Sampai Juli 2014 - Pertamina Salurkan 26,2 Juta KL BBM Bersubsidi

NERACA

Jakarta - PT Pertamina (Persero) melansir sampai dengan Juli 2014, penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dengan jenis premium dan solar telah mencapai 26,2 juta Kilo Liter (KL). Hal tersebut seperti dikatakan oleh Vice Presiden Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (1/8).

Ali mengatakan, sampai dengan 31 Juli 2014, data sementara realisasi konsumsi Solar bersubsidi sudah mencapai 9,12 juta KL atau sekitar 60 persen dari total kuota APBNP-2014 yang dialokasikan kepada PT Pertamina (Persero) sebesar 15,16 juta KL.  "Sedangkan realisasi konsumsi premium bersubsidi mencapai 17,08 juta KL atau 58 persen dari kuota APBNP-2014, sebesar 29,29 juta KL," kata Ali.

Ia mengungkapkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014 yang telah disahkan, dimana volume kuota BBM bersubsidi dikurangi dari 48 juta KL menjadi 46 juta KL. karena itu perlu dilakukan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi. Oleh karena itu, agar konsumsi BBM bersubsidi tidak lebih dari kuota tersebut, telah diterbitkan Surat Edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, tentang pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

Dalam surat tersebut ada empat cara yang ditempuh, sebagai langkah pengendalian. yaitu, peniadaan solar bersubsidi di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus. Pembatasan waktu penjualan Solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali mulai  tanggal 4 Agustus 2014,akan dibatasi dari pukul 18.00 sampai dengan pukul 08.00 WIB.

Tidak hanya Solar di sektor transportasi, mulai tanggal 4 Agustus 2014, alokasi Solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga akan dipotong sebesar 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 GT.

Selanjutnya, terhitung mulai tanggal 6 Agustus 2014, penjualan premium di seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol ditiadakan. "Dengan kondisi tersebut, masyarakat diharapkan dapat memahami pelaksanaan kebijakan tersebut untuk kepentingan bangsa dan negara sehingga penyediaan BBM bersubsidi bisa cukup sampai dengan 31 Desember 2014 sebagaimana yang diamanatkan UU Nomor 12 tahun 2014 tentang APBN-P 2014," tukas Ali.

Sebelumnya, Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina (Persero) Hanung Budya mengatakan prognosa dari pihak Pertamina, penggunaan BBM subsidi hingga akhir tahun sebesar 47,621 juta KL, apabila pemerintah tidak melakukan upaya apapun. "Kenaikan konsumsi BBM bersubsidi bisa dilihat dari pembelian premium yang meningkat," kata Hanung.

Hanung menambahkan, meskipun kenaikan harga sudah terjadi, namun tidak dapat mencegah pertumbuhan konsumsi BBM bersubsidi tahun ini. "Meski konsumsi hanya naik 3,2%, namun kuota BBM bersubsidi diprediksi jebol. Kita berusaha semaksimal mungkin untuk mencukupi kuota tersbut,” ujarnya. 

Meski penggunaan BBM bersubsidi diprediksi melampaui target, namun Hanung menilai pola konsumsi BBM bersubsidi masyarakat tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. "Harga BBM naik Rp2000, masyarakat mulai menghemat dari yang biasanya sering keluyuran kalau tidak ada kerjaan," ucap dia.

Kebiasaan masyarakat membawa mobil setiap hari pun menurutnya sudah berkurang signifikan sebagai dampak dari kenaikan harga BBM. “Masyarakat polanya sudah terbentuk, daripada pola tahun lalu. Kenaikan harga efektif mengerem pertumbuhan,” katanya.

Sementara itu, Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah mengeluarkan 3 aturan terkait pengendalian BBM subsidi. Pertama, aturan penghapusan solar bersubsidi di Jakarta Pusat, yang mulai berlaku tanggal 1 Agustus 2014. Kebijakan ini diyakini dapat menghemat konsumsi BBM bersubsidi. "Kalau di Jakarta Pusat ada 27 SPBU, tentu dengan adanya kebijakan ini akan ada penghematan," ungkap anggota BPH Migas Ibrahim Hasyim.

Menurut Ibrahim, regulasi yang dikeluarkan bukan hanya untuk mengurangi konsumsi BBM subsidi khususnya di wilayah Jakarta Pusat tetapi secara nasional. Kedua, aturan pelarangan penjualan BBM subsidi jenis premium di seluruh SPBU jalan tol Indonesia pada 6 Agustus 2014.

Ketiga, ada pembatasan pembelian solar hanya berlaku pada 06.00-18.00 (Pagi-Sore) di wilayah tertentu yang rawan terjadi tindak kriminal. Sedangkan di malam hari tak ada penjualan solar bersubsidi mulai 18.00-06.00, yang berlaku mulai 4 Agustus 2014. "Kebijakan yang dikeluarkan tidak hanya untuk Jakarta Pusat, ada kebijakan lain di tempat lain," imbuhnya.

BERITA TERKAIT

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…