HPE Zirconium Hasil Putusan Tim Terpadu

NERACA

 

Jakarta - Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Deddy Saleh, menegaskan penetapan harga patokan ekspor (HPE) Zirconium berdasarkan hasil keputusan rapat tim terpadu antara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Ditjen Bea Cukai, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.

"HPE Zirconium November (US$1.708) melesat dari Oktober (US$181), dimana harga zirkonium silikat sebesar itu merupakan harga bahan mineral dengan "klasifikasi non logam"," ujar Deddy kepada pers di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut dia, setelah dikoreksi oleh tim lintas sektoral, seyogianya zirkonium silakat yang merupakan ZrSi04 99% atau sama dengan Zr02 65,5%  termasuk "klasifikasi mineral logam"  dengan harga  US$1.708.  Dengan demikian HPE yang seharusnya dikenakan terhadap  zirconium silikat adalah harga tertinggi dari bijih zirconium (Zr02 65%).

Deddy mengatakan penyesuaian untuk penetapan HPE Desember tetap akan mengacu dengan sumber harga dari Asian Metal, LME dan sumber lainnya melalui rapat penetapan Tim HPE ( BKF dan BC Kemenkeu, ESDM, Kemenperin dan Kemendag).

Secara terpisah,  Ketua Asosiasi Pertambangan Zirconium Indonesia (APZI), Ferry Alfiand SH, kembali meminta perhatian pemerintah, agar memberi insentif pajak bagi perusahaan yang sudah berinvestasi untuk membangun smelter/pemurnian. Jika kadar bisa sampai 65%, artinya sudah membangun instalasi pemurnian/pemisahan. Kalau harga penetapan ekspor (HPE) untuk kadar lebih tinggi malah naik, bukan insentif tetapi disinsentif.

Asosisasi mengharapkan, pemerintah hendaknya meninjau HPE, yang sejalan dengan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber  Daya Mineral  (ESDM) Nomor 7 tahun 2012, mulai tahun 2014, kadar mineral yang boleh diekspor akan dibatasi. Sedangkan dalam HPE November 2012, kadar lebih tinggi berkat instalasi pemurnian, malah tak mendapat insentif pajak.

Menurut pengamatan Ferry, HPE November menguntungkan para eksportir yang tidak membangun pemurnian. Kadar rendah, maka HPE pun rendah. Di pihak lain, besaran HPE November, sangat merugikan perusahaan yang sudah berinvestasi membangun pemurnian, namun hasil pemurnian dengan kadar yang lebih tinggi, malah dikenai pajak yang lebih besar. Jadinya, sia-sia berinvestasi, ekspor kadar rendah saja.

“Untuk mengikuti Permen ESDM 7 tahun 2012, setiap perusahaan akan berinvestasi sedikitnya USD 200 ribu. Ini baru instalasi pengelohan saja, belumk termasuk modal kerja, peralatan pertambangan. Pokoknya akan menarik investasi dan membuka lapangan kerja yang lumayan. Manfaatnya, kadar lebih tinggi. Tetapi kalau kadar lebih tinggi dikenai pajak lebih besar, insentifnya di mana?” Ferry mempertanyakan.

Pemerintah juga jangan lupa, Indonesia bukan pemain utama dalam bisnis zirconium dunia. Pemain utama adalah Australia (perusahaan terbesar di sana bernama Iluka), disusul Afrika Selatan dan Tiongkok, baru Indonesia. Sehingga pajak yang terlalu besar untuk zirconium, akan mematikan pasar zirconium asal Indonesia.

“Kami heran, nikel, emas dan lain-lain, memperoleh diskon besar, antara harga dunia dengan HPE. Tetapi untuk zirconium, tak ada perlakuan serupa. Boleh dibilang, zirconium belum memperoleh diskon harga seperti yang dialami mineral lainnya,” tukas Ferry. “Kami ingin sekali bertemu dengan Dirjen Daglu, juga dengan tim penyusun HPE. Kami  ingin memberi masukan dari sisi usaha/bisnis zirconium,” tambah Ferry kepada pers, Minggu (4/11).

Tak Dorong Investrasi

Seperti diketahui, kalangan pengusaha zirconium menilai kebijakan pemerintah dalam penetapan HPE mineral zircon (Zr) untuk November 2012, tidak mendorong investasi. Kebijakan tersebut tdipandang idak rasional, karena “napas” HPE bertentangan dengan kebijakan lebih luas, yaitu pembatasan kadar mineral yang boleh diekspor sejak tahun 2014. Tidak masuk akal, karena HPE  zirconium silikat Oktober 2012 yang US$ 181/ton, November 2012 menjadi US$ 1.708,7 per DMT.

Dalam HPE Oktober 2012  (Permendag  61/2012) HPE ekspor zirconium dibagi dalam dua kelompok. Pertama, bijih zirconium (ZrO2) dengan HPE, USD 1.5561,39 per ton. Kedua, zirconium silikat, USD 181 per ton. Namun sejak November 2012 (Permendag 66/2012), HPE zirconium menjadi empok kelompok. Pertama, HPE ZrO2 dengan kadar di bawah 50%, USD 1.277,79 per ton basah (WMT). Ke dua, ZrO2 kadar 50% sampai 60% , USD 1.538,57 per WMT.

Ke tiga, ZrO2 kadar di atas 60%, USD 1.708,7 per WMT. Ke empat, zirconium silikat ZrSiO4, USD 1.708,7 per ton kering (DMT). “Sudah jelas, HPE baru adalah keinginan pengusaha yang tidak mempunyai fasilitas pemurnian. HPE November merangsang pengusaha untuk tidak membangun pabrik. Ini kan tak mendorong investasi dan pembukaan lapangan kerja,” tuturnya.

Ferry mengharapkan, pemerintah hendaknya segera memperbaiki HPE November. Kalau seandainya  ada kelemahan aturan lama, pemerintah hendaknya meminta pendapat dari pengusaha, supaya memperoleh bahan lengkap.

Produsen utama zirconium dunia tahun 2010, Australia 481 ribu ton, Afrika Selatan 390 ribu ton, China 140 ribu, Indonesia hanya 60 ribu ton saja. Sisanya tersebar di Brasil, Ukrania, India. Agar bisa menggenjot penerimaan pajak ekspor, maka pemerintah harus member kemudahan dan insentif bagi investasi permurnian.

BERITA TERKAIT

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…