Pekerja Informal Pun Berhak Dapat KPR

Jakarta - Bank Indonesia (BI) selama ini ternyata tak pernah mengeluarkan regulasi yang mensyaratkan adanya agunan dalam pemberian kredit pemilikan rumah (KPR). Padahal selama ini, perbankan selalu menjadikan regulasi BI sebagai alasan menolak permintaan KPR dari masyarakat pekerja informal.

Jelas, nasib para pedagang kecil memang masih terpinggirkan di negeri ini. Pemerintah hanya asyik menyediakan berbagai fasilitas bagi pegawai negeri saja. Pegawai negeri selalu mendapat kenaikan gaji dan fasilitas hunian murah. Sementara mayoritas masyarakat yang sebenarnya merupakan pemilik negara ini, masih terpinggirkan nasibnya. Terutama masyarakat yang menyandarkan sumber hidupnya dari sektor informal.

Sejak lama kalangan nelayan, petani sampai pedagang keliling, mendapat perlakuan diskriminatif. Lihat saja faktanya, tak ada pedagang bakso yang bisa memperoleh KPR dari perbankan. Kalaupun ada kredit, paling kredit yang sifatnya bantuan dengan kemasan kredit.

Kondisi ini sangat memprihatinkan karena para pekerja informal ini akhirnya kehilangan kesempatan untuk memiliki rumah. Itu sebabnya, angka kebutuhan rumah selalu meningkat karena sektor informal tak punya bisa mengakses peluang memiliki rumah.

Kondisi itu yang akhirnya melahirkan gagasan dari para stakeholders perumahan seperti Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), Bank Tabungan Negara (BTN), Realestat Indonesia (REI), sampai Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) untuk menyiapkan skema yang memudahkan kalangan pekerja informal bisa mengakses perbankan dan memiliki hunian murah sehat.

Menurut Deputi Menteri Perumahan Rakyat Sri Hartoyo, saat ini pihaknya sedang mengkaji aturan uang muka (down payment) dan KPR berbunga murah sebesar 5% untuk pekerja di sektor informal atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tantangan dari aturan ini adalah cara menekan harga rumah sehingga cicilan harga masih bisa dijangkau MBR. “Dalam skim ini masyarakat bisa mengangsur dalam jumlah kecil baik per hari, per minggu hingga per bulan,” kata Sri, dalam diskusi bertopik \"Menggagas Penyaluran KPR di Sektor Informal\" di Jakarta, Selasa (26/3).

Misalnya, jelas Sri, rumah dengan harga Rp 88 juta, pekerja informal bisa mendapat KPR dengan tenor 20 tahun dan suku bunga tetap selama masa pinjaman sebesar 7,25% dan uang muka diusulkan sebesar 5% atau hanya Rp 4,4 juta. Dengan begitu, pekerja informal bisa melakukan cicilan Rp 900 ribu per bulan atau Rp 33 ribu per hari. “Ini lumayan dapat terjangkau,” harap Sri.

Hanya saja, untuk mengetahui daya cicil calon kreditur, bank perlu merinci rekam jejak kreditur. Hal ini untuk mengantisipasi adanya kredit macet. “Bank perlu menilai pendapatan rata-rata setahun pekerja informal berapa, layak atau tidak untuk bisa ambil KPR. Ini pembiayaan jangka panjang untuk masyarakat berpenghasilan rendah di sektor informal. Potensinya sangat besar, karena masih banyak MBR belum memiliki rumah sendiri,\" tambah Sri.

Namun, perbankan juga diharapkan lebih aktif menyalurkan KPR kepada pekerja sektor informal atau masyarakat yang berpenghasilan rendah karena mereka kesulitan mendapatkan hunian. Penyalurannya bisa didukung Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Saat ini, program tersebut memiliki porsi pembiayaan sebanyak 70% dari pemerintah dan 30% dari bank.

Langkah pemerintah ini mendapat dukungan penuh dari Bank Tabungan Negara (BTN), satu-satunya bank BUMN yang fokus bisnisnya di sektor perumahan. Dukungan itu ditegaskan Direktur Konsumer BTN Mansyur Syamsuri Nasution yang mengatakan bahwa sektor informal rentan terhadap pembiayaan, tapi BTN tetap berkomitmen untuk fokus pada sektor KPR.

“BTN mata pencahariannya KPR. FLPP pun tidak dibatasi hanya untuk fixed income, non fixed income pun bisa. Sebab, bagi bank pada dasarnya sektor informal dan formal sama. Kalau informal proxy-nya banyak,” papar dia.

Peluang KPR untuk sektor informal segera terealisasi tampaknya bukan hal yang mustahil. Apalagi Kemenpera siap memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan dan Menteri BUMN agar menugaskan BTN menjadi pilot project KPR untuk sektor informal. Andaikan ini menjadi kenyataan, maka kesan bahwa pekerja informal hanya kaum terpinggirkan di negeri akan lenyap. Karena sebenarnya, mereka juga berhak memperoleh kemudahan dalam membeli hunian yang layak dan terjangkau. (kam)

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…