"Social Capital" Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat serta tingginya tingkat inflasi, lembagakeuangan baik konvensional dan syariah di Indonesia memiliki dampak akibatnya. Hal ini tercermin pada laporan kinerja dalam tahun terakhir ini mengalami penurunan yang sangat tajam dibandlingkan dengan tahun sebelumnya. Toh, jika itu mengalami keuntungan tak signifikan dengan target dari rencana kerja yang ditentukan.  Permasalahan ini menjadi sebuah studi klasik yang terjadi pada lembaga keuangan. Namun, yang menjadi sebuah keprihatinan adalah mengapa lembaga keuangan syariah seperti perbankan syariah dan lembaga keuangan mikro syariah juga terseret seperti yang dialami oleh lembaga keuangan konvensional.

Pada hal jika kita mencermati keberadaan dari lembaga keuangan syariah (LKS), bukan hanya sekedar dari kumpulan para kapital yang membuat bisnis, tapi adalah kumpulan dari social capital.  Dimana hadIrnya LKS bukan dalam rangka  sekedar bisnis saja, tapi ada semangat guyub dalam bentuk saling bertaawun, berukhuwah dan berjamaah. Jadi, ketika sebuah lembaga keuangan dibangun dengan social capital yang demikian, maka lembaga keuangan tersebut akan sangat kecil memiliki dampak terhadap kerugian bisnis.

Hal ini disebabkan berbagai pihak baik manajemen lembaga keuangan dan para anggota atau nasabah untuk saling sama–sama menanggung risiko. Inilah sebenarnya perbedaan karakter antara keuangan konvensional dan keuangan syariah, dimana jika keuangan konvensional cenderung transfer risk, tapi jika keuangan syariah adalah sharing risk. Dengan adanya sharing risk inilah, maka  model lembaga keuangan benar–benar dibuat dalam bentuk jejaring networking social capital.

Sayang sekali pemahaman pembangunan social capital, tak begitu jamak dimiliki oleh lembaga keuangan syariah baik perbankan dan LKMS sehingga ketika lembaga keuangan tersebut dihadapkan kepada krisis keuangan akan mengalami dampaknya.

Untuk itulah, pembangunan  social capital bagi lembaga keuangan syariah harus diwujudkan sebagai bagian integrasi dalam ekosistem. Tak bisa dalam membangun keuangan syariah dijalankan secara parsial antara bisnis dan sosial, semua bisa dijalankan asalkan ada sebuah kemitraan yang jelas dan untuk saling melengkapinya.

Seperti yang terjadi di Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM), dimana  lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) ini  dibangun atas dasar semangat social capital persyarikatan Muhammadiyah dan para anggota sebagai pusat keuangan Muhammadiyah. Dengan adanya BTM itu  intermediasi amal usaha Muhammadiyah dan warga bisa terfasilitasi. Namun, meskipun BTM itu adalah lembaga bisnis murni milik Muhammadiyah, tapi bisa sinergi dengan lembaga LAZISMU, untuk menghimpun dana zakat dan wakaf uang. Bahkan, dana yang terkumpul oleh LAZISMU itu bisa diamanahkan untuk BTM dalam program pemberdayaan UMKM bagi anggota BTM yang  termiskin, tertinggal dan terjauh. Dengan demikian sinergisitas BTM dan LAZISMU bisa terbangun atas dasar social capital.

Begitu juga untuk menanggulangi risiko dalam pembiayaan, apalagi dana yang dimiliki oleh BTM adalah milik pihak ketiga, bisa dibuat dana tabaru yang berasal dari kumpulan para anggota yang diperoleh dalam setiap pembiayaan. Dengan  demikian jika terjadi masalah dalam kemacetan pembiayaan bisa di cover risiko tersebut, dengan asuransi keanggotaan, begitu juga jika anggota itu sakit dan meninggal dunia, ada santunan yang bisa diberikan kepada para anggota. Itulah indahnya, jika LKS dibangun sebuah social capital yang kuat.

Untuk membangun sebuah social capital yang kuat diperlukan kesadaran yang tinggi baik pengelola dan anggota. Tapi semua itu bisa dilakukan jika sama–sama memiliki visi dan orientasi kemajuan dan keberlangsungan dalam jangka panjang. Maka kedepan tak bisa dalam membuat lembaga keuangan secara menyendiri dan egois tanpa melakukan elaborasi. Pembangunan lembaga keuangan berbasis social capital adalah cara lembaga keuangan memiliki manfaat secara luas dan berkelanjutan.

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…