SDM Perbankan Minim, Agunan Debitor UKM Tak Berkualitas - Kucuran Kredit Bank ke UKM Masih Seret

NERACA

Jakarta – Masalah agunan membuat kucuran perbankan ke sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) masih seret. Sejauh ini, kalangan perbankan masih melihat agunan debitor UKM tak berkualitas dan nilainya lebih rendah dari nilai kredit yang diajukan.

Menurut Pengamat Perbankan Lana Soelistianingsih, masalah agunan akhirnya menjadi celah dan dimanfaatkan oleh lembaga pembiayaan nonbank atau shadow banking. \"Mereka (shadow banking) tak terhitung jumlahnya. Karena memang tak diatur oleh Bank Indonesia (BI) jadi nggak bisa diawasi. Sisi lain, mereka justru sangat membantu sektor mikro dalam menyalurkan kredit, meskipun bunganya cukup besar, apalagi dengan naiknya BI rate,” kata Lana kepada NERACA, Kamis.

Lana menyebut, karena agunan tidak jelas maka bank menganggap tidak berkualitas. Sehingga, beban risiko atau bunganya dikenakan sangat tinggi. “Ini juga ada celah. Bank sangat hati-hati dalam kucurkan kredit, sedangkan sektor mikro butuh akses. Celah inilah yang menjadi tugas BI dan pemerintah untuk mengintervensi. Contohnya menentukan plafon agunan dan bukan pasar yang menentukan,” tandasnya.

Selain itu, imbuh Lana, BI tak bisa begitu saja menutup mata sepak terjang shadow banking. Jadi harus dirangkul sebagai perpanjangan tangan perbankan di sektor mikro. \"Secara tidak langsung, mereka ada uang untuk memberikan kredit dari bank. Kalau bekerja sama, maka bisa diawasi alirannya,\" papar dia.

Kendati demikian, karena pasar sektor mikro masih besar, sekitar 50 juta belum terakses bank, maka hal itu menjadi incaran perbankan asing untuk masuk. Sebut saja Bank Danamon dan BTPN. “Danamon bisa masuk karena bisa belajar dari pegawai BRI. Sementara BTPN memakai trik dengan mempelajari detil budaya daerah setempat. Dan mereka jemput bola alias mendatangi calon nasabah. Sehingga sekarang mereka fokus untuk wilayah Jawa Barat,” terang Lana.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah mengaku industri perbankan belum memberikan dukungan sepenuhnya terhadap UKM sehingga segmen usaha ini masih terkendala masalah pembiayaan, “Kendala terbesar yang dihadapi pelaku UMKM adalah masalah agunan yang ditetapkan bank untuk prasyarat pengucuran kredit,” ucapnya

Hingga kini, kata dia, total outstanding kredit produktif di sektor UKM per April 2013 baru mencapai Rp570 triliun atau 19,6% dari total kredit perbankan. Padahal, UKM dapat menopang pertumbuhan ekonomi karena perannya yang sangat besar terhadap pembentukan modal tetap bruto dan penyerapan tenaga kerja.

Oleh karena itu, lanjut dia, BI meminta perbankan agar bersedia untuk menyalurkan kredit UKM sebesar 20% secara bertahap. Pasalnya, tidak semua bank mampu menyalurkan kredit sebesar itu. “Hingga tahun 2018, semua bank sudah harus menyalurkan kredit ke UKM minimal 20%,” ujarnya.

Selain mendorong kerjasama antara UKM dengan Bank Perkreditan Rakyat, sambung Dia, BI dengan pemerintah sudah membuat program financial inclusion yang diharapkan bisa meningkatkan akses UKM ke bank. Pemberian kredit ini dimaksudkan dengan harapan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis membenarkan dukungan pembiayaan terhadap sektor UMKM dari perbankan nasional masih sangat minim. Padahal BI sudah mengeluarkan kebijakan bahwa minimal 20% dari portfolio pembiayaan bank harus disalurkan kepada sektor UMKM.

