DSR dan Devisa Ekspor

 

 

Oleh: Prof. Firmanzah., PhD

Rektor Universitas Paramadina

 

Kesenjangan antara tingkat tabungan domestik (domestic saving) dengan besaran pembiayaan domestik membuat banyak aktor ekonomi, baik pemerintah maupun perusahaan, mengambil sumber pembiayaan luar negeri melalui utang luar negeri (ULN). Menurut Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, pada akhir triwulan IV-2015 posisi utang luar negeri tercatat sebesar US$ 310,7 miliar atau naik sebesar 5,8%, atau US$ 17,0 miliar, dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan ini dikarenakan utang jangka panjang yang meningkat cukup tajam dan secara kelompok peminjam lebih dikontribusikan oleh utang publik yang meningkat. Dengan posisi ini maka rasio utang luar negeri terhadap PDB tercatat sebesar 36,1% dan lebih tinggi dibandingkan dengan akhir 2014 yang tercatat sebesar 33,0%.  

Tren meningkatnya ULN meskipun pada saat ini masih relatif terkendali namun perlu kita waspadai bersama. Terlebih ketika kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur sangat besar dan potensi tidak tercapainya pendapatan negara dari sektor perpajakan yang dipatok dalam APBN 2016 sebesar Rp. 1.546,7 triliun besar kemungkinan tidak akan tercapai. Sementara itu, devisa untuk membayar utang luar negeri juga semakin terbatas seiring dengan tren penurunan nilai ekspor nasional.

Selain itu juga, perilaku eksportir yang enggan membawa devisa hasil ekspor juga menambah terbatasnya devisa negara. Sehingga tidak mengherankan apabila debt service ratio (DSR) yang merupakan rasio pembayaran pokok dan bunga ULN terhadap penerimaan transaksi berjalan terus tertekan. Menurut data Kemenkeu, DSR pada akhir 2015 meningkat dan mencapai 61,68%. Rasio ini jauh lebih berisiko apabila dibandingkan dengan akhir 2014 yang berada di level 51,66%.

Pemerintah telah memberikan stimulus pada paket kebijakan ke-2 yang memberikan pajak deposito devisa hasil ekspor (DHE) sampai 0% untuk deposito di atas 6 bulan perlu dievaluasi kembali. Evaluasi paket kebijakan ini perlu dilakukan untuk memperbesar eksportir menempatkan DHE di dalam negeri. Evaluasi juga perlu dilakukan untuk melihat efektivitas implementasi dari paket kebijakan ini. Apabila belum efektif maka intensitas perlu dipertimbangkan ditambah atau diperlukan stimulus lainnya atau membuat kebijakan yang lebih menarik lagi.

Hal ini perlu dilakukan mengingat tren peningkatan DSR yang meningkat dan membuat devisa hasil ekspor untuk pembayaran bunga dan cicilan pokok ULN semakin besar. Angka DSR 61,68% berarti 61,68% devisa hasil ekspor nasional diperuntukkan membayar ULN.

Selain mendorong peningkatan devisa hasil ekspor ditempatkan di dalam negeri, sejumlah kebijakan lainnya perlu dipertimbangkan oleh pemerintah antara lain pemangkasan belanja pemerintah yang kurang efektif dan efisien, lebih selektif lagi dalam melakukan pinjaman luar negeri dan peningkatan pendapatan dari sektor perpajakan. Langkah-langkah ini perlu ditempuh agar defisit fiskal dapat ditekan dan menekan ULN baik dalam bentuk penerbitan SBN maupun pinjaman dari lembaga multilateral. Selain itu juga pinjaman luar negeri yang dilakukan BUMN perlu lebih selektif dan terus dimonitor. Sementara itu Bank Indonesia juga perlu terus memonitor pinjaman yang dilakukan oleh swasta agar posisi ULN tidak membahayakan fundamental perekonomian nasional. 

BERITA TERKAIT

Ide Ngawur

   Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi kembali melontarkan gagasan kontroversial dalam…

Potensi Ekonomi Haji & Umroh

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Pada 2 Mei 2025 adalah kloter pertama pemberangkatan haji Indonesia ke Tanah Suci. Dimana…

Prospek Perbankan 2025

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro,  MSi Dosen Pascasarjana  Universitas Muhammadiyah Solo   Kinerja perekonomian nasional tidak bisa terlepas dari…

BERITA LAINNYA DI

Ide Ngawