Produk Herbal RI Mulai Rambah Pasar Internasional

NERACA

Jakarta – Hasil racikan produk herbal dan kuliner asal Indonesia yang dibuat sebagian besar oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mulai merambah ke pasar internasional. Pasar dunia tengah meminati produk herbal karena memiliki cita rasa yang khas dan menyehatkan. Hal tersebut seperti diungkapkan salah Direktur dari satu perusahaan yang membantu memasarkan produk UMKM di pasar internasional Mutigo Indonesia, Fatmi Woro Dwimartanti.

Fatmi menjelaskan bahwa beberapa produk herbal asal Indonesia telah menembus pasar ekspor. “Saat ini, ekspor berbagai produk herbal menembus pasar Eropa, Tiongkok, Singapura, Belgia, Amerika Serikat, Afrika, Kamerun dan Nigeria,” ungkap Fatmi di Jakarta, Minggu (12/10).

Menurut dia, berbagai produk herbal dan makanan ringan tersebut termasuk keripik singkong, kentang, ikan olahan, cokelat, jelly, cabe olahan, teh, sari temulawak, dan jamu herbal diminati karena dibumbuhi rempah-rempah alami yang berkualitas, sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. "Ekspor produk herbal dan kuliner tradisional ini mencapai dua kontainer per bulan," ujarnya.

Ia mengatakan minat pasar dunia terhadap berbagai hasil produk herbal dan kuliner sangat tinggi, karena produk tersebut tidak mengandung bahan pengawet, kimia yang membahayakan kesehatan konsumen. "Apapun produk kuliner yang ditawarkan, pasti akan laku di pasar dunia karena kuliner tersebut bahan baku alamiah dan diolah secara tradisional," ujarnya.

Menurut dia, saat ini, permintaan berbagai produk kuliner pasar dunia belum sebanding dengan produksi UMKM yang masih kurang memadai. "Kesiapan UMKM untuk memenuhi permintaan pasar belum siap, sehingga perlu upaya peningkatan kualitas dan produksi, sehingga kerajinan ini akan berkembang dan menjadi tumpuan perekonomian masyarakat," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, diharapkan pelaku UMKM harus lebih kreatif dalam mengembangkan usahanya, agar dapat memenuhi permintaan pasar dunia yang tinggi. "Peluang usaha makanan herbal sangat besar karena didukung ketersediaan bahan baku yang berlimpah, jadi bagaimana memanfaatkan sumber daya alam tersebut untuk mengoptimalkan usaha kuliner dan herbar tersebut," harapnya.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Utama PT Phapros Tbk Iswanto. Ia mengungkapkan obat herbal mulai dilirik pasar global sehingga perlu ada peningkatan produksi dari dalam negeri. “Untuk Phapros sendiri produk obat herbal berbahan alami tradisional berhasil menyumbang penjualan sebesar 5 persen," ujarnya.

Menurutnya, dua produk herbal yang berkontribusi dalam penjualan Phapros yaitu Tensigard dan X-gra. Produk tersebut mengandung tanaman herbal kumis kucing dan seledri untuk Tensigard, sedangkan tanaman pasak bumi dipakai untuk X-gra. “Untuk meningkatkan penjualan, kami berencana memasarkan produk tersebut ke luar negeri karena ternyata produk herbal banyak diminati oleh pasar asing,” jelasnya.

Dalam waktu dekat ini Phapros akan melakukan ekspor dua produk tersebut ke Afganistan dan Nigeria, menurutnya dua negara tersebut sebelumnya sudah menjadi negara tujuan ekspor PT Phapros salah satunya untuk produk Antimo. Untuk bahan baku dapat diperoleh dengan mudah di Indonesia, selain itu dari segi jenis tanaman sudah mulai banyak yang mengembangkannya.

“Untuk pengembangan ke depan memang butuh standarisasi dari produk herbal itu sendiri karena kami harus menyesuaikan dengan standar negara tujuan,” jelasnya. Menurutnya, ekspor dilakukan bukan hanya untuk mendongkrak pertumbuhan industri farmasi dalam negeri tetapi juga sebagai momentum untuk mengenalkan potensi alam Indonesia salah satunya tanaman tradisional.

Sementara itu Pakar Bidang Farmasi UGM Yogkakarta Prof Edi Meiyanto mengatakan untuk memasarkan obat herbal secara luas perlu didukung oleh sejumlah pihak terutama yang terkait dengan regulasi. Dikatakan, penggunaan produk herbal untuk pengobatan secara universal membutuhkan komitmen bagi berbagai pihak karena produk tersebut berpotensi untuk meningkatkan persaingan global apalagi akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. "Beberapa pihak yang harus berkomitmen terkait produksi dan pemasaran obat herbal ini di antaranya pemerintah, perguruan tinggi, industri, dan lembaga riset," jelasnya.

Mengutip data dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, pada 2006 pasar obat herbal di Indonesia mencapai Rp 5 triliun. Di 2007 mengalami peningkatkan menjadi Rp 6 triliun, dan pada 2008 naik lagi menjadi Rp 7,2 triliun. Tahun 2012 pasar produk herbal nasional mencapai Rp13 triliun, dan tahun ini diprediksi omzet mencapai Rp15 triliun. Jumlah ini memberi kontribusi sekitar 2% dari total pasar obat herbal di dunia. Kini tercatat obat herbal telah digunakan oleh 80% penduduk dunia.

BERITA TERKAIT

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…