DAMPAK PENURUNAN EKSPOR CPO - Waspadai Neraca Perdagangan Indonesia!

Jakarta-Pemerintah terus mewaspadai pergerakan neraca perdagangan Indonesia. Penyebabnya, kinerja ekspor terus mengalami penurunan sebagai dampak dari kondisi ekonomi global, diantaranya penurunan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil-CPO) yang merupakan salah satu komoditas andalan RI.

NERACA

"Yang perlu diwaspadai neraca perdagangan, kalau defisit transaksi berjalan sudah biasa. Akibat volume perdagangan menurun, ekspor kita menurun meski. Contohnya ekspor CPO, sampai Juli mengalami penurunan, padahal itu sumber (ekspor) utama kita," ujar  Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir di Jakarta, Senin (10/9).

Di waktu bersamaan, impor justru mengalami kenaikan. Namun demikian, Iskandar mengatakan kenaikan impor tersebut merupakan konsekuensi ekonomi yang terus tumbuh. “Memang betul kalau pertumbuhan ekonomi tinggi akan mendorong impor tinggi. Tapi karena ekonomi global penuh ketidakpastian, ini mempengaruhi ke kita. Ini mengakibatkan nilai tukar kita mengalami tekanan," ujarnya.

Meski demikian, dia tetap mengajak masyarakat untuk tetap optimis terhadap ekonomi Indonesia. Dengan demikian, investor akan lebih percaya terhadap ekonomi Indonesia sehingga banyak modal yang masuk ke dalam negeri. "Ini karena Amerika Serikat  menaikkan suku bunga, maka dana balik ke AS dan mata uang negara lain juga mengalami pelemahan. Tapi investasi tetap kita dorong dengan memberikan insentif fiskal," ujarnya.

Sebelumnya Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengusulkan kepada pemerintah agar menghapus pungutan ekspor kelapa sawit dan produk turunannya. "Karena devisa dari ekspor kelapa sawit ini penyumbang devisa paling tinggi. Jadi pungutan US$ 50 per ton minyak sawit dan US$ 30 per ton untuk produk turunannya itu dihapus saja," ujar ekonom INDEF Bhima Yudhistira dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Sabtu (8/9).

Selain itu, dalam upaya mengurangi defisit neraca transaksi berjalan dan perdagangan, pemerintah harus konsiten mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM). Menurut Bhima, saat ini impor BBM menjadi penyumbang kebutuhan dolar AS paling besar. Dengan demikian dengan mampu mengurangi impor diharapkan mampu menekan defisit transaksi berjalan dan perdagangan yang akan membantu penguatan rupiah. "Kebijakan B20 sudah cukup baik. Ketergantungan minyak harus dikurangi dengan mempercepat konversi gas dan percepat peningkatan penggunaan energi baru terbarukan," ujarnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mengalami defisit hingga US$ 2,03 miliar. Defisit neraca perdagangan tersebut berasal dari impor yang telah mencapai US$ 18,27 miliar serta ekspor yang baru mencapai US$ 16,24 miliar.

Jika dilihat dari data, jika saja impor migas tak meningkat terlalu besar, kinerja perdagangan Indonesia masih terbilang bagus. Hal ini terlihat pada ekspor non migas pada Juli 2018 yang tumbuh tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Tren ekspor non migas pun diyakini masih akan tumbuh ke depannya.

Menurut anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno, untuk mengatasi defisit perdagangan, pemerintah diharapkan meningkatkan produksi migas sendiri. "Salah satunya program peningkatan penggunaan biodiesel dijalankan sesuai rencana," ujarnya seperti dikutip laman merdeka.com.

Dari sisi ekspor , dia menyarankan perlunya pemberian insentif untuk produk-produk dengan konten lokal yang besar. "Hilirisasi industri juga harus dilakukan secara serius agar produk-produk ekspor bernilai tambah tinggi," tutur dia.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Yati Kurniati mengatakan  peningkatan defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi naiknya impor migas, seiring kenaikan harga minyak global dan permintaan yang lebih tinggi.

Sementara, BPS menyebutkan nilai ekspor pada Juli 2018 mencapai US$ 16,24 miliar atau tumbuh 25,19% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm).  Sedangkan, dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, ekspor tumbuh 19,33% (yoy).  Jika dirinci, ekspor non migas Juli mencapai US$ 14,81 miliar. Capaian ini tumbuh 31,18% dibandingkan Juni 2018. Sementara dibandingkan ekspor non migas Juli 2017 juga naik 19,03%.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Juli 2018 mencapai US$ 104,24 miliar atau meningkat 11,35% dibanding periode yang sama 2017. Sedangkan ekspor non migas mencapai US$ 94,21 miliar atau meningkat 11,05%. Patut dicatat, kinerja ekspor yang baik ini, dicapai pada saat kondisi perekonomian global yang belum pulih.

