Perlu Kebijakan Instan

Kalangan pengusaha dan investor sekarang menunggu langkah pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi III yang diharapkan dapat terasa manfaatnya dalam jangka pendek. Pasalnya, kondisi perlambatan ekonomi Indonesia saat ini telah berdampak terhadap pengurangan lapangan kerja, penurunan daya saing, dan penurunan daya beli masyarakat. Apalagi Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015-2016 masih di kisaran  4,7% – 5,3%, sedangkan nilai kurs rupiah terhadap dolar AS terus melemah mendekati level Rp 15.000 per US$.

Setelah paket kebijakan ekonomi yang pertama dan kedua diumumkan, harga-harga kebutuhan pokok dan inflasi masih cukup tinggi, ekspor terus menurun, dan sejumlah perusahaan/ pabrik telah mengurangi bahkan menutup kegiatan usaha, terutama industri dengan bahan baku impor.

Kita memahami bahwa perlambatan ekonomi dan pelemahan kurs juga terjadi di berbagai negara, termasuk di Uni Eropa, Amerika latin, Tiongkok, India, Jepang, Malaysia, dan sebagainya. Sementara ekonomi AS terus membaik pasca krisis 2008 dibandingkan ekonomi Tiongkok dan Jepang yang cenderung melambat.

Pelemahan kurs merupakan dampak dari berbagai kebijakan ekonomi AS yang secara sistematik mendorong penguatan US$. Pasar global masih gonjang ganjing atas isu kenaikan suku bunga “The Fed” yang semakin menambah ketidak-pastian di pasar uang. Namun Tiongkok dengan berani mengambil kebijakan devaluasi merespon penguatan US$,  untuk mempertahankan daya saing produk-produknya di pasar mancanegara.

Lantas bagaimana dengan nilai rupiah yang cenderung melemah sepanjang US$ menguat?

Sebagian pelaku usaha di dalam negeri sekarang makin kesulitan bayar utang dalam bentuk US$ seiring dengan penurunan omset, dan bahkan telah mengalami kerugian usaha sejak 1-2 tahun terakhir ini. Sementara sebagian pelaku usaha lainnya, termasuk calon investor masih bersikap menunggu (wait and see). Tentu mereka menunggu paket kebijakan pemerintah yang mampu melakukan perubahan trend yang selama ini menurun dan melambat menjadi tren positif dan lebih cepat (instan).

Kita bersyukur dan memberi apresiasi terhadap pemerintah atas pengumuman dan substansi paket kebijakan ekonomi tahap I dan II yang sudah diluncurkan belum lama ini. Namun demikian, reaksi pasar masih tetap biasa-biasa saja. Sikap wait and see tampaknya masih berlanjut. kurs rupiah juga makin melorot hingga di atas Rp 14.500 per US$. Tampaknya substansi paket kebijakan ini (I dan II) masih dirasa kurang mampu memperbaiki persepsi dan kepercayaan pasar, bahkan kurang efektif sebagai solusi terhadap persoalan utama ekonomi saat ini. Paket kebijakan tersebut diperkirakan lebih banyak akan berdampak untuk jangka menengah dan panjang sebagai percepatan pelaksanaan Trisakti-Nawacita.

Selain itu, paket kebijakan tersebut juga belum diikuti dengan terbitnya peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukumnya. Padahal, menyiapkan rancangan menjadi peraturan resmi dibutuhkan waktu cukup panjang diskusi lintas K/L, sosialisasi, sinkronisasi dan perumusannya hingga menjadi peraturan pemerintah.

Jadi, Paket Kebijakan Ekonomi III perlu lebih fokus dan direalisasikan lebih cepat seperti upaya pemerintah menahan pelemahan kurs melalui pengendalian lalu lintas dan transaksi devisa, mewajibkan para eksportir untuk wajib menyimpan dana di bank dalam negeri untuk jangka 3-6 bulan misalnya dengan landasan hukum Perppu.

Kemudian kebijakan merestrukturisasi pembiayaan impor BBM dan melakukan efisiensi penggunaan US$ oleh Pertamina melalui pembelian crude oil dan bbm dengan sistim konsinyasi, serta membangun sistim storage nasional (bbm dan minyak mentah) dengan kapasitas di atas 10 juta barrel, dan mendorong masuknya US$ ke Indonesia dengan memberi kemudahan dan insentif untuk ekspor dan memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan industri penunjang pariwisata.

Pemerintah juga perlu menjaga stabilitas harga/ inflasi, dengan cara menjamin stok nasional dan pasokan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat di pasar, memperpendek jalur distribusi dan tataniaga komoditas pangan, dan melibatkan peran BUMN/ BUMD, terutama Bulog, dan koperasi sebagai agen pembangunan yang berperan memelihara stok nasional dan stabilitas harga di pasar. Semoga!

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…