Kebutuhan Pokok - Perlu Ada Jaminan Ketersediaan Pasokan Pangan di Musim Kemarau

NERACA

Jakarta – Pakar ekonomi Profesor Hermanto Siregar mengatakan bahwa pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk menjamin ketersediaan pasokan pangan di musim kemarau yang saat ini melanda wilayah Indonesia. Guru besar IPB itu juga mengatakan produksi pangan di musim kemarau akan cenderung menurun.

Karena beberapa daerah terdampak kekeringan sehingga perlu langkah antisipasi dari pemerintah dalam menjaga pasokan. "Kalau tidak ada kebijakan dan intervensi pemerintah otomatis harga naik dan itu memberatkan tidak hanya untuk konsumen tapi juga petaninya karena kalau sudah tidak ada beras mereka harus beli juga kan," ujar Hermanto Siregar saat dihubungi Antara, disalin dari laman kantor berita tersebut.

Salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah apabila produksi pangan di musim kemarau menurun yaitu dengan menggunakan stok beras Bulog untuk menjaga pasokan di tengah masyarakat. "Kalau stok tidak cukup, mau tidak mau harus impor beras. Kalau tidak impor, maka barang tidak ada sehingga harganya bisa selangit," kata dia.

Menjaga pasokan pangan, menurut Hermanto, juga perlu adanya pengawasan di tingkat daerah untuk mengantisipasi pihak atau oknum yang melakukan penimbunan beras yang berakibat pada kenaikan harga.

Selain itu, dia juga menyarankan pemerintah agar melakukan langkah antisipasi jangka panjang dengan mengembangkan varietas yang tahan dengan musim kemarau panjang serta pengembangan teknologi pengairan.

Ekonom INDEF Rusli Abdullah mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah antisipasi untuk menjaga ketersediaan pangan saat memasuki musim kemarau yang saat ini melanda sejumlah daerah Indonesia. Musim kemarau, menurut Rusli, berdampak pada menurunnya produksi pangan di sejumlah daerah sehingga dikhawatirkan mengakibatkan harga pangan seperti beras melambung tinggi. "Antisipasi bulan Agustus beras akan naik karena dampak kekeringan terutama di Jawa bagian selatan," kata Rusli Abdullah, disalin dari Antara.

Berdasarkan data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya dan berpotensi menimpa 28 provinsi.

Untuk itu, dia mengatakan bahwa pemerintah perlu memantau daerah mana saja yang terdampak kekeringan dan menjaga pasokan pangan di daerah tersebut dengan menggunakan stok beras dari Bulog. "Beras Bulog itu juga banyak melimpah dan bisa diupayakan dan disalurkan ke daerah yang terkena kekeringan," ujarnya.

Dia juga menegaskan perlu rutin dilakukannya pengawasan oleh pemerintah daerah dan juga dinas pertanian setempat untuk mengantisipasi adanya pihak atau oknum yang melakukan penimbunan beras yang berakibat pada kenaikan harga. Selain itu, Rusli menyebut bahan pangan alternatif seperti jagung dan singkong juga bisa dimanfaatkan sebagai pengganti beras bagi daerah yang terdampak kekeringan.

Pengamat lingkungan hidup Institut Pertanian Bogor (IPB) Suprihatin menyarankan pemerintah lebih banyak membuat embung atau penampung air untuk mengatasi musim kemarau sekaligus sebagai cadangan air. "Embung memiliki fungsi utama menyimpan air, dan akan berguna bagi masyarakat termasuk air irigasi yang kembali disalurkan ke areal persawahan," kata dia, disalin dari Antara.

Menurut dia, dengan adanya embung, maka pemerintah maupun masyarakat tidak perlu lagi terlalu cemas karena sudah bisa mengatur keseimbangan atau kebutuhan air saat diperlukan. Apalagi, kata dia, embung atau penyimpan air itu dibutuhkan sekali bagi masyarakat di sektor pertanian. Sebagai contoh imbas musim kemarau yang saat ini terjadi di beberapa daerah dan berpotensi mengakibatkan gagal panen.

Secara umum ia melihat setiap daerah memiliki persoalan yang berbeda terkait sumber air. Ada yang bermasalah dengan kualitas maupun dari segi kuantitas. Sebagai contoh Jakarta memiliki skala kota yang besar namun tidak berbanding lurus dengan faktor pendukung sumber air. Hal itu akan terlihat berbeda dengan daerah yang penduduknya relatif sedikit dan industri belum banyak. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah melakukan kajian jangka panjang terkait masalah lingkungan terutama kebutuhan air yang berdampak pada berbagai sektor.

Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2018 tercatat tambahan sebanyak 103 embung yang tersebar di sejumlah titik. Dengan tambahan itu maka selama kurun waktu 2015 hingga 2018 sudah terdapat 949 embung. Sedangkan periode 2019, pemerintah berkomitmen kembali menambah sebanyak 104 embung sehingga total keseluruhannya 1.053 yang tersebar di berbagai daerah.

Sebelumnya, diwartakan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat dalam kurun waktu 2015-2019 pemerintah telah membangun jaringan irigasi yang dapat mengairi lahan sawah seluas 3,13 juta hektare.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan pengembangan jaringan irigasi tersier ini telah meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) sebesar 0,5.

BERITA TERKAIT

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…