PEMERINTAH KAJI AMNESTI DATA PANGAN - Presiden: Data Beras Hanya Mengacu BPS

Jakarta-Presiden Jokowi menegaskan, pemerintah akan mengacu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait dengan stok dan panen beras. Dengan demikian, tidak ada lagi polemik akibat perbedaan data terkait komoditas pangan tersebut. Pemerintah juga mengkaji pelaksanaan amnesti data lama menjadi data baru yang lebih valid.

NERACA

Jokowi mengatakan, sejak lama data yang ada terkait beras memang tidak akurat. Oleh sebab itu, BPS telah diminta untuk memperbaiki datanya sehingga tidak lagi terjadi kerancuan. "Data beras kan sudah disampaikan oleh BPS. Itu sudah sejak 1997, itu memang tidak benar datanya," ujarnya di ICE BSD, Tangerang, Rabu (24/10).

Dengan upaya perbaikan data yang dilakukan BPS, Presiden menyatakan pemerintah akan menjadikan data tersebut sebagai acuan. Dia memerintahkan semua instansi pemerintah berpegang pada data tersebut agar tidak lagi ada perbedaan. "Ini kita sudah setahun yang lalu BPS menyampaikan ke kita, dan ini yang kita mau betulkan ya udah pakai itu. (Pakai data BPS) Ya iya dong, semua pakai, semua kementerian," ujarnya.

Pemerintah Jokowi-JK tampaknya menyadari data mengenai beras dalam negeri terdapat berbagai versi. Alhasil, data ini menjadi salah satu sumber masalah dalam menentukan kebijakan persoalan pertanian, khususnya beras.

Sementara itu, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan, bahwa pemerintah tengah mengkaji pelaksanaan amnesti data. Dengan begitu, harapannya akan menjadi data baru yang lebih valid. "Soal data pertanian, perlu ada amnesti data, karena ini sudah berlangsung cukup lama. Kita akan mulai hal baru, yang lama masuk arsip saja," ujarnya di Kementerian Sekretariat Negara, seperti dikutip laman Merdeka.com, kemarin.

Moeldoko mengatakan, apa yang tengah dikaji ini merupakan arahan langsung dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) saat menggelar rapat dengan para menteri terkait beberapa hari lalu."Dari Pak Wapres arahannya seperti itu tapi dilihat lagi nanti bagaimana (payung hukumnya). Tapi intinya bahwa kita ingin perbaikan ke depan bukan bicara ke belakang," ujarnya.

"Soal data beras, arahnya menuju data terbaru. Yang perlu dipahami, kondisi ini terjadi sekian lama tidak evaluasi atas data. Bukan kali ini saja. Tapi kita berani melakukan perubahan, kalau tidak nanti salah terus terusan," ujar Moeldoko.

Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi produksi beras Indonesia hingga tiga bulan terakhir di 2018 sebesar 3,94 juta ton. Dengan adanya data ini, maka Indonesia secara keseluruhan memiliki potensi produksi beras sebesar 32,42 juta ton hingga akhir tahun.

Metode KSA

Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan, produksi beras hingga September sebesar 28,47 juta ton. Ini merupakan angka terbaru dan valid sesuai dengan kajian metode penghitungan metode kerangka sampel area (KSA).

"Produksi beras hingga akhir tahun, perkiraan produksi beras sebesar 32,42 juta ton. Masing masing Oktober hingga Desember sebesar 1,52 juta ton, 1,20 juta ton dan 1,22 juta ton," ujar Kecuk di Jakarta, kemarin.

Menurut data BPS, konsumsi beras Indonesia hingga Desember 2018 diperkirakan sekitar 29,57 juta ton. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi beras Januari hingga Desember 2018.  "Dengan demikian, surplus produksi beras di Indonesia pada 2018 diperkirakan sebesar 2,85 juta ton," ujarnya.

Meskipun terdapat surplus, namun jumlah produksi ini bukan merupakan stok yang telah diserap oleh Badan Urusan Logistik (Bulog). Produksi ini masih ada di petani dan tidak bisa disebut sebagai beras cadangan nasional. "Ada surplus beras, tapi ini tersebar di petani," ujar Kecuk.

Dengan demikian, surplus produksi beras di Indonesia pada 2018 akan mencapai sebesar 2,85 juta ton. Meski surplus, menurut Kecuk,  Indonesia tetap melakukan impor tahun ini. Alasannya, surplus sebesar 2,85 juta ton tidak disetorkan seluruhnya kepada Badan Urusan Logistik (Bulog)."Kok masih impor padahal 2,85 juta surplus. Meskipun terdapat surplus tapi surplus ini tidak terletak di satu tempat," ujar Kecuk.

