PENGUSAHA SEKARANG BERSIKAP "WAIT AND SEE" - DPR Minta Kemenkeu dan BI Bersinergi

Jakarta-Ketua DPR-RI Bambang Soesatyo meminta berbagai pihak atau lembaga negara dan kementerian untuk bertindak mengatasi melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US$. Sementara itu, kalangan pengusaha menyatakan akan bersikap wait and see terkait dengan rencana usaha setelah BI menaikkan suku bunga acuannya 50 basis poin menjadi 5,25%

NERACA

Bambang mengakui jika merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap US$ dipengaruhi beberapa hal termasuk faktor eksternal. Seperti perang dagang antara Amerika dan China yang semakin meningkat, hambatan perdagangan di India dan Uni Eropa, serta kenaikan harga minyak mentah dunia.

Dengan kondisi tersebut, menurut dia, harus ada sejumlah hal yang harus dilakukan lembaga negara menyangkut masalah itu. Himbauan ini antara lain ditujukan kepada Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas fiskal serta moneter.

"Kemenkeu dan BI harus berkomitmen dalam menyiapkan solusi dan langkah-langkah mitigasi agar pergerakan kurs dapat kembali normal serta lebih cermat mengawasi berbagai aspek yang mempengaruhi," ujar Ketua DPR di Jakarta, akhir pekan lalu.

Bambang mengatakan, kedua lembaga itu wajib mengingatkan diri sendiri, bahwa stabilitas nilai tukar menjadi suatu hal yang penting. Dia mengingatkan, Komisi XI DPR yang membidangi masalah keuangan, segera mengontak mitra kerjanya itu untuk segera bergerak.

‎Selain itu, dia mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk memberikan insentif ekspor. Baginya, hal demikian perlu dilakukan guna mendapatkan surplus perdagangan dan mengurangi neraca keseimbangan primer negatif.

Di sisi lain, Ketua DPR mengharapkan ada langkah dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Baginya, lembaga itu harus lebih proaktif dan progresif dalam melakukan hubungan kerjasama bilateral dan multilateral dengan negara-negara maju. Utamanya agar para pengusaha mereka datang menanamkan modalnya di Indonesia.

Hal ini guna meningkatkan investasi ke dalam negeri. Arus modal masuk akan membantu memperbaiki nilai tukar Rupiah. "Saya mengharapkan agar komisi di DPR terkait, seperti Komisi VI agar mengingatkan lembaga terkait mengenai masalah ini," ujarnya.

Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pelaku usaha sudah memprediksi kenaikan BI 7-day reverse repo rate. Apindo dapat memahami keputusan tersebut karena saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin tertekan. “Pilihannya jadi serbasusah, jika suku bunga tidak dinaikkan rupiah makin tertekan, karena kita berada di iklim ekonomi yang kompetitif, jadi tidak bisa dengan cara yang konvensional,” ujarnya kepada pers di Jakarta, akhir pekan lalu.  

Hariyadi mengakui keputusan BI menaikkan suku bunga acuan akan berdampak terhadap suku bunga kredit perbankan. Hal tersebut akan menyebabkan kalangan pengusaha menahan diri dalam melakukan ekspansi bisnis atau wait and see.

Selain itu, keputusan BI tidak hanya berdampak ke faktor teknis, tapi juga akan berdampak terhadap psikologi pengusaha. “Suku bunga kredit pasti akan naik, masalahnya pengusaha masih wait and see, karena suku bunga naik, kita tidak bisa ekspansi,” ujarnya.  

Sebelumnya, rapat dewan gubernur BI telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 5,25%. Kenaikan tersebut diharapkan mampu menghentikan laju pelemahan rupiah. Pada penutupan Jumat pekan lalu,  kurs rupiah di Bank Indonesia berada di posisi Rp14.332 per US$, sementara di pasar spot‎ di level Rp 14.303 per US$.

"Bank Indonesia meyakini sejumlah kebijakan yang ditempuh tersebut dapat memperkuat stabilitas ekonomi khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat (29/6).

Keputusan kenaikan suku bunga tersebut juga merupakan langkah lanjutan Bank Indonesia untuk secara pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara dan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

"Kebijakan tersebut tetap ditopang dengan kebijakan intervensi ganda di pasar valas dan di pasar Surat Berharga Negara serta strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas khususnya di pasar uang Rupiah dan pasar swap antarbank," ujar Perry.

Ke depan, BI terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai nilai fundamentalnya, serta menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan.

