polemik di level daerah. Ada potensi pendapatan yang hilang. Disatu sisi pemotongan transfer daerah yang dilakukan oleh pemerintah pusat jelas menyebabkan keuangan daerah limbung. Disini terletak perbedaan prinsip antara pusat dan daerah sehingga deregulasi cenderung lambat implementasinya.

Masalah berikutnya terkait daya saing adalah tenaga kerja. Peringkat Indonesia dari sisi daya saing tenaga kerja berada di posisi 81, tertinggal dibawah Malaysia (33), dan Filipina (57). Faktor utama kurangnya kompetisi tenaga kerja kita dibanding rata-rata negara lain di asia terletak pada skill gap atau selisih antara keahlian dan kebutuhan industri. Banyaknya pengangguran terdidik yang trennya terus meningkat jadi bukti bahwa keahlian yang dipelajari di bangku kuliah tidak terserap oleh pasar.

Selain faktor skill gap, daya saing juga ditunjukkan dari sisi kualitas industri. Sektor industri yang diharapkan dapat terus tumbuh menopang perekonomian ternyata harus banyak berbenah. Deindustrialisasi sudah mulai terjadi sejak 10 tahun terakhir. Porsi sektor industri terhadap perekonomian kian menurun.

Akibat dari deindustrialisasi menyebabkan kualitas penyerapan tenaga kerja terus anjlok. Pada tahun 1980-an, setiap 1% pertumbuhan ekonomi mampu menyerap hingga 500.000 orang tenaga kerja. Sekarang elastisitas penyerapan terus menurun, pada tahun 2016 serapan tenaga kerja berada dibawah 200.000 orang per 1% pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu Pemerintah harus lebih fokus pada pembenahan sektor industri sebagai langkah konkret melakukan revolusi daya saing. 

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…