Pengawasan Perbankan dan Defisit Neraca Berjalan

 

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

Pengawasan perbankan harus dilakukan secara konsisten dan disiplin, apalagi ketika defisit neraca berjalan semakin tidak terkendali. Jika defisit transaksi berjalan naik ke rata-rata 2 persen dari PDB hingga empat kuartal berturut-turut, apalagi juga terbesar dalam tiga tahun terakhir merupakan indikasi serius yang seyogyanya menuntut pengawasan perbankan yang juga serius.

Pengawasan perbankan harus diarahkan kepada sektor-sektor yang berkaitan dengan konsumsi minyak dan industri yang berkaitan dengan investasi peralatan sehingga total impor nominal tumbuh lebih cepat daripada ekspor, serta menyempitnya surplus perdagangan barang. Risiko terhadap proyeksi pertumbuhan Indonesia cenderung kepada penurunan di tengah meningkatnya ketidakpastian global, termasuk kondisi ekonomi dan inflasi di Amerika Serikat, dan gejolak di Argentina dan Turki.

Meningkatnya proteksionisme juga menimbulkan risiko bagi Indonesia baik melalui perlambatan ekspor atau dampak negatif dari pertumbuhan regional yang lebih lambat - sebagian akibat melemahnya harga komoditas. Buktinya kinerja ekspor dan impor RRC mengalami penurunan drastis pada Desember 2018. Dalam konteks inilah pengawasan perbankan harus diletakkan secara proporsional berdasarkan tingkatan risikonya. Apalagi jika ada tanda-tanda pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto yang akan mencapai 7,5 persen. Tingginya pertumbuhan investasi mesin walaupun umumnya dianggap positif dapat menyebabkan peningkatan impor yang tinggi sehingga pertumbuhan impor akan lebih tinggi dari ekspornya. Makroprudensial tak pelak lagi sangat diperlukan.

Kebijakan makroprudensial dimulai sejak tahap awal yakni pemetaan dan pemantauan risiko, hingga berlanjut ke tahap pemilihan instrumen kebijakan yang diperlukan berikut implementasinya. Tahap terakhir adalah evaluasi untuk mengetahui efektivitas tindakan yang diambil. Makroprudensial mengemuka dan menjadi sangat populer di sektor keuangan paska terjadinya krisis keuangan global. Krisis keuangan tersebut ditengarai terjadi karena belum diterapkannya kebijakan makroprudensial yang efektif di negara maju, yaitu kebijakan yang berkaitan dengan dinamika di sektor keuangan yang bersumber dari interaksi antara makro ekonomi dengan mikro ekonomi.

Di Indonesia sendiri, pendekatan makroprudensial sudah dijalankan sebagai bagian dari pemulihan ekonomi akibat krisis keuangan Asia tahun 1997/1998 dimana pada saat itu defisit neraca berjalan terjadi sangat kronis. Pengalaman krisis tersebut sesungguhnya telah memberikan pelajaran yang berharga, sehingga pada saat krisis keuangan global 2007/2008 yang dipicu oleh kegagalan produk subprime mortgage di Amerika Serikat, Indonesia secara relatif aman sektor perbankannya. Sistem kontrol dalam makroprudensial memainkan peran yang sangat vital karena sistem tersebut harus berbasis komputer secara real time. Berbeda dengan unit kontrol yang single-cycle, unit kontrol yang multi-cycle lebih memiliki banyak fungsi.

Dengan memperhatikan state dan opcode, fungsi boolean dari masing-masing output control line dapat ditentukan. Masing-masingnya akan menjadi fungsi dari 10 buah input logic. Jadi akan terdapat banyak fungsi boolean, dan masing-masingnya tidak sederhana. Pada cycle ini, sinyal kontrol tidak lagi ditentukan dengan melihat pada bit-bit instruksinya. Bit-bit opcode memberitahukan operasi apa yang selanjutnya akan dijalankan CPU; bukan instruksi cycle selanjutnya. Sistem makroprudensial juga harus memiliki sistem kendali yang akurat sehingga defisit neraca berjalan tidak berdampak negatif bagi sektor perbankan.

Dalam sistem yang otomatis, alat semacam ini sering dipakai untuk peluru kendali sehingga peluru akan mencapai sasaran yang diinginkan. Banyak contoh lain dalam bidang industri / instrumentasi dan dalam kehidupan kita sehari-hari di mana sistem ini dipakai. Pada prinsipnya ada 2 macam sistem kendali dalam makroprudensial yang berorientasi pertumbuhan, pertama, sistem kontrol sekuensial/logika dan ,kedua, sistem kontrol linear. Sistem kendali berbasis logika-samar (logika Fuzzy) akhir-akhir ini banyak diperkenalkan sebagai gabungan di antara kedua sistem tersebut. Artinya makroprudensial menuntut disiplin rekayasa yang melibatkan mekanisme dan algoritme untuk mengendalikan keluaran dari suatu proses dengan hasil yang diinginkan.

Dalam sejarahnya, otomasi telah dicapai dalam perkembangan kehidupan manusia, meski pada awalnya tidak disebut sebagai otomasi. Operator telepon yang digantikan dengan mesin, berbagai peralatan kedokteran (elektrokardiogram dan sebagainya) yang menggantikan peran tenaga medis, hingga mesin ATM. Istilah "otomasi" digunakan pertama kali oleh General Motors pada tahun 1974 yang mendirikan departemen otomasi (automation department). Ketika itu, teknologi otomasi yang mereka gunakan adalah komponen listrik, mekanik, hidrolik, dan pneumatik. Itu baru kompleksitas dari aspek teknologi. Juga harus diingat bahwa defisit neraca berjalan merupakan permintaan turunan dari defisit belanja negara.

Jika defisit anggaran didanai melalui prosedur pinjaman publik dalam negeri, tekanan moneter dari total permintaan pemerintah terhadap harga tidak akan terjadi—setidaknya dalam teori—karena sarana pembayaran individu yang kelebihan berhasil di serap, dan dengan demikian inflasi mata uang tidak terjadi karena kebijakan tersebut. Adapun apabila defisit dibiayai oleh pinjaman Bank Sentral—penerbitan mata uang—maka tekanan inflasi harga mata uang mulai muncul sebagai akibat adanya alat pembayaran yang berlebih daripada penawaran yang ada. Adapun dalam sistem perekonomian yang terhubung dengan perdagangan internasional melalui ekspor dan impor, kelebihan konsumsi pemerintah dapat ditutupi oleh impor. Di sini, metode penanganan defisit juga berdampak besar terhadap konsekuensi yang muncul. Yaitu, apabila penanganan defisit anggaran ditutupi dengan penerbitan uang baru (ekspansi moneter) akan menyebabkan inflasi dan merosotnya nilai kurs mata uang lokal di hadapan mata uang asing.

Pada akhirnya, penurunan kurs (nilai mata uang) juga akan meningkatkan defisit anggaran yang justru mempersulit penanganan defisit anggaran. Hal inilah yang membuat cara seperti ini tidak dapat diterapkan secara kontinu dalam kebijakan ekonomi. Oleh karena itu, ajakan untuk mencapai stabilitas harga dan nilai tukar mata uang selalu terfokus pada penyeimbangan pertumbuhan pertukaran uang, yang juga selalu terfokus pada keharusan penyeimbangan antara anggaran suatu negara dengan tidak menutupi defisit anggarannya dengan instrumen moneter supaya risiko dari defisit neraca berjalan semakin terkendali. Makroprudensial memang mencakup aspek yang sangat luas dan kompleks!

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…