Konsesi BUMN

Ketua Indonesia Malaysia Business Council (IMBC) Tanri Abeng mengatakan, upaya yang dapat dilakukan untuk menahan laju inflasi yakni dengan meningkatkan suku bunga. Figur yang telah malang melintang sebagai pengusaha ini pun memastikan, hal tersebut dapat mempertahankan nilai tukar rupiah.

"Biasanya suku bunga dan nilai tukar itu ibarat dua sisi mata pedang. Pertama, dengan peningkatan suku bunga, itu bisa mengerem laju inflasi. Suku bunga yang melompat juga mungkin saat-saat tertentu dibutuhkan untuk mempertahankan nilai tukar," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com di Jakarta, akhir pekan lalu.

Akan tetapi, di sisi sebaliknya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus mengalami tekanan hingga menyentuh angka Rp 14.300 per US$. Tanri menceritakan pengalamannya ketika menjadi Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pada 1998, bahwa saat itu, dia berupaya memberikan konsesi untuk perusahaan BUMN, sehingga nilai tukar rupiah yang tadinya anjlok bisa menguat.

"Saya pas itu masuk jadi menteri Maret (1998), dolar sudah Rp 10 ribu. Kemudian Mei ribut jadi 17 ribu. Habibi take over, mulai sedikit turun dengan kita masukkan terus dolar. Akhirnya sesudah Habibi usai jadi Rp 7 ribu," ujarnya. "Saya menteri pas itu. Maka saya mengupayakan ada duit masuk dalam bentuk dolar, melalui konsesi di BUMN. Saya dapat 1 billion (miliar) dolar waktu itu. Dengan duit yang masuk dalam bentuk dolar itu, rupiah menguat," ujarnya.

Adapun BUMN yang ketika itu ia berikan masa konsesi ialah Pelindo II dan Pelindo III, yakni sepanjang 20 tahun. Hasilnya, tambahnya, negara berhasil mendapatkan USD 400 juta secara tunai.

Dia pun menekankan, hal itu masih bisa diterapkan untuk saat ini. Selain dengan memperkuat nilai tukar rupiah, ia menyebutkan, itu turut berdampak pada kepercayaan pasar global terhadap pasar lokal. Kalau pengusaha Indonesia sekarang mulai punya lagi investasi, berarti ada modal dari private sector dan para pengusaha mancanegara bisa melihat. Kalau bantuan dari IMF itu duitnya karena terpaksa. Tapi kalau dari pengusaha, itu bagus. Pengusaha itu kayak semut, di mana ada gula dia datang. Jadi kalau ada gula, wah dia datang ramai-ramai," tutur dia.

Dana K/L Menumpuk

Dari sisi penerimaan negara tahun ini yang cukup kinclong akibat naiknya harga minyak dunia. Kendati penerimaan cukup baik, penyerapan anggaran pemerintah nyatanya tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Hingga Mei 2018, realisasi penerimaan negara mencapai Rp685 triliun atau 36,2% dari target. Sedangkan belanja negara mencapai Rp779,51 triliun atau 35,1%.

Secara keseluruhan, penyerapan belanja negara tak berbeda jauh dengan pendapatan negara. Namun, pertumbuhan justru lebih banyak didorong realisasi belanja bantuan sosial dan pembayaran bunga utang yang masing-masing mencapai 50,8% dan 47,14% dari target. Sementara itu, penyerapan belanja K/L tercatat baru mencapai Rp231,5 triliun atau 27,3% dari target. Realisasi tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 24,2%.

Dari seluruh K/L, Kementerian Perhubungan mencatatkan penyerapan paling rendah, yaitu 18,1% dari target atau baru mencapai Rp8,7 triliun. Padahal, Kemenhub berada di posisi keenam, kementerian dengan anggaran terbesar tahun ini yang mencapai Rp48,2 triliun. Kemudian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga mencatatkan serapan anggaran yang rendah, yakni hanya mencapai 21,3% dari target Rp107,39 triliun.

Kemudian, penyerapan anggaran Kementerian Sosial baru mencapai 20,6%, Polri 25,8%, dan Mahkamah Agung sebesar 24,4%. Sementara itu, K/L di luar 15 terbesar mencatatkan penyaluran anggaran hanya 21,6%.

Menurut ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih, rendahnya penyerapan anggaran pada semester pertama sudah menjadi siklus yang hampir selalu terjadi di setiap tahun. Padahal, Presiden Joko Widodo sudah sering mewanti-wanti agar pemerintahannya menyerap anggaran lebih cepat, sehingga ekonomi dapat terdorong lebih baik. "Siklusnya memang seperti itu, penyerapan anggaran di semester I kurang bagus. Biasanya, di kuartal III dan IV baru akan lebih agresif," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com, belum lama ini. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…