Menurut dia, surplus ini menyebar di seluruh pelosok negeri baik di petani, konsumen, pedagang, penggilingan dan Bulog. Sehingga, tidak bisa dijadikan sebagai acuan cadangan beras nasional. “Surplus ini menyebar adalah ke rumah tangga produsen, konsumen, pedagang, penggilingan, hotel, restauran , dan Bulog. Jadi 2,85 ini nyebar, yang bisa dikelola oleh pemerintah hanya yang ada di Bulog," tutur dia.

Kecuk mengatakan, ketersediaan atau stok beras di Bulog merupakan acuan pemerintah dalam melakukan impor. Jika beras di Bulog kurang dari 1 juta ton, maka pilihan terakhir adalah melakukan impor. "Beras di Bulog memiliki banyak tujuan, baik untuk operasi pasar, baik disalurkan ke daerah bencana alam dan lain lain. Ketika pemerintah perlu melakukan intervensi, enggak mungkin kita ambilin stok di masyarakat, kita hanya bergantung pada jumlah stok di Bulog," ujarnya.

Metode perhitungan dengan KSA ini dinilai lebih valid karena menggandeng sejumlah badan terkait seperti BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan BIG (Badan Informasi Geospasial) dengan teknologi terkini. Selain itu, perhitungan ini juga melibatkan Kementerian ATR dan Kementerian Pertanian.

Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, dengan adanya metode terbaru ini, pemerintah memiliki acuan dalam menetapkan kebijakan seperti halnya impor beras. Sehingga ke depan, perdebatan pengadaan impor dapat dihindari.

"Selanjutnya, ya kita akan lebih akurat. paling tidak pertengkarannya, perdebatannya bisa hilang. Sehingga keputusannya itu tidak terlambat," ujarnya, kemarin.

Darmin menuturkan, tahun ini pemerintah terlambat melakukan impor padahal harga beras sudah mulai naik di Oktober sampai November. Hal ini, karena ada kementerian yang menyebut produksi beras surplus, namun pada kenyataannya stok beras di Bulog telah menipis. "Kemarin ini terlambat. Harga itu mulai naik bulan Oktober-November. Kita rapat Januari kita baru bisa memutuskan waktu itu stok 580 ribu ton atau berapa lah itu, karena ada yang bilang kita mau panen raya di Maret pasti surplus," ujarnya.

Menurut dia, meskipun terdapat surplus beras sebesar 2,85 juta ton menurut data terbaru BPS. Namun, hal ini tidak bisa digolongkan menjadi cadangan beras nasional. "Karena kita dengan angka produksi sebesar itu dengan ada surplus 2,85 juta ton sebenarnya. Itu kalau petani nyimpan sedikit saja produksinya itu enggak ada di pasar berasnya, susah. Itu yang menjelaskan kenapa waktu itu (awal tahun) stoknya Bulog tinggal 500 ribu ton," ujarnya.

Pada bagian lain, Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Franciscus Welirang mengatakan, mendorong pemerintah untuk memperkuat program penyediaan bibit padi berkualitas, penyediaan bibit padi berkualitas akan jauh lebih menguntungkan dibandingkan program cetak sawah baru yang saat ini sedang dilakukan.

Keuntungan pertama yang didapat dengan penyediaan benih berkualitas, kata dia, adalah peningkatan produktivitas meskipun lahan yang digunakan tidak bertambah. "Mungkin prioritas cetak sawah. Kan gampang kalau saya punya benih padi 4 ton hari ini. Saya punya benih yang bisa hasilkan 10 ton per hektar. Semua pakai benih ini. Otomatis double kan saya punya produksi. Kok capek susah-susah amat cetak sawah lagi. Ini (benih) saja diintesifikasi," ujarnya di Jakarta, kemarin..

Nah dengan adanya peningkatan produktivitas tentu kesejahteraan petani akan lebih terjamin. "Objektifnya berproduksi padi sebanyak mungkin, tapi menghasilkan padi memberikan kesejahteraan tidak? Bisa kalau harga naik. Nah harga tinggi konsumen nangis. Harga rendah petani nangis," ujarnya.

Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa penyediaan benih yang berkualitas akan jauh lebih membantu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. "Produktivitas dong yang paling penting. Nah 10 tahun lalu hal ini masih dibahas. Bahwa untuk kesejahteraan petani di Indonesia kita membutuhkan bibit yang produktivitasnya lebih tinggi," ujarnya.

Dia turut mendorong pemerintah melakukan validasi berkala terhadap benih-benih padi yang sudah beredar dan ditanam oleh petani. Hal tersebut untuk memastikan apakah kualitas benih, terutama produktivitasnya benar-benar sesuai dengan informasi yang diterima petani ketika menerima benih tersebut. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…