Jakarta-Anggota Komisi VI DPR Nyoman Dhamantra meminta semua pihak untuk tidak mempersoalkan keterlambatan Laporan Keuangan Pertamina. Pasalnya, Pertamina harus menghitung ulang subsidi setelah terjadi perubahan formula subsidi BBM. Dengan demikian, BPK pun harus melakukan perhitungan ulang. “Karena memang harus menyempurnakan laporan, saya rasa tidak masalah menunggu audit BPK,” ujarnya di Jakarta, pekan ini.
Keterlambatan seperti itu, menurut dia, memang bisa saja terjadi pada laporan keuangan. Untuk itu Nyoman sepakat bahwa masalah ini sebaiknya tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi sampai mengeluarkan berbagai spekulasi. Sebab, lanjut dia, apapun spekulasinya tidak akan berdampak terhadap hasil perhitungan BPK itu sendiri.
“Ini kan masalah waktu penyampaian saja. Di dalam akuntansi kan biasa ada hal yang harus disesuaikan. Apalagi ada arahan dari BPK untuk dilakukan adjustments, berarti penyesuaian untuk laporan yang ada,” ujar Nyoman.
Anggota DPR lainnya, Lili Asdjudiredja dari Komisi VI DPR berpendapat sama. Menurut Lili, keterlambatan penyampaian laporan keuangan Pertamina bisa dipahami sebagai dampak perubahan formula subsidi BBM. “Jadi sebaiknya memang tunggu saja. Tidak usah ada yang bersepekulasi,” ujarnya.
Dalam kaitan itu, Lili juga meminta agar semua pihak tenang dan tidak mempersoalkan keterlambatan. Tidak ada gunanya melontarkan berbagai dugaan, karena hanya akan menimbulkan kegaduhan. Apalagi, kalau pun terjadi ketidakberesan, tentu BPK akan menindaklanjuti.
Lili mengingatkan, bukan hanya Pertamina yang mengalami keterlambatan. BUMN lain, yaitu PLN juga sama. Penyebabnya tidak berbeda, karena memang harus dilakukan koreksi atas laporan yang sudah dibuat, setelah terjadi perubahan formula subsidi.
Sebelumnya, anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi juga mengakui bahwa Pertamina hingga saat ini masih menunggu hasil audit BPK. BPK melakukan audit ulang setelah Pertamina pada 1 April 2019 menerima surat dari Kementerian ESDM mengenai perubahan formula subsidi BBM.
Achsanul menyatakan, perhitungan subsidi dari perubahan formula tersebut berlaku mundur dari 1 Januari 2018 sampai 31 Desember 2018. Padahal, idealnya pemeriksaan subsidi sudah selesai dan mereka sudah bisa mempublikasikan. ’’Jadi, BPK menghitung lagi. Ini tidak hanya Pertamina, PLN juga. Makanya dua BUMN ini terlambat publikasinya. Karena ada koreksi itu yang membuat terlambat, bukan apa-apa,’’ ujarnya.
NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…
NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…
NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…
NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…