BEI Belum Optimal

Oleh : Ahmad Nabhani

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Dunia ivestasi tentu sangat memperhatikan soal kepastian hukum, keamanan, kemudahan dan kenyamanan. Namun bila salah satunya tidak terpenuhi, maka akan membuat iklim investasi tergangggu. Lalu bagaimana dengan investasi di pasar modal, tentunya tidak jauh berbeda. Artinya, butuh kepastian hukum, keamanan, kemudahan dan kenyamanan. Karena prasyarat ini terkait kepentingan investor maupun stakeholders lainnya di bursa manapun di dunia. Meski selama ini banyak investor asing bermain saham di bursa domestik, ini akan membawa kesan tersendiri bagi mereka.

Namun ironisnya, kesan yang selama ini dibawa investor asing kemungkinan lebih banyak negatifnya ketimbang positifnya. Lihat saja kejadian memalukan akibat molornya pembukaan jam perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga jam penutupan pasar lebih awal (27/8) di awal pekan ini, akibat gangguan sistem remote trading. Kala itu, BEI menjelaskan kejadian tersebut disebabkan karena tengah dilakukan aktivasi perbaikan dengan menggunakan sistem back-up.

Jelas, hal ini memalukan sekali di saat BEI tengah sibuk membicarakan soal rencana penambahan jam perdagangan saham lebih awal, rupanya tidak diimbangi dengan kesiapan infrastruktur yang matang. Pihak BEI berencana memajukan jam perdagangan lebih awal saat pembukaan, dimaksudkan untuk mempersempit jarak pembukaan perdagangan di Indonesia dengan bursa utama lainnya di wilayah regional, seperti bursa saham Hong Kong (Hong Kong Exchange/HKEX) dan bursa saham Singapura (Singapore Exchange/SGX). Dengan harapan dampak negatif dari eksternal, tidak berimplikasi negatif terhadap pasar saham dalam negeri.

Belum juga rencana besar ini masuk finalisasi, publik dimuat kecewa soal persoalan klasik rusatnya IT dengan berbagai alasan. Memang peristiwa ini bukan yang pertama kali transaksi perdagangan saham terhenti karena persoalan IT. Padahal, tiap tahunnya BEI selalu menganggarkan belanja modal cukup besar untuk pengadaan IT. Pada 2011, BEI mengalokasikan dana Rp 105 miliar untuk meningkatkan kualitas IT.

Kemudian pada 2012 BEI menginvestasikan Rp 140,37 miliar, yang akan dipergunakan mengembangkan sistem perdagangan Jakarta Automatic Trading Systemm (JATS) atau JATS-RT (Real Time).

Terlihat upaya meningkatkan alokasi dana investasi untuk pelayanan IT, belum juga menyelesaikan masalah klasik ini. Walhasil, pelaku pasar, investor, broker menjadi korban karena belum optimalnya pelayanan BEI pada sektor IT, yang terus menerus ditimpa gangguan remote trading.

Bila persoalan ini belum diselesaikan secepat mungkin, hal ini akan memperburuk citra pasar modal di luar negeri. Pasalnya, mungkin hanya di Indonesia terjadi gangguan remote trading berkali-kali. Bagaimana mungkin cita-cita pasar modal bisa meningkatkan minat investor lebih banyak lagi bermain saham di bursa lokal, jika persoalan IT belum diselesaikan tuntas. Jangan sampai, ambisi industri pasar modal cuma sebatas angan-angan tinggi tanpa dukungan kemampuan dan pelayanan yang maksimal.

 

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…