KKP Dorong Produk Ikan Hias ke Pasar Internasional

NERACA

 

Depok – Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Balitbang KKP) Achmad Poernomo mengaku KKP akan mendorong industri ikan hias di pasar internasional. Rencananya dalam kurun waktu tiga sampai empat tahun ke depan, Indonesia akan bisa menyaingi Singapura. “Tugas kita sekarang merebut pasar dari Singapura,” kata Achmad pada acara Safari Ramadhan KKP di Balai Litbang Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat, Sabtu (13/7).

Padahal, menurut Achmad, Singapura tidak memiliki kekayaan biota laut. Namun, sebagai negara jasa mereka telah membeli ikan hias dari luar negeri seperti Indonesia dan Malaysia kemudian membudidayakannya. Dengan begitu mereka berhasil menguasai pasar ikan hias di tingkat internasional. “Kita akui selama ini pasar ikan hias internasional di kuasai Singapura, karena mereka memang punya fasilitasnya,” kata Achmad.

Permasalahan dalam industri ikan hias, terletak pada pembudidayaannya. Achmad mengaku kita harus berhasil memberikan kesehatan dan jaminan hidup terhadap komoditi ini. Selain itu ukurannya pun juga harus seragam, misalnya item jenis tertentu dihargai $ 1 per ekor dengan ukuran tiga inchi, maka semua yang seharga itu harus memiliki ukuran yang sama. Jadi kesulitan industri ikan hias memang terletak dari penjagaan kualitasnya. Karena ikan yang dikirim ke luar negeri tujuannya untuk bisa hidup selama beberapa bulan dan tetap berkulitas bagus. ”Jangan begitu ditaro sana (luar negeri) eh ikannya mati. Nah, kelebihan Singapura yang tidak kita miliki mereka bisa mengatasi itu,” ungkap Achmad.

Tapi meski sekarang pasar ikan hias Indonesia ada di bawah Singapura, Ahcmad mengaku optimis kedepannya akan ada prospek bagus. Menurutnya, sekarang ini beberapa ikan hias endemik Indonesia sudah dikenal oleh internasional, seperi ikan botia, arwana, dan blackghost. Dengan begitu bukan hanya penjualan ekspor dapat meningkat, tapi nama baik bangsa sebagai pembudidaya juga akan terjaga. “Dengan budidaya kita tidak lagi mengambil ikan dari alam. Ini penting, karena kalau kita ngambil dari alam terus bisa dimusuhi negara kita,” tegas dia.

Ahmad menjelaskan, sebetulnya industri ini memiliki potensi yang menggiurkan dengan pemasukan melalui ekspor senilai ratusan ribu dollar per tahunnya. Sambutan eksportir juga terbilang bagus, KKP setiap tahun ikut pameran ikan hias Jerman dan Singapura. Untuk dalam negeri juga ada pameran tahunan di Jakarta. Tujuan komoditinya sendiri, paling besar dikirim ke benua biru untuk dibeli kolektor-kolektor ikan hias. Di sana, ikan hias tropik dianggap eksotik dengan warna yang beragam dan bentuk yang menarik. “Orang-orang eropa sangat minat terhadap ikan hias benua tropik, jenis-jenis ini tidak ada di negara mereka,” terang Achmad.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri KP Sharif C Sutardjo mengungkapkan kualitas ikan hias di Indonesia sudah bagus dan bekualitas. Ia menekankan industrialisasi ikan hias Indonesia untuk kedepannya akan berstatus primer. Strategi utamanya dengan mengolah industri ini sehingga memiliki nilai tambah. “Jika bisa membuat  nilai tambah dalam industri ini, tentu harganya akan lebih mahal dan lapangan pekerjaan akan bertambah,” katanya.

Hak Paten

Agar hasil budidaya ikan hias khas Indonesia tetap terjaga Achmad menerangkan dalam industri ini juga diperlukan hak paten agar negara lain tidak mengakui sebagai biota khas negaranya padahal mereka awalnya beli dari Indonesia. Dengan begitu balitbang tengah mendaftarkan 12 jenis ikan hias khas Indonesia, sedangkan sejauh ini sudah ada sembilan jenis ikan hias yang sudah dipatenkan.

Meski tidak ada pembiayaan dalam pendaftaran hak paten dan pemeliharaannya pun terbilang murah hanya Rp 15 juta setahun per satu jenis , tapi proses yang bisa memakan waktu hingga tahunan menjadi persoalannya. “Paten itu banyak macamnya yang membuat makan waktu, misalnya paten geografis. Dengan paten itu ikan hias jenis jardini misalnya yang cuma ada di Papua, tidak mungkin bisa diakui negara lain,” kata Achmad.

Sebagai langkah lanjut, nantinya ikan-ikan yang sudah terdaftar juga akan diberi chip seperti barcode agar dapat diketahui asal produksi ikan tersebut. Achmad menerangkan, Balitbang KKP sedang melakukan penelitian ini. Kesulitannya, KKP belum menemukan cara untuk menanamkan chip tersebut dalam tubuh ikan. “Ikannya kan kecil-kecil tuh, belum tahu kita bagaimana memasang chip,” ungkap Achmad.

BERITA TERKAIT

Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana Terus Diperkuat

NERACA Bogor – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM…

Syarat Sustainable Ada Pada ISPO

NERACA Jakarta – Berbagai langkah dan upaya terus dilakukan oleh pemerintah dan pelaku usaha baik perusahaan dan petani untuk membuktikan…

Mei 2024, Pungutan Ekspor Sebesar USD877,28/MT

NERACA Jakarta – Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana Terus Diperkuat

NERACA Bogor – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM…

Syarat Sustainable Ada Pada ISPO

NERACA Jakarta – Berbagai langkah dan upaya terus dilakukan oleh pemerintah dan pelaku usaha baik perusahaan dan petani untuk membuktikan…

Mei 2024, Pungutan Ekspor Sebesar USD877,28/MT

NERACA Jakarta – Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif…