Pemerintah Belum Restui Kenaikan Harga Elpiji 12 Kg

NERACA

 

Jakarta – PT Pertamina (Persero) berniat akan menaikkan harga gas elpiji ukuran 12 kg. Pertamina beralasan harga keekonomian gas elpiji tidak sebanding dengan harga yang dijual oleh Pertamina sehingga kalau harga gas tidak dinaikkan maka pihaknya akan mengalami kerugian mencapai Rp 4,54 triliun.

Kendati begitu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum mengizinkan untuk menaikkan harga gas. Wakil Menteri ESDM Rubi Rubiandi menyatakan bahwa pemerintah belum bisa mengizinkan PT Pertamina menaikkan harga gas  elpiji ukuran 12 kg. Pemerintah beralasan kenaikan per 1 Januari 2013 hanya Tarif Dasar Listrik (TDL). “Belum bisa dinaikan, untuk kenaikan per 1 Januari hanya untuk TDL saja,” ungkap Rudi di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Lebih jauh dikatakan Rudi, pihaknya mengakui telah menerima surat pengajuan kenaikan gas elpiji 12 kg sebesar Rp1.500 per kg per 1 Januari 2013. Akan tetapi Kementerian ESDM tidak memberikan izin, hal ini dikarenakan bisa memberatkan masyarakat. “Tapi itu kan bukan elpiji subsidi dan bisnisnya Pertamina jadi terserah mereka," katanya.

Sebelumnya PT Pertamina telah mencatat kerugian penjualan elpiji pada 2012 yang mencapai US$470 juta atau setara dengan Rp4,54 triliun. Kerugian tersebut karena harga LPG yang dipatok Pertamina sebesar Rp 5.850 per kg sedangkan harga keekonomian LPG berada di kisaran Rp 9.000 per kg. Apalagi harga tersebut selalu berfluktuatif mengikuti harga perkembangan dunia.

Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina (Persero) Hanung Budya menyatakan, dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan, Pertamina berencana menaikkan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg minimal Rp 1.500 per kg pada 1 Januari 2013. Namun, realisasi rencana itu masih menunggu persetujuan dari pemerintah selaku pemegang saham Pertamina.

"Kami telah beberapa kali mengomunikasikan keinginan kami untuk menaikkan harga elpiji nonsubsidi kepada pemerintah, baik secara lisan maupun tulisan. Permintaan secara resmi telah diajukan pada pertengahan tahun lalu," katanya.

Namun, hingga kini, belum ada lampu hijau dari pemerintah untuk menaikkan harga elpiji tersebut. Saat ini, harga keekonomian elpiji Rp 12.500 per kg, sementara harga jual elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg hanya Rp 5.850 per kg. Hal ini berarti Pertamina harus menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga jual elpiji itu yang mencapai Rp 6.650 per kg. "Ini berarti Pertamina memberi subsidi kepada konsumen elpiji nonsubsidi," ujarnya.

Nilai kerugian penjualan per kg itu belum termasuk ongkos angkut operasi elpiji dari terminal elpiji Pertamina ke instalasi pengisian ulang elpiji hingga didistribusikan kepada agen penjual elpiji. "Harga elpiji itu semestinya terdiri dari harga komponen produksi elpiji dan ongkos angkut operasi. Ongkos angkut itu sekitar Rp 900 per kg. Ini tidak termasuk harga produk," katanya.

Hal ini mengakibatkan Pertamina harus menanggung kerugian penjualan elpiji nonsubsidi 12 kg tahun 2012 hingga mencapai 470 juta dollar AS atau setara dengan Rp 4,54 triliun. Padahal, elpiji itu banyak digunakan kelompok rumah tangga mampu dan untuk kegiatan usaha. "Dalam lima tahun terakhir, total nilai kerugian akibat penjualan elpiji nonsubsidi 12 kg sekitar Rp 20 triliun," kata Hanung.

Pihaknya mengaku sangat ingin elpiji 12 kg dijual sesuai dengan harga pasar agar ada pesaingnya. Hal ini juga bagus bagi konsumen karena ada pilihan Pertamina siap bersaing dengan pemain pasar lainnya. Selama harga elpiji nonsubsidi di bawah harga keekonomian, tidak akan ada pelaku usaha yang berminat berbisnis elpiji nonsubsidi.

Sementara itu, Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina Ali Mundakir menambahkan, Pertamina sudah mengajukan kenaikan harga elpiji. "Karena bukan barang subsidi, seharusnya biaya produksi dan ongkos angkut elpiji 12 kg dibebankan kepada konsumen," ujarnya.

Namun, diakui, kenaikan harga elpiji nonsubsidi akan memengaruhi situasi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Karena jika harga elpiji nonsubsidi 12 kg dinaikkan, perbedaan harganya dengan elpiji bersubsidi 3 kg akan makin tinggi. Hal ini berpotensi menimbulkan praktik pemindahan elpiji dari tabung gas 3 kg ke tabung gas 12 kg serta akan membuat pengguna elpiji 12 kg beralih ke elpiji bersubsidi kemasan 3 kg. Kondisi ini akan berdampak pada peningkatan konsumsi elpiji 3 kg sehingga pemerintah harus menambah anggaran subsidi untuk elpiji 3 kg.

Kenaikan Wajar

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan akan mendukung rencana PT Pertamina yang akan menyesuaikan harga jual elpiji kemasan 12 kilogram. Puskepi juga mengimbau pejabat pemerintah dan elite politik tertentu untuk tidak memboikot rencana tersebut. “Rencana Pertamina ini sesuatu yang sangat wajar, apalagi bisnis elpiji 12 kg itu tidak disubsidi oleh pemerintah. Sehingga ketika mengalami kerugian yang begitu besar, Pertamina berhak untuk meminimalisasinya,” katanya. 

Menurut Sofyano, pemerintah dan elite politik seharusnya menyadari bahwa elpiji 12 kg adalah elpiji yang tidak disubsidi pemerintah. Jika ada keputusan Pertamina menyesuaikan harga itu adalah murni aksi korporasi dan merupakan hak Pertamina sebagai badan usaha. “Publik sudah cukup lama mengetahui bahwa elpiji 12 kg dijual oleh Pertamina dengan harga di bawah harga pasar dunia atau di bawah harga keekonomian. Hal ini menyebabkan Pertamina rugi hampir sekitar Rp4,54 triliun per tahun,” tambahnya.

Publik, dia menambahkan, juga mengetahui bahwa pengguna elpiji 12 kg mayoritas adalah golongan mampu. Sebab, golongan tidak mampu sudah jelas dan tegas memperoleh elpiji bersubsidi yang dikemas dalam tabung 3 kg. “Yang jelas, kerugian Pertamina yang selama ini diderita akibat mensubsidi golongan mampu dengan menjual elpiji 12 kg jauh di bawah harga keekonomian,” kata Sofyano.

Sofyano juga menengarai bahwa setiap kali Pertamina berencana untuk menyesuaikan harga jual elpiji 12 kg, pejabat pemerintah selalu mengintervensi BUMN tersebut dengan cara yang "halus" agar tidak melakukannya. Ia menganggap pemerintah selalu menggunakan alasan yang klasik bahwa kerugian Pertamina pada penjualan elpiji 12 kg sudah diatasi dengan pemberian keuntungan untuk Pertamina pada saat menjalankan PSO elpiji 3 kg.

Alasan ini, dia melanjutkan, yang selalu membuat  Pertamina "bertekuk lutut" dan menyerah, sehingga selalu membatalkan rencananya. “Saya tidak yakin rencana Pertamina menyesuaikan harga jual elpiji 12 kg pada tahun ini akan berhasil mulus atau tidak mendapat perlawanan dari pihak-pihak tertentu,” kata Sofyano.

BERITA TERKAIT

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…