Pedagang Musiman Raup Untung di Tahun Baru

NERACA

 

Jakarta - Menyambut datangnya Tahun Baru 2013 kemarin, banyak para pedagang musiman mulai marak. Seperti halnya pedagang terompet yang mengais rezeki setiap akhir tahun. Menurut Nasikin, 50, pedagang asli Semarang Jawa Tengah, mengaku sudah sejak 10 tahun terakhir berdagang terompet saat momen tahun baru. Dia mengatakan, karena bisnis musiman akhir tahun menggiurkan, tahun ini dia mengaku mendapatkan banyak saingan. Bayangkan saja, keuntungan bisa dua kali lipat dibanding hari biasa.

"Saya mengambil 100 terompet dengan modal Rp 2 juta dengan sistem sendiri dan saya jual dengan dari harga Rp 5.000 hingga Rp 25.000 dengan untung Rp 5.000. Keuntungan seperti ini kan hanya setahun sekali," ujar Nasikin kepada Neraca di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, kemarin.

Hal senada dengan Wawan, 30, yang menjual terompet di Pasar Mampang, Jakarta Selatan. Dia mengaku baru tahun ini berjualan terompet. Dia biasanya berjualan buah-buahan. Omzet yang diperolehnya jelang tahun baru meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.

Tahun lalu, dia hanya mendapat keuntungan Rp 200.000 per hari namun beberapa hari menjelang tahun baru, memperoleh keuntungan hingga Rp 500.000 per hari. "Saya bersyukur keuntungan dari penjualan terompet meningkat dua kali lipat dibandingkan saat pertama kali jualan," ujar Wawan yang asli Cirebon.

Menurut dia, harga terompet sangat bervariasi tergantung model atau bentuk. Untuk terompet yang standar saja harga berkisar Rp 5.000 dan terompet yang unik dijual agak mahal dengan harga Rp 25.000 per buahnya. "Mudah-mudahan tahun ini tidak turun hujan, dagangan saya akan cepat habis dan kalau turun hujan pastinya akan turun drastis," ujarnya.

Ditempat berbeda,menjelang pergantian tahun disepanjang Jalan Melawai dan Jalan Sambas, Jakarta Selatan misalnya, beberapa pedagang terompet musiman telah menggelar dagangannya. Mereka umumnya berasal dari wilayah Bekasi, Bogor dan Parung.

Sebut saja Maman (23 tahun), pembuat dan penjual terompet ini, sejak tanggal 17 Desember 2006 lalu telah memajang terompet-terompetnya di Jalan Melawai, Jakarta Selatan. Pria lajang asal Bekasi, Jawa Barat ini, menggelar dagangannya mulai dari pukul 12.00 WIB sampai malam hari.

Menurut Maman, sejak usia 15 tahun, ia sudah diajak berjualan terompet bersama orangtuanya di kawasan Melawai itu. Lokasi disini sangat strategis untuk menggelar terompet-terompetnya, disamping tentunya ia telah memiliki langganan tetap, yaitu satu perusahaan yang berlokasi disekitar wilayah itu dan para pegawainya akan merayakan tahun baru bersama.

Dengan modal sekitar Rp 3 juta Maman membeli bahan-bahan untuk membuat terompet di kawasan Parung dan Tangerang dengan cara dicicil. Bahan baku yang dipakai untuk membuat terompet antara lain kertas, karton, airmas, kertas 3 demensi, gunting, lem, bambu, isolasi dan cutter. Untuk hiasan terompet, ia memilih warna-warna yang cerah agar bisa menarik perhatian para pembeli.

Menurut Maman yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek di kawasan Bekasi ini, ia telah membuat sekitar 6.000 terompet dari berbagai jenis. Terompet buatannya dijual dengan harga antara 5,000 rupiah hingga 80,000 rupiah, tergantung dari jenis, bentuk dan ukurannya. Ia membuat berbagai jenis terompet, mulai dari terompet kecil sampai terompet berbentuk berbentuk ikan terbang, keong, piston, trombone hingga saksofon.

Selama berjualan ditempat ini hingga tanggal 1 Januari 2007 mendatang, Maman dan keluarganya tidak pernah pulang ke Bekasi. Ia pun telah membawa perlengkapan seperlunya untuk tinggal sementara ditepi jalan yang sangat bising ini.

Meski masih sepi pembeli saat ini, namun Maman optimis terompet-terompetnya akan terjual habis menjelang pergantian tahun nanti. "Tahun lalu, semua dagangan saya habis terjual dengan keuntungan mencapai 4 juta rupiah. Kalau nggak habis, saya akan simpan di gudang dan diperbaiki lagi buat dijual menjelang tahun baru yang akan datang," kata Maman.

Bagi pembuat dan penjual terompet kertas, minggu inilah masa mereka menangguk untung hingga pergantian tahun tiba. Sebab sudah menjadi tradisi penghuni kota metropolitan ini memeriahkan malam tahun baru dengan tiupan terompet dan menyanyi.

Penjualan Naik

Sementara itu di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan, juga sudah tampak para pedagang terompet musiman bermunculan. Mereka sepertinya tidak mau melewatkan kesempatan untuk meraup keuntungan berdagang terompet ini.

Menurut seorang pedagang terompet di kawasan Hang Lekir, pada tahun 2000 lalu penjualan terompet sangat banyak peminatnya dan benar-benar meriah, bahkan para pedagang mengaku kekurangan dagangan.

Namun mendekati tahun 2003 - 2004, penjualan trompet agak kendor, bahkan tidak ada perayaan sama sekali karena saat itu terjadi bencana alam tsunami di Aceh dan Nias. Sehingga dana perayaan digunakan untuk membantu para korban.

Menurut para pedagang, kebanyakan yang membeli ditempat ini mereka yang mengendarai mobil dengan membawa anak-anak mereka. Biasanya para pedagang terompet ini melambai-lambaikan tangan kepada konsumen untuk datang dan membeli terompetnya.

Jika para pedagang terompet di Jalan Melawai dan Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan, menggelar dagangannya di pinggir jalan, berbeda dengan di kawasan Ciputat, Jakarta Selatan. Para pedagang terompet ditempat ini menjajakan terompetnya keliling kampung dengan mengayuh sepeda ontel.

Menurut pedagang asal Klaten, Jawa Tengah bernama Yono ini, ia sudah berjualan terompet sejak tahun 2000 lalu. Ia lebih memilih berjualan terompet keliling dari kampung ke kampung dengan sepedanya karena tidak punya tempat yang strategis untuk mangkal. Lagipula jika keliling kampung banyak yang membeli terutama anak-anak.

Terompet yang dibuat Yono pun terbilang biasa-biasa saja, sebab ia tahu pembeli dikawasan pemukiman padat penduduk ini tidak mau membeli terompet yang harganya mahal. "Yang penting bisa menyenangkan hati anak-anaknya, asal bunyi aja," katanya.

Harga terompet yang dijual Yono mulai dari harga 2500 rupiah sampai 15.000 rupiah. Harga yang bisa dijangkau untuk kalangan bawah. Meski murah, tapi Yono tetap memperhatikan suara dan bahan baku yang lumayan bagus. Menurut Yono, biasanya trompet akan laris manis pembeli pada tanggal 31 Desember menjelang tengah malam.

Meski hanya berjualan terompet menjelang pergantian tahun, tetapi Yono dan rekan-rekannya sesama penjual terompet berharap agar tahun yang akan datang bisa merubah ekonomi bangsa ini menjadi lebih baik lagi.

BERITA TERKAIT

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…