Jika hanya melihat impor non migas, masih dinilai sehat karena masih banyak berupa bahan baku penolong ataupun bahan modal yang mengindikasikan industri berjalan baik.

"Ini menunjukkan kegiatan ekonomi atau kegiatan industri mungkin sudah membaik karena ada permintaan bahan kimia organik. Kemudian besi dan baja untuk sektor konstruksi," ujar pengamat ekonomi UI Lana Soelistianingsih.

Menurut dia, jika ada impor bahan baku atau barang modal, kemungkinan akan ada peningkatan ekspor dalam waktu tiga bulan ke depan. "Kalau importir impor sekarang, itu biasanya untuk dua tiga bulan ke depan," ujarnya.

Defisit Terbesar

Berdasarkan data BPS, nilai neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mengalami defisit USD 2,03 miliar, dipicu oleh defisit sektor migas US$ 1,19 miliar dan non migas US$ 0,84 miliar. Peningkatan impor migas dipicu oleh naiknya nilai impor seluruh komponen migas, yaitu minyak mentah, hasil minyak dan gas masing-masing US$ 81,2 juta (15,01%), US$ 382,4 juta (28,81%) dan US$ 11,7 juta (4,29%).

Terkait tingginya impor migas, Lana berharap pemerintah segera merealisasikan program biofuel demi memangkas impor migas. Juga, merealisasikan pembangunan kilang. "Lalu, dengan infrastruktur yang sudah mau selesai seperti MRT dan LRT, itu mungkin akan mengurangi impor minyak. Kan sebentar lagi mau jadi," ujar Lana.

Patut diketahui, neraca perdagangan Indonesia sepanjang Juli 2018 mengalami defisit sebesar US$ 2,03 miliar merupakan defisit yang terbesar sejak Juli 2013.

Namun menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, defisit ini terjadi karena anomali dari masa libur panjang puasa dan Lebaran Juni 2018 ke Juli 2018. Untuk itu, seharusnya faktor libur panjang puasa dan Lebaran dipisahkan untuk melihat perbandingan secara total.

"Statistik yang Juli ini agak anomali karena kemarin kan ada libur panjang. Jadi ada kegiatan impor, terutama itu banyak yang dilakukan sebelum Lebaran dan libur panjang dan kemudian dikompensasi pada bulan Juli. Jadi mungkin itu salah satu deviasi statistik yang perlu dibersihkan dulu untuk melihat trennya secara total," ujarnya di Kantor Kemenko belum lama ini. 

Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan, apapun persoalan statistiknya pemerintah akan tetap fokus melakukan perbaikan dari sisi neraca pembayaran baik defisit neraca perdagangan maupun defisit transaksi berjalan. "Yang seperti disampaikan Presiden kemarin, langkah-langkah akan kita lakukan secara konsisten untuk melakukan pengendalian agar pertumbuhan ekonomi kita pada saat lingkungan global tidak kondusif ini tidak mengalami distrupsi yang terlalu besar," jelasnya.

Sri Mulyani mengatakan untuk mengendalikan impor pemerintah akan melakukan evaluasi pada beberapa proyek berbasis impor yang masih bisa ditunda pelaksanaannya. Selain itu, pemerintah juga akan mengevaluasi kebutuhan impor industri Indonesia. "Untuk sektor industri, perdagangan, kita lihat kemarin ada 500 komoditas yang kita akan lihat dari Menteri Perindustrian apakah komoditas itu diproduksi dalam negeri, kenapa kita tetap impor dan kenapa cukup besar," ujarnya.

Sementara itu untuk meningkatkan ekspor, pemerintah akan mendorong daya saing produk ekspor Indonesia. Hal ini untuk memanfaatkan nilai tukar US$ terhadap rupiah yang masih bertahan di atas Rp 14.600 per US$. "Kita harap industri dalam negerinya bisa menggunakan kesempatan ini akan maju dan kita akan melihat halangan nya. Apakah mereka tidak punya akses keuangan, apakah mereka tidak punya teknik nya, apakah perlu insentif yang lain. Kita akan lihat itu," ujar Menkeu. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…