“Apabila hal ini dilanggar oleh perbankan nasional, maka BI harus menindak tegas bank tersebut dengan dikenakan sanksi yang tegas, tetapi saya belum melihat adanya sanksi yang tegas dari BI kepada perbankan nasional ini,” katanya.

Menurutnya, kondisi seperti ini menunjukkan perbankan BUMN maupun swasta nasional belum berpihak kepada UKM. Bahkan, hal ini terlihat dari pemberlakuan suku bunga kredit kepada UKM yang sangat tinggi.

“Suku bunga kredit UKM lebih besar dibandingkan dengan suku bunga kredit yang diberikan kepada konglomerasi. Ini jelas menunjukan ketidakberpihakan perbankan kepada UKM,” tukasnya.

Harry melihat, pengenaan suku bunga kredit yang tinggi kepada UMKM karena fixed cost yang dikeluarkan perbankan sangat tinggi. Dalam memberikan pembiayaan permodalan ini, perbankan harus membangun unit-unit di daerah dan menambah Sumber Daya Manusia (SDM).

“Bagi perbankan, hal ini merupakan suatu biaya yang dikeluarkan sangatlah besar sehingga perbankan sulit untuk melakukan pembiayaan permodalan kepada UKM,” tuturnya.

Dia mengutarakan, kebijakan perbankan harus lebih agresif khususnya bank pemerintah dalam kaitannya dengan 20% dari portofolio pembiayaan bank yang harus disalurkan kepada UKM dan jangan sampai tidak tersalurkan. Hal ini merupakan kewajiban perbankan nasional. Selain itu dengan melihat kesempatan untuk kedepannya, UKM akan memberikan kontribusi besar sebagai penyokong ekonomi nasional.

“Sektor UKM masih menjadi target pasar pada perbankan nasional sehingga akan mengakibatkan persaingan dalam meningkatkan pangsa pasar juga semakin meningkat,” tambah Harry.

Harry juga menuturkan fungsi perbankan nasional harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. Namun, hal ini menjadi kelemahan perbankan nasional dimana peningkatan pelayanan kepada seluruh konsumen khususnya UKM masih rendah.

“Pemerintah harus mempunyai kebijakan pembiayaan permodalan yang mendukung sektor UKM sehingga sektor ini bisa berkembang dan menjadi salah satu sektor pendukung pembangunan nasional,” ungkapnya.

Butuh Banyak SDM Terampil

Sementara itu, Dewan Pengawas Etika Bisnis Perbanas Pradjoto mengungkap, kesulitan yang dihadapi perbankan dalam menyalurkan kreditnya kepada UKM karena bank butuh banyak tenaga terampil untuk melayani itu. Jumlah UMKM di Indonesia yang besar membuat bank kewalahan menanganinya dengan sumber daya yang terbatas. “Butuh tenaga terampil yang jumlahnya banyak,” kata Pradjoto kepada Neraca, Kamis (27/6).

Dia mengakui, selama ini kredit yang dikucurkan perbankan untuk sektor UKM terbilang kecil. Kalau dilihat secara agregat memang masih kecil, imbuh Pradjoto, tapi tendensi menuju ke arah yang positif sudah sangat terlihat, dan bahkan terus meningkat.

“Dorongan dari BI untuk menuju ke arah seperti itu juga sangat kuat, jadi situasi untuk mendorong pertumbuhan UMKM pada dasarnya sangat positif,” ujar Pradjoto.

Namun begitu, lanjut Pradjoto, meskipun penyaluran kredit UKM butuh tenaga terampil dalam jumlah banyak, tetapi perbankan memang harus melakukannya. Pradjoto menilai, aturan Bank Indonesia yang pada tahun 2014 mewajibkan bank untuk menyalurkan 20% kreditnya untuk sektor UKM tidaklah memberatkan.

“Sama sekali tidak memberatkan. Menurut saya itu harus berjalan, karena UKM adalah benteng pertahanan ekonomi Indonesia. Selain itu, semakin maju UKM, semakin tinggi peluang kesejahteraan rakyat terwujud. Bank harus menjadi bagian yang penting untuk mewujudkan hal ini,” jelas dia.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…