NERACA
Jakarta - Bocornya dokumen milik Firma Hukum Mossack Fonseca di Panama, atau disebut Panama Papers, telah mengungkap bagaimana tax havens (negara-negara bebas pajak) digunakan untuk menyembunyikan kekayaan. Bahkan ada beberapa nama dari Indonesia mulai dari politisi, pejabat hingga pengusaha ada di negara tax havens.
Bahkan, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugeasteadi mengatakan bahwa jumlah dana WNI di negara tax havens melebihi dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang pada tahun lalu mencapai Rp11.540 triliun. "Saya nggak bisa katakan sejumlah yang anda tanyakan, yang jelas melebihi PDB (Produk Domestik Bruto) kita," terang Ken, di Jakarta, Rabu (13/4).
Namun amat disayangkan besaran dana tersebut tidak dapat dihimpun untuk masuk ke negeri pemiliknya di Indonesia. Saat ini, hanya Afrika Selatan yang mampu melakukan hal tersebut. "Sayangnya kami nggak punya tax treaty dengan tax havens. Hanya yang di Afrika Selatan otomatis kalau uang masuk pajak masuk," ujar Ken. Ken berharap dengan adanya bantuan DPR dapat mempercepat realisasi undang-undang tax amnesty. Sehingga dana asing yang tersebar di banyak negara tax haven dapat kembali ke Indonesia.
Disisi lain, menurut penelitian Tax Justice Network (2010), lebih dari US$ 331 miliar (setara Rp 4.500 triliun) asset orang Indonesia berada di tax havens. Sedang, menurut Global Financial Integrity (2014), sedikitnya terdapat Rp 200 triliun aliran dana ilegal keluar Indonesia setiap tahunnya. Lembaga lain seperti McKinsey pernah menyebut jumlah asset orang Indonesia di luar negeri mencapai Rp 4.000 triliun.
Setidaknya ada 10 negara besar yang menurut Tax Justice Network, sebuah organisasi independen yang menganalisa aturan keuangan dan pajak internasional, yang sangat ketat dalam aturan kerahasiaan keuangan dan volume transaksi. Negara-negara itu adalah, Swiss, Hong Kong, Amerika Serikat, Singapura, Cayman Islands, Luksemburg, Lebanon, Jerman, Bahrain, Uni Emirat Arab.
Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menyebutkan negara tax haven biasanya merupakan negara kecil yang menerapkan pajak yang sangat rendah bahkan ada yang tidak mengenakan pajak sama sekali. "Dari data yang kami miliki, tax haven itu adalah British Virgin Island, Cayman Island, Singapura," ujar Bambang.
Menurut Bambang, cara WNI menyembunyikan aset adalah dengan membentuk perusahaan afiliasi di negara tax haven. Hal itu membuat aset pribadi maupun perusahaan bisa terhindar dari pajak yang dipungut di negara asalnya. Praktik ini, menurut Bambang, telah berlangsung sejak lama. Lebih lanjut, Bambang memperkirakan total aset yang disimpan WNI di luar negeri bisa mencapai lebih dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau lebih dari Rp11 triliun. “Kemungkinan besar uang orang Indonesia di luar itu lebih besar daripada PDB kita. Secara nominal ya," ujarnya.
Sebenarnya, sambung Bambang, pemerintah lebih mengincar pada pengembalian aset orang Indonesia yang ada di seluruh negara tax havens tersebut. Sebab jika hanya mengincar dua negara itu, pemerintah justru kehilangan potensi aset yang jauh lebih besar karena diyakini orang-orang Indonesia memiliki rekening yang tersebar di hampir seluruh negara tax havens.
"Salah satunya dengan tax amnesty (pengampunan pajak). Ini penting karena kita ingin orang yang di luar dua negara ini datang. Kalau kita mengincar yang dua negara saja, ada kemungkinan orang-orang yang di luar dua negara ini tidak menjadi sasaran kita. Padahal mereka sama," imbuh dia.
