Upaya Pemulihan Rupiah

 

Melihat kinerja perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu terus menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Perjalanan ekonomi  domestik  di 2015 terus berada di jalur lambat, yang lanjutan dari ketidakpastian ekonomi sejak pertengahan 2014 silam. Salah satu indikator penting yang menunjukkan performa ekonomi nasional mengalami kelesuan adalah pergerakan nilai tukar rupiah yang bergerak semakin melemah.

Ketika sampai  di awal 2015, kondisi ekonomi dunia terus memburuk, yang juga memukul laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bank sentral AS yang berencana menaikkan suku bunga  yang saat ini 0,25% pada tahun ini membuat dolar AS terasa terus menguat  terhadap semua mata uang di dunia, termasuk menguat terhadap rupiah.

Pertumbuhan ekonomi dunia pada Januari 2015 mengalami revisi pertumbuhan, yakni dari 3,8% menjadi 3,5%.  Sementara pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga mengalami penurunan, yakni dari sebelumnya 7,1% menjadi 6,8% pada 2015. Revisi ini dilakukan sejalan dengan tidak kondusifnya perbaikan ekonomi di negara yang memiliki pengaruh besar terhadap bergeraknya ekonomi dunia.

Khusus Indonesia, pada kuartal II-2015, terpantau mulai terjadi capital outflow dari spekulator asing (hot money) yang melakukan aksi jual di pasar modal lokal. Bahkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok tajam dari level tertinggi 5.523 pada April 2015 menjadi ke 4.470 pada pertengahan Agustus 2015. Rupiah pun terkena imbas dengan bergerak ke kisaran Rp14.000 per US$.

Pada dasarnya, banyak hal yang membuat nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan dari waktu ke waktu. Setidaknya ada dua faktor besar penyebab pelemahan nilai tukar rupiah, yakni datang dari faktor eksternal dan datang dari faktor internal. Butuh tenaga maksimal dari semua pihak, terutama pemerintah guna memberi asupan cukup bagi rupiah kembali perkasa di level fundamental.

Dari faktor eksternal, selain pengaruh penguatan US$  terhadap semua mata uang dunia, kebijakan  People Bank of China (PBC) mendevaluasi  yuan 1,9% pada 11 Agustus 2015 membuat pelemahan yuan terbesar dalam 20 tahun terakhir. Dalam hal ini, Tiongkok menggunakan sistem fixed rate dengan dua persen band dari kurs tengah setiap harinya. Secara praktiknya, mekanisme ini seperti manage floating.

Adapun penyebab pelemahan rupiah berasal dari faktor internal yakni, neraca transaksi berjalan mengalami defisit. Walaupun neraca perdagangan mulai positif di 2015 namun hal itu terjadi bukan karena meningkatnya ekspor tetapi karena penurunan impor yang lebih besar dari turunnya ekspor.

Selain itu, pelemahan dari faktor internal juga dikarenakan pembelian US$ untuk pembayaran utang valas, capital outflow dari investor asing yang melakukan net selling di pasar modal, dan besarnya permintaan dolar tidak diimbangi oleh penawarannya karena Devisa Hasil Ekspor (DHE) tidak sepenuhnya ditempatkan (hold)  di perbankan dalam negeri. 

Tidak hanya itu, nilai tukar rupiah juga dibayang-bayangi oleh cadangan devisa yang terus mengalami penurunan. Hal ini tentu mengkhawatirkan mengingat cadangan devisa sering digunakan BI sebagai instrumen intervensi agar nilai tukar rupiah tidak terus menerus mengalami tekanan, bahkan jauh dari posisi fundamentalnya.

Karena itu, kesadaran untuk lebih menggunakan rupiah menjadi penting untuk dilaksanakan semua pihak. Hal ini akan memiliki pengaruh tersendiri yang besar untuk mencegah terjadinya kejatuhan rupiah jauh lebih dalam. Setidaknya, ini demi menghindari terjadinya dolarisasi yang semakin masif.

Kini saatnya pemerintah dan pihak terkait perlu bahu membahu untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Berbagai macam kebijakan dan implementasi nyata serta koordinasi mumpuni penting agar rupiah tidak lagi di jalur perlambatan tapi kembali memperlihatkan siapa tuan rumah di negeri sendiri.

Karenanya, beberapa kebijakan perlu dilakukan seperti pengendalian investasi asing di portfolio, memonitor dan mengatur ketat pinjaman valuta asing swasta dan menerapkan keharusan untuk melakukan hedging, dan memperdalam pasar valuta asing beserta instrumen hedging-nya. Selain itu, kebijakan lain yang perlu  adalah mewajibkan DHE bertahan di perbankan dalam negeri, menurunkan BI Rate, dan menerapkan batas maksimum suku bunga kredit. Semoga!

 

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…