Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Badan Pusat Statistik (BPS) baru – baru ini merilis adanya penurunan sedikit indeks ketimpangan pendapatan sebesar 0,01 yaitu dari 0,41 (2014) menjadi 0,40 (2015) di tengah keprihatinan ekonomi nasional saat ini. Meski penurunan indeks itu terkesan ada perbaikan, kondisi sebagian besar masyarakat Indonesia masih hidup dengan penghasilan minimal US$2 atau setara Rp 26.000 per hari.

Indeks ketimpangan yang lazim dikenal dengan “Koefisien Gini” mencerminkan ketimpangan pendapatan rakyat dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB), yang apabila skalanya mendekati nol mengindikasikan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna. Sebaliknya bila skalanya mendekati angka satu, mencerminkan suatu ketimpangan yang sempurna.  Rasio Gini Indonesia pada 2010/2011 tercatat 0,36 meningkat menjadi 0,41 (2014/15) dan 0,40 pada periode 2015/2016.

Adalah konsep ekonomi berkeadilan sebenarnya sebuah antagonis dari sistem ekonomi pada masa orde baru. Dalam pemerintahan Orba maupun Reformasi, penekanan tentang sektor ekonomi lebih mengedepankan pada kemakmuran(trickling-down effect approach). Paradigma tersebut dapat dilihat dengan ciri utamanya adalah sentralisasi kebijaksanaan pengelolaan ekonomi dan keuangan negara serta target stabilisasi politik yang bersifat represif oleh pemerintah pusat. Strategi pembangunan serupa ini terutama dimaksudkan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan harapan selanjutnya akan tercipta peluang kerja yang luas dan merata akibat adanya mekanisme tersebut.

Meski tidak dapat disangkal bahwa strategi pembangunan serupa itu telah memberikan hasil, diantaranya telah tercipta transformasi struktural dalam beberapa aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti ditunjukkan oleh angka-angka pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang cukup menakjubkan, penurunan angka jumlah orang miskin dan lain sebagainya, namun menurut banyak pengamat hasil tersebut hanya bersifat semu. Karena hasil yang diperoleh bukan diciptakan dan dinikmati oleh sebagian besar  masyarakat Indonesia, tetapi hanya untuk kepentingan segelintir masyarakat tertentu (konglomerat).

Melihat gambaran tersebut, kita perlu memberikan wawasan ke depan perlu adanya konsep yang lebih mengedepankan keadilan. Yaitu pendekatan ekonomi berkeadilan lebih didahulukan baru kemakmuran (equity with growth approach) bukan mendahulukan kemakmuran baru keadilan(trickling-down effect approach ). Karena  sudah menjadi kebiasaan yang latah pada setiap manusia jika mereka mencapai kemakmuran,  mereka akah melupakan orang lain dan lingkungan sekitrarnya.

Ini mirip dengan sistem ekonomi Pancasila, kesejahteraan rakyat adalah prioritas utama. Kalau dalam ekonomi kapitalisme, perekonomian hanya dikuasai oleh sebagi orang saja sedangkan dalam ekonomi komunisme lebih condong pada sosialisme dengan proteksi pemerintah yang kuat, maka ekonomi pancasila berada di tengah- tengah antara keduanya.

Persamaan konsepsi adalah adil sesuai umum, persamaan hukum menjelaskan bahwa di mata hukum kedudukan orang itu sama. Moderat berarti tengah – tengah sehingga dalam mengambil keputusan, orang harus menempatkan posisi pada tengah – tengah dengan tidak bermaksu memihak manapun. Sedangkan Proporsional adalah Adil tidak selalu diartikan sebagai kesamaan hak, namun hak ini disesuaikan dengan ukuran setiap individu atau proporsional, baik dari sisi tingkat kebutuhan, kemampuan, pengorbanan, tanggung jawab, ataupun kontribusi yang diberikan oleh seseorang.

Proporsional tidak saja berkaitan dengan konsumsi, namun juga pada distribusi pendapatan. Suatu distribusi yang adil tidak selalu harus merata, namun perlu tetap memperhatikan ukuran dari masing-masing individu yang ada; mereka yang ukurannya besar perlu memperoleh besar dan yang kecil memperoleh jumlah yang kecil pula.

Ekonomi Pancasila juga mengikuti mekanisme pasar. Dalam arti kebebasan individu tetap berjalan tetapi tetap ada proteksi dari pemerintah. Pemerintah tidak membiarkan pasar berjalan bebas tanpa kendali. Karena dikhawatirkan ketidakadilan dan saling menindas antar pelaku ekonomi akan terjadi. Dengan adanya proteksi regulasi berupa aturan-aturan tersebut dapat terciptalah suatu keadilan. Setelah itu, kemakmuran masyarakat bukan hanya sekadar mimpi di tengah hari bolong, tapi harus benar-benar terwujud. Semoga!

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…