Menariknya lagi, ungkap Bambang, bocornya data Panama Papers menjadi pelengkap data yang dimiliki pemerintah meski Panama bukanlah salah satu negara favorit tujuan orang-orang RI parkirkan aset mereka. Ada tiga favorit negara tax havens bagi orang Indonesia menaruh dana di luar negeri. Ketiganya adalah British Virgin Island, Cook Island, dan Singapura.
"Jadi, Singapura itu lebih dari Panama,. Kita berharap nanti ada Britis Virgin Island Papers, Cook Island Papers, dan Singapore Pepers sehingga semua terbuka. Dan sekarang hanya Panama Papers yang itu diyakini mempunyai rekening di luar negeri yang belum dilaporkan di dalam SPT," pungkas Bambang.
8% Kekayaan Dunia
Dikutip dari The Guardian, ekonom dari Amerika Serikat, Gabriel Zucman mengatakan, sebanyak 8 persen dari kekayaan dunia sekitar US$7,6 triliun disimpan di negara yang memberi fasilitas pajak nol atau ringan bagi wajib pajak negara lain atau tax havens. Penyimpanan uang di negara tax haven membuat potensi hilangnya pendapatan dunia dari pajak cukup besar. Zucman memperkirakan hilangnya pendapatan pajak global sebesar US$200 miliar per tahun. Itu termasuk US$35 miliar di AS dan US$78 miliar di Eropa.
Dalam bocoran dokumen finansial beberapa waktu lalu, terdapat 11,5 juta nama orang dari seluruh dunia, termasuk asal Indonesia yang menjadi klien Mossack Fonseca, sebuah firma hukum asal Panama. Nama-nama orang tersebut masuk ke dalam dokumen yang kemudian disebut The Panama Papers. Mereka pernah menyewa Mossack Fonseca untuk mendirikan perusahaan atau menempatkan uangnya di tax haven seperti Singapura, British Virgin Islands dan Cayman Islands. Penempatan dana di tax haven yang identitasnya sangat dirahasiakan ini disinyalir untuk menghindari pembayaran pajak di negara asal.
Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengatakan setidaknya butuh waktu dua minggu untuk mengolah data Panama Papers. Dari situ akan terlihat keterlibatan nama-nama pejabat dan tokoh publik di dalam dokumen tersebut, apakah ada upaya menghindari pajak. Setelah terbukti, kata Agus, bagian tersulitnya yaitu menarik uang itu ke Tanah Air. Sebab, bila mengedepankan penegakan hukum, mesti memakai jalur multilateral system (MLS). “Pajak itu prosesnya bisa tidak mendahulukan pemidanaan. Yang penting ada data, mau diapakan. Bayar tidak?” kata Agus.
Dia memberi contoh sulitannya membawa kembali uang berserak di luar negeri, terutama dari negara-negara tax havens. Biasanya, wajib pajak yang kabur ke luar negeri berganti kewarganegaraan. Setelah itu mereka memindahkan uangnya ke negara tax havens. Dengan begitu, uang yang ditemukan di negara kedua pelarian menjadi sulit ditarik. Sebab, negara yang bersangkutan menganggap uang tersebut berasal dari wilayah sebelumnya atau negara tempat pembayar pajak berganti kenegaraan. bari/mohar
NERACA Jakarta- Belum optimalnya pemanfaatan karbon di dunia industri minyak dan gas, mendorong Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)…
NERACA Jakarta - Pemerintah Indonesia mendukung pengembangan industri berkelanjutan dengan menekankan peran penting inovasi dan teknologi digital dalam Deklarasi Brasil,…
Jakarta-Kementerian Perdagangan berhasil mengamankan lebih dari 1,6 juta unit produk impor ilegal dari China yang tidak memenuhi ketentuan berlaku.…
NERACA Jakarta- Belum optimalnya pemanfaatan karbon di dunia industri minyak dan gas, mendorong Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)…
NERACA Jakarta - Pemerintah Indonesia mendukung pengembangan industri berkelanjutan dengan menekankan peran penting inovasi dan teknologi digital dalam Deklarasi Brasil,…
Jakarta-Kementerian Perdagangan berhasil mengamankan lebih dari 1,6 juta unit produk impor ilegal dari China yang tidak memenuhi ketentuan berlaku.…