NERACA
Jakarta - Anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Indika Multi Energi Internasional (IMEI) dan PT Indika Energy Infrastructure (IEI) menandatangani perjanjian jual beli saham bersyarat (PJBB) dengan PT Imeco Multi Prasarana (IMP) guna melepas saham pada PT Prasarana Energi Indonesia (PEI).”Penandatanganan perjanjian jual beli saham bersyarat itu dilakukan pada 30 Juni 2016,"kata Sekteraris Perusahaan INDY, Dian Paramita dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.
Adapun IMEI dan IEI melepas 2.100 saham dalam PEI atau mewakili 75% dari jumlah modal yang ditempatkan pada PEI. PEI adalah pemilik 25% participating interest melalui anak usahanya PT Prasarana Energi Cirebon pada proyek pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 1000 MW di Cirebon, Jawa Barat yang dikembangkan PT Cirebon Energi Prasarana.
Tahun ini, PT Indika Energy Tbk menyiapkan belanja modal sebesar US$ 40,7 juta. Nilai belanja modal itu lebih kecil dari realisasi belanja modal pada tahun lalu yang sebesar US$ 58,7 juta. Penurunan harga batubara memaksa INDY sedikit menahan ekspansi sejak tahun lalu. Hal ini terlihat dari serapan anggaran belanja modal tahun lalu yang sebesar 85,9% dari alokasi anggaran awal yang senilai US$ 68,6 juta. Porsi belanja modal paling besar tetap akan disalurkan untuk anak usaha yang menggarap bisnis kontraktor batubara dan konstruksi pertambangan, PT Petrosea Tbk (PTRO). Belanja modal khusus PTRO mencapai US$ 27,4 juta.
Sementara Petrosea tahun ini banyak berharap bisa memperoleh tambahan pendapatan dari bisnis di luar penambangan batubara, seperti jasa minyak dan gas, rekayasa, dan konstruksi. Lalu, perusahaan transportasi dan logistik batubara terintegrasi, PT Mitrabahtera Sagara Sejati (MBSS) mendapat alokasi US$ 6,1 juta. Sementara produsen batuibara Kideco Jaya Agung mendapat alokasi belanja US$ 2,7 juta, dan untuk INDY sendiri sebesar US$ 4,7 juta.
Perseroan berharap volume batubara Kideco bisa mencapai 32 juta ton. Jumlah ini turun dibandingkan realisasi tahun 2015 lalu yang sebesar 39,8 juta ton. Per akhir tahun lalu, perseroan masih memiliki utang obligasi senilai US$ 671,4 juta yang terdiri atas senior notes sebesar US$ 171,4 juta, dan jatuh tempo pada 2018 mendatang, dan senior notes US$ 500 juta yang jatuh tempo tahun 2023.
Tercatat pada Desember 2015, perseroan berhasil menyelesaikan pembelian kembali sebagian obligasi tahun 2018 bernilai pokok US$ 126,6 juta dengan harga beli sekitar US$ 77,1 juta. Sementara saldo kas perseroan saat ini sebesar US$ 339,4 juta. Sepanjang tahun lalu, perseroan mencetak pendapatan sebesar US$ 1 miliar atau turun 1,1% dibandingkan tahun 2014. Pada periode itu, INDY masih membukukan kerugian sebesar US$ 44,5 juta.
Belum lama ini, Moody's menurunkan peringkat INDY menjadi Caa1 dari B3. Moody's juga menurunkan peringkat dua obligasi INDY menjadi Caa1. Outlook rating tersebut negatif. Penurunan peringkat ini mencerminkan utang perseroan yang besar, dan industri pertambangan global diperkirakan belum pulih. Sehingga, akan mempengaruhi arus kas perseroan. (bani)
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) mempertegas peran strategisnya dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau, dengan memperkenalkan Kredit Pemilikan…
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka peluang untuk melakukan perpanjangan waktu perdagangan saham, dengan ada tiga skenario waktu perdagangan saham.…
NERACA Jakarta – Danai pengembangan bisnisnya, PT Blue Bird Tbk (BIRD) mengalokasikan anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar…
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) mempertegas peran strategisnya dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau, dengan memperkenalkan Kredit Pemilikan…
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka peluang untuk melakukan perpanjangan waktu perdagangan saham, dengan ada tiga skenario waktu perdagangan saham.…
NERACA Jakarta – Danai pengembangan bisnisnya, PT Blue Bird Tbk (BIRD) mengalokasikan anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar…