RUPIAH TERPURUK AKIBAT FAKTOR INTERNAL, BUKAN EKSTERNAL - Pemerintah Tidak Transparan

Jakarta – Pemerintah disebut-sebut telah membohongi masyarakat terkait melemahnya pertumbuhan ekonomi dengan \"mengkambinghitamkan\" faktor eksternal seperti pemulihan ekonomi di Amerika Serikat (AS), sebagai penyebab tumbangnya nilai tukar rupiah belakangan ini. Padahal, penyebab terbesar ambruknya kurs rupiah terhadap dolar AS adalah rapuhnya struktur ekonomi domestik.

NERACA

“Krisis rupiah sebagian besar disebabkan dari struktur ekonomi domestik, bukan internasional,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform of Economics (CORE Indonesia) Hendri Saparini kepada pers di Jakarta, Kamis (29/8).

Menurut Hendri, jika perbaikan pada struktur domestik tidak dilakukan maka tidak akan bisa meningkatkan nilai rupiah. “Fundamental ekonomi Indonesia harus segera dibenahi,” tegas dia.

Hendri mengungkapkan, salah satu faktor fundamental yang perlu diperbaiki adalah sektor pertanian. Alasannya, berbagai komoditas pertanian punya pengaruh besar terhadap inflasi. Dia mengaku telah melakukan analisis tentang 50 penyebab inflasi terbesar. Hasilnya, komoditas pangan mendominasi list penyebab inflasi utama di Indonesia. Beras adalah penyebab inflasi nomor wahid.

Dia menegaskan, lebih berat memperbaiki fundamental ekonomi saat ini ketimbang ketika terjadi krisis 1998. “Kalau 1998, kita masih lakukan ekspor manufaktur dan produk-produk pertanian, sekarang sudah tidak lagi, maka lebih berat sekarang karena harus melakukan reformasi struktur ekspor,” tandas Hendri.

Dalam dua bulan terakhir, menurut dia, Bank Indonesia belum mampu mengurangi tingkat inflasi. Buruknya perekonomian Indonesia bukan karena sektor moneter, tapi kebijakannya. “Jadi memang perlu dilakukan reformasi agar tingkat inflasi membaik,” tukasnya.

Hendri menambahkan, pemerintah bisa saja mengatasi permasalahan ini dengan mudah, sekaligus memperbaiki kesejahteraan tenaga kerja seperti yang belakangan ini dikeluhkan kaum buruh. Caranya adalah dengan mendorong sektor pertanian yang menjadi mata pencarian dominan masyarakat Indonesia.

“Vietnam dan China meningkatkan kesejahteraan orang miskin melalui sektor pertanian. Jika kita tidak mendorong sektor pertanian, maka kita akan ada masalah di impor,” tegas Hendri.

Menurut ekonom Universitas Gajah Mada, Sri Adiningsih, pemerintah memang menutupi permasalahan ekonomi Indonesia sebenarnya. Tidak benar jika dikatakan krisis yang terjadi akibat faktor eksternal. “Volatilitas tinggi global itu kan memang mudah berubah-ubah. Kalau fundamental kita sehat, tidak mungkin akan guncang,” ucapnya.

Masalah utamanya, lanjut dia, pemerintah tidak serius meningkatkan daya saing produknya untuk pasar internasional sehingga semakin memperburuk kinerja ekspor. Padahal, sambung Sri, pada 2011 dan tahun-tahun sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus Rp2 miliar. Masalah lainnya, yaitu karena struktur cadangan devisa didukung oleh dana jangka pendek dan utang.

Selama ini, menurut dia, pemerintah pun mengandalkan hot money yang masuk, dan menganggap tidak ada masalah pada ekonomi. “Karena masalah neraca pembayaran iya, tapi yang jadi masalah cadangan devisa kita didukung dana jangka pendek dan utang,” urai Sri.

Salah Diagnosis

Dia menegaskan, kondisi Indonesia saat ini sudah sangat kritis. Jika pemerintah tidak dapat mengeluarkan kebijakan yang meyakinkan dunia usaha dan berupaya meningkatkan daya saing industri, maka bukan tidak mungkin Indonesia benar-benar akan mengalami krisis. Utamanya, pemerintah harus mengakui bahwa Indonesia saat ini sedang memiliki masalah yang benar-benar serius. Itu harus dilakukan karena pemerintah telah salah dalam mendiagnosis kondisi fundamental Indonesia. “Saya tidak tahu, apakah pemerintah salah atau bagaimana. Untuk meyakinkan dunia usaha, pemerintah harus mengakui ada masalah di ekonomi kita,” tandasnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Iman Sugema mengungkap, selama ini pemerintah terus menyalahkan faktor eksternal yang menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi di Indonesia. Padahal kalau melihat keadaan ekonomi beberapa negara tetangga, mata uang mereka tidak terlalu terguncang.

