Pengenaan Pajak Jangan Sikat Semua UKM

NERACA

Jakarta – Pengenaan pajak jangan diterapkan sapu bersih untuk seluruh Usaha Kecil Menengah (UKM). Usaha kecil sebaiknya jangan dipajaki, dan biarkan berkembang dulu sampai masuk ke usaha menengah.

“Baru usaha kelas menengah yang dipajaki,” kata Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati kepada Neraca, Minggu (30/6).

Menurut Enny, dari usaha menengah itupun, tidak serta merta dipatok sekian persen. Akan lebih fair, jika mengenakan pajak dari besarnya margin keuntungan. Kalau keuntungan kecil, lebih baik jangan dipajaki dulu.

“Perusahaan besar saja ada tax holiday, ya yang kecil seharusnya diberi insentif juga. Jangan sampai, nanti kita target penerimaan pajaknya belum tentu maksimal, tapi malah membunuh para UKM yang harusnya diberikan insentif,” tegas Enny.

Dia menyebut, pengukuran per sektor juga diperlukan. Pasalnya, terdapat beberapa industri yang mempunyai margin besar, tetapi ada yang margin-nya kecil. “Sebaiknya berdasarkan mapping itu. Pada umumnya, sektor non-tradable, terutama sektor perdagangan, itu memiliki margin keuntungan yang besar. Sektor semacam itu yang seharusnya dimintakan pajak,” terang Enny.

Di sisi lain, imbuh Enny, sektor-sektor tradable didorong pengembangannya dengan cara dibebaskan pajaknya. Dengan membebankan pajak pada sektor non-tradable dan tidak membebankan pajak pada tradable, nanti secara otomatis perkembangannya akan menuju ke sektor tradable.

“Itu supaya pengusaha lari ke sektor tradable. Sekaligus membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tadinya didasari sektor non-tradable beralih ke sektor tradable,” jelas Enny.

Setelah usaha-usaha kecil di sektor tradable itu tumbuh dengan baik dan masuk kategori usaha menengah, lanjut Enny, baru dikenakan pajak. “Jadi pajak untuk pemerataan dan berazas kan keadilan,” urai Dia.

Sementara itu, Deputi Bidang Kementerian Koperasi dan UKM, Meliadi Sembiring mengatakan, UKM yang letaknya di pinggir jalan atau kaki lima dan berjualan dengan gerobak tidak dikenai pajak. “Jadi, UKM yang tidak dikenakan pajak tersebut berdasarkan letak usahanya. Misalnya di lapangan dengan gerobak atau pinggir jalan seperti kaki lima,” ujar dia.

Menurut dia, pajak yang akan diterapkan adalah 1% bagi UKM yang penghasilan kotornya Rp 4,8 miliar per tahun. Namun, UKM tersebut akan ikuti UU perpajakan jika sesuai dengan syarat yang berlaku dalam UU tersebut.

“Misalnya dari Januari hingga Oktober di tahun yang sama penghasilan kotornya mencapai Rp 4,8 miliar dikenakan pajak 1%. Tetapi, jika Januari hingga Oktober di tahun yang sama penghasilan kotornya mencapai lebih dari Rp 4,8 miliar tetap membayar pajak 1% hingga akhir tahun. Namun di tahun berikutnya sudah mengikuti UU Perpajakan”, ujar dia.

Dia menambahkan, UKM yang memiliki potensi besar dengan pasar yang banyak ataupun bankable tidak menjadi patokan dalam penentuan wajib pajak bagi UKM ini. Menurutnya, dua hal tersebut tidak berpengaruh terhadap penilaian suatu UKM namun yang menjadi patokan adalah penghasilan kotor.

“Jika suatu UKM sudah memiliki NPWP dan membayar pajak, biasanya jika berurusan dengan pinjaman ke bank akan lebih mudah. Tentu ini menguntungkan bagi usahanya karena mempermudah dalam mengurus birokrasi di bank guna meningkatkan nilai usahanya,” ujar dia.

Meliadi mengungkap, UKM yang sudah memiliki NPWP biasanya sudah formal, sehingga bantuan dana akan lebih mudah didapat dari perorangan ataupun dari perusahaan. Alasannya, pihak lain akan lebih percaya terhadap bisnis yang tengah dijalaninya. Jadi bisa dipastikan bahwa hal ini akan menguntungkan bagi UKM yang telah memiliki NPWP.

Senada dengan Meliadi, Anggota Komisi VI DPR, Hendrawan Supratikno mengutarakan, kebijakan pemerintah menerapkan skema pajak bagi UMKM akan dapat mendorong sektor UMKM di Indonesia lebih berkembang. Pasalnya, dengan pajak tersebut, UMKM akan lebih mudah mendapatkan bantuan kredit dari perbankan.

Dia menilai ketentuan pemerintah sudah tepat. Menurut Hendrawan, jumlah satu persen tersebut merupakan besaran yang wajar jika diukur dari besaran omzet. \"Ini berarti pajak dikenakan bagi UMKM yang memiliki omzet sebesar Rp400 juta per bulan atau Rp15 juta per hari. Jadi pajak ini sebenarnya tidak dikenakan bagi usaha yang betul-betul kecil,\" kata Hendrawan.

Besaran angka pajak satu persen, imbuh Dia, adalah bentuk kompromi dan angka itu diperoleh dari pembahasan panjang antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan Kementerian Keuangan. Bahkan, lanjut Hendrawan, Kemenkeu mau mengenakan tarif pajak lebih besar lagi, sekitar 2,5%-3%.

Sebagai informasi, mulai hari ini, pemerintah akan mengenakan pajak bagi UMKM di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM per Juni 2013, saat ini terdapat 55,2 juta UKM atau 99,98% dari total unit usaha di Indonesia. UKM berhasil menyerap 101,72 juta tenaga kerja atau 97,3% dari total tenaga kerja Indonesia.

UKM juga menyumbang 57,12% dari produk domestik bruto (PDB), yang kini mencapai Rp8.200 triliun. Besarnya peran UKM dalam perekonomian Indonesia inilah yang mendorong pemerintah mengenakan pajak bagi UMKM.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…