Polri: Penertiban KUPVA Cegah Kejahatan Pencucian Uang
NERACA
Jakarta - Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan upaya penertiban izin operasional kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) atau "money changer" mencegah kejahatan pencucian uang.
"Mencegah (kejahatan pencucian uang) itu salah satunya melalui KUPVA yang berizin," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Pol Agung Setya dalam konferensi pers di kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta, Senin (17/4).
Dia mengatakan KUPVA BB berizin menerapkan prosedur "know your customer" (KYC) seperti di perbankan, misalnya nasabah harus menunjukkan KTP dan menjelaskan keperluan penukarannya. Agung juga menjelaskan modus kejahatan pencucian uang sudah berevolusi dari tahun ke tahun. Kecenderungan yang terjadi beberapa waktu terakhir adalah dengan memanfaatkan mata uang asing.
"Di 2012 ada laporan dari KUPVA ke PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) lalu ke Polri mengenai penukaran mencurigakan dan ternyata untuk menyuap pejabat. Kasus yang sedang ditangani di tipikor juga kebanyakan menggunakan valuta asing," ucap Agung.
Sementara itu, Bank Indonesia telah menertibkan 95 pelaku dari 184 KUPVA BB tanpa izin yang menjadi target penindakan pada 10 hingga 13 April 2017 di Jakarta, Bogor, Depok, Sumatera Utara, dan Bali.
Kegiatan tersebut merupakan penertiban tahap pertama yang dilakukan sehubungan dengan telah berakhirnya batas waktu pengajuan izin operasi bagi penyelenggara KUPVA BB ilegal pada 7 April 2017 lalu.
Peringatan dari bank sentral mengenai batas waktu pengajuan izin operasi telah diatur dalam Peraturan BI Nomor 18/20/PBI/2016 perihal Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB).
Agung mengatakan 95 KUPVA tidak berizin tersebut sudah ditindak oleh polisi dengan menyegel dan memberi tanda bahwa kegiatan usaha tersebut ilegal."95 KUPVA itu ternyata dari berbagai macam. Tidak hanya penukaran valas saja, tetapi juga agen perjalanan, rental mobil, toko emas, 'art shop', hingga panti pijat. Ini menunjukkan bahwa penukaran valas tidak mengenal tempat dan semua orang bisa melakukan itu," ucap dia.
Pihak yang telah dipasang stiker penertiban di lokasi usaha dilarang merusak, melepas, atau memindahkan stiker dimaksud dengan ancaman pidana sesuai pasal 232 KUHP."Kami ingin mencegah dan menegakkan hukum. Tidak ada tempat bersembunyi bagi para pelaku," kata Agung.
Agung berharap para pelaku kegiatan usaha penukaran valuta asing dapat patuh hukum dengan mengurus perizinan di BI.
Berdasarkan catatan BI per 31 Maret 2017, sebanyak 122 pelaku telah mengajukan izin ke BI dari jumlah 783 KUPVA tidak berizin.
Melalui penertiban tahap pertama, BI menemukan pelanggaran antara lain pemasangan tanda izin KUPVA palsu, penjualan izin kantor cabang oleh KUPVA berizin, kantor cabang tanpa izin BI, dan tidak adanya identitas atau logo KUPVA. Ant
NERACA Jakarta - Pusat Kajian Daerah dan Anggaran (Puskadaran) Sekretariat Jenderal DPD RI merumuskan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat tata kelola…
NERACA Kuala Lumpur - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono mengatakan para pemimpin ASEAN sepakat untuk menjaga sentralitas Perhimpunan Bangsa-Bangsa…
NERACA Malang, Jawa Timur - Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih merupakan bagian ikhtiar dari Presiden…
NERACA Jakarta - Pusat Kajian Daerah dan Anggaran (Puskadaran) Sekretariat Jenderal DPD RI merumuskan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat tata kelola…
NERACA Kuala Lumpur - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono mengatakan para pemimpin ASEAN sepakat untuk menjaga sentralitas Perhimpunan Bangsa-Bangsa…
NERACA Malang, Jawa Timur - Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih merupakan bagian ikhtiar dari Presiden…