Menanti Kebijakan Kepemimpinan Baru Bagi Restorasi Gambut

Menanti Kebijakan Kepemimpinan Baru Bagi Restorasi Gambut

NERACA

Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) di periode kedua ini hanya memiliki waktu sekitar satu tahun untuk menyusun strategi penguatan dan akselerasi restorasi gambut pascamandat Badan Restorasi Gambut (BRG) berakhir tahun 2020.

Kepemimpinan politik yang tegas dari presiden, wewenang yang memadai, serta kelembagaan yang kuat adalah syarat mutlak untuk memecahkan permasalahan kebakaran hutan dan lahan yang sudah terpola selama berpuluh-puluh tahun melalui restorasi gambut.

Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Teguh Surya, dalam 100 hari pemerintahan yang baru dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin untuk periode 2019-2024, ada tiga hal yang harus dilakukan untuk mencapai komitmen iklim Indonesia.

Yaitu memperkuat implementasi restorasi gambut sekarang dan pasca-2020 melalui penguatan pengawasan dan penegakan hukum, menjalankan evaluasi perizinan yang dipertegas melalui implementasi moratorium sawit, dan memperkuat kebijakan moratorium hutan.

"Dalam hal mencegah karhulta pentingnya 'leadership' (kepemimpinan) presiden untuk memastikan upaya target penurunan emisi 29 persen pada tahun 2030 terlaksana," kata teguh dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa (2/7).

Pemerintahan Jokowi ke depan harus lebih serius dan tegas dalam menunjukkan kepemimpinan politik untuk memastikan pencapaian komitmen iklim Indonesia, salah satunya dengan memperkuat implementasi restorasi gambut saat ini dan pasca-2020.

Hal itu bisa dilakukan dengan memastikan kepatuhan korporasi, meningkatkan pengawasan, serta melakukan penegakan hukum yang tegas, karena Indonesia memainkan peran penting untuk kunci penyelamatan iklim dunia.

Selain penguatan restorasi gambut, pelaksanaan kebijakan moratorium hutan yang rencananya akan dipermanenkan, evaluasi perizinan melalui implementasi moratorium sawit, serta perhutanan sosial adalah kunci untuk mencapai komitmen iklim Indonesia di tahun 2030 agar Indonesia bisa kembali memimpin di meja perundingan internasional.

"Penguatan ini penting karena masih terdapat kesenjangan yang sangat besar antara apa yang ditargetkan oleh Indonesia dengan kebijakan yang dibutuhkan untuk mencapainya," ujar Teguh.

Indonesia membutuhkan penguatan sejumlah kebijakan apabila benar-benar ingin mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030 dengan usaha sendiri dengan moratorium hutan dan restorasi gambut sebagai kebijakan paling besar dampaknya terhadap penurunan emisi.

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang masih terus terjadi masih menjadi ancaman serius bagi pelaksanaan komitmen iklim dan sekaligus indikator untuk mengevaluasi apakah restorasi gambut telah dilakukan dengan tepat dan masif sebagaimana diperintahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016. Ant

 

BERITA TERKAIT

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…

BERITA LAINNYA DI

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…