Dongkrak Daya Saing Batik dengan Substitusi Impor

NERACA

Jakarta – Kementerian Perindustrian terus memacu daya saing industri batik dan tenun dalam negeri. Hal ini dilakukan guna menghasilkan produk yang kompetitif, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor. Oleh karena itu, para perajin serta pengusaha batik dan tenun diharapkan untuk semakin berinovasi, khususnya dalam hal pemenuhan bahan baku.

"Kami sosialisasikan ke Industri Kecil dan Menengah (IKM) batik dan tenun, bahwa ini ada bahan baku baru yang sangat mirip dengan benang sutra. Namanya Bemberg. Kami mendorong mereka untuk mencoba dan mengaplikasikannya," kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, disalin dari siaran resmi.

Menurut Gati, Bemberg adalah merek dagang bagi kain yang terbuat dari bijih kapas yang selama ini dianggap sampah. Bahan baku ini sudah beberapa tahun terakhir dikembangkan di Jepang, dan sudah lulus uji coba, bahkan ramah lingkungan. Bemberg diharapkan sebagai bahan pengganti sutra, sehingga akan menjadi substitusi impor. “Kami akan menggarap Bemberg sebagai bahan pengganti sutra, sehingga akan menjadi substitusi impor, menggantikan serat sutra yang digunakan bahan baku untuk industri batik dan tenun,” jelasnya.

Guna melakukan substitusi impor untuk bahan baku industri kain dan batik, pemerintah siap memboyong investor asal Jepang agar dapat membangun pabrik untuk memproduksi Bemberg di Indonesia. Calon investor dari Jepang tersebut telah melakukan penjajakan lahan di kawasan Wajo, Sulawesi Selatan, untuk budidaya tanaman kapas secara besar-besaran.

“Kalau sudah ada pabriknya di Indonesia, maka pusatnya ada di sini, karena sebagai sumber bahan baku. Kalau mereka bisa masuk ke pasar Nusantara, ekspor akan lebih besar sekitar 10 persen. Itu bisa menekan harga bahan baku, sehingga ekspor produk tekstil kita bisa lebih bersaing," ujarnya.

Gati menuturkan, pihaknya sudah bertemu dengan investor asal Jepang tersebut agar semakin memantapkan untuk berinvestasi sebagai produsen Bemberg di Indonesia. Dengan diproduksinya Bemberg di dalam negeri, diharapkan sejumlah perajin batik dan tenun yang sudah menggunakan Bemberg tidak lagi impor bahan baku itu dari Jepang. “Tahun lalu, kami ketemu dengan calon investornya. Mereka bilang sepanjang demand di Indonesia tinggi, akan dipindahkan pabriknya ke Indonesia,” katanya.

Gati menambahkan, alasan lain pemerintah mendorong penggunaan Bemberg sebagai bahan baku alternatif pengganti sutra, karena semakin terbatasnya dan mahalnya harga bahan baku sutra. Bemberg sendiri, terbuat dari serat cupro yang merupakan olahan biji kapas yang didaur ulang dengan cara dilelehkan.

Meski benang serat cupro berkilau seperti sutra, harganya justru jauh lebih murah. Terlebih menurut Gati, penetrasi pewarna yang masuk juga lebih bagus dan sudah digunakan di beberapa kain tradisional khas Indonesia. "Sudah dicoba untuk membuat songket dari Palembang dan ulos dari Sumatera Utara, hasilnya bagus sekali. Kalau ditambah motif dari Indonesia yang bagus-bagus, pasarnya akan meningkat,” imbuhnya.

Untuk memperluas penggunaan Bemberg di Tanah Air, Kemenperin akan melakukan sosialisasi kepada perajin dan konsumen agar makin dikenal. Pemerintah pusat mendorong kepala dinas di daerah, terutama untuk daerah penghasil tenun dan batik, seperti Sumatera Utara, Palembang, Bali, dan Makassar.

Penggunaan Bemberg sebagai bahan baku untuk industri tenun dan batik sudah diaplikasikan oleh beberapa peserta Pameran Adiwastra 2019 yang digelar pada tanggal 20-24 Maret 2019 di Jakarta Convention Center (JCC). Salah satu yang sudah menggunakan bahan baku Bemberg ini adalah  Zainal Songket yang membuka stan di ajang pameran kain adat terbesar se-Indonesia itu.

Zainal menjelaskan, produk Bemberg lebih ramah lingkungan karena industri tak harus memberikan warna pada benang lagi. Menurut dia, karena tak ada limbahnya, produksi jadi lebih cepat, otomatis ongkos produksi semakin murah. “Tidak ada limbahnya, produksi jadi lebih cepat, otomatis ongkos produksi semakin murah," ungkapnya.

Zainal Songket sudah menggunakan bahan baku impor dari Jepang selama delapan bulan terakhir untuk menghindari persaingan dengan pengrajin lain di Tanah Air. “Apalagi, tahun lalu, Asian Games 2018 juga menjadi prioritas para pelaku usaha batik dan tenun di Palembang untuk lebih produktif karena menjadi salah satu kota penyelenggaraan event tersebut,” imbuhnya.

BERITA TERKAIT

Distribusi dan Stabilitas Harga Ikan Selama Ramadhan Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan terus mengawal ketersediaan serta kestabilan harga ikan. KKP menyebut bahwa…

Indonesia dan Sri Lanka Perkuat Hubungan Dagang Bilateral

NERACA Jakarta – Indonesia dan Sri Lanka meluncurkan perundingan Indonesia–Sri Lanka Preferential Trade Agreement (ISL–PTA). Penandatanganan dilaksanakan secara simultan melalui…

2023, Kontribusi Parekraf Terhadap PDB Mencapai 3,9 Persen

NERACA Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memaparkan realisasi program…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Distribusi dan Stabilitas Harga Ikan Selama Ramadhan Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan terus mengawal ketersediaan serta kestabilan harga ikan. KKP menyebut bahwa…

Indonesia dan Sri Lanka Perkuat Hubungan Dagang Bilateral

NERACA Jakarta – Indonesia dan Sri Lanka meluncurkan perundingan Indonesia–Sri Lanka Preferential Trade Agreement (ISL–PTA). Penandatanganan dilaksanakan secara simultan melalui…

2023, Kontribusi Parekraf Terhadap PDB Mencapai 3,9 Persen

NERACA Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memaparkan realisasi program…