\"Fundamental ekonomi Indonesia bisa dikatakan lemah, pertumbuhan ekonomi yang hanya berbasis konsumsi masyarakat mudah sekali hancur. Apalagi konsumsi masyarakat Indonesia lebih banyak dipenuhi dari impor,” jelas dia, Kamis.

Selama ini, lanjut Iman, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang tinggi, tetapi tidak mandiri alias memiliki ketergantungan pada luar negeri. Akibatnya, ekonomi negara mudah terguncang oleh perubahan eksternal berskala kecil sekali pun. Krisis ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi tanpa memacu peningkatan produksi dalam negeri.

\"Akibatnya harga kebutuhan pokok menjadi mahal, rupiah pun tergerus. Sehingga harga bahan pangan yang diimpor akan bertambah mahal pula. Semua kecenderungan ini menggambarkan rapuhnya fundamental ekonomi negara,” keluh Iman.

Sebetulnya, sambung Iman, indikasi kerapuhan ekonomi sudah terbaca ketika pemerintah bersikukuh menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjelang akhir Juni 2013. Kendati jutaan keluarga sedang bergelut mengatasi beban puncak berkait dengan kebutuhan biaya pendidikan anak dan persiapan menyongsong bulan Ramadhan plus perayaan Indul Fitri, pemerintah sama sekali tak mau berkompromi.

\"Sikap yang demikian arogan mengindikasikan bahwa pemerintah sedang mengalami kesulitan likuiditas. Begitu keringnya likuiditas sehingga untuk menetralisir harga daging di pasar dalam negeri pun pemerintah tak mampu meredamnya,” pungkas Iman.

Di tempat terpisah, Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Fiskal dan Moneter Bobby Hamzar menjelaskan, pelemahan ekonomi tidak hanya mendera Indonesia melainkan juga negara-negara di Asia. Seperti contoh di China yang mengalami perlambatan pertumbuhan dari yang awalnya mampu mencapai 10%, tetapi sekarang justru melambat jadi 7,8%. Sementara India juga mengalami perlambatan dari 7% menjadi 4,5%. “Jadi memang untuk 2013 terjadi pelemahan dari global sampai ke regional,” ujar Bobby saat dihubungi, kemarin.

Namun, dia tidak memungkiri krisis juga ada faktor internal yaitu ekspor dan impor yang meningkat sehingga menyebabkan neraca perdagangan yang defisit. Selain itu, gejolak di pasar keuangan dipicu buruknya neraca pembayaran karena angka defisit transaksi berjalan yang diumumkan BI menunjukan defisit 4,4% dari PDB Indonesia. “Karena memang ekonomi dunia sedang mengalami perlambatan pertumbuhan atau resesi. Sementara impor barang kita masih tetap tinggi, sehingga neraca perdagangan kita menjadi tidak baik. Neraca pembayaran juga tidak baik,” ujarnya.

Namun, menurut Bobby, cara yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu dengan mengeluarkan 4 paket kebijakan adalah cara yang tepat. Pasalnya dengan situasi yang sudah tidak menentu dikala pelemahan rupiah terhadap dolar sudah semakin melemah maka kebijakan yang tepat adalah sifatnya yang jangka pendek. “Pemberian insentif pajak, mendorong ekspor padat karya, menjaga daya beli masyarakat dan menjaga inflasi adalah upaya agar tetap bisa bertahan di tengah kondisi krisis,” ujarnya.

Bobby merasa bahwa dengan semakin membaiknya perekonomian AS dan semakin kuatnya ekonomi China maka akan memberikan sinyal ekspor Indonesia juga akan semakin cerah. “Paling tidak, kalau ekonomi negara tujuan ekspor semakin membaik maka itu membuat ekspor juga akan membaik. Kalau ekspor membaik maka itu bisa menekan defisit neraca perdagangan,” ujarnya. bari/iwan/lia/iqbal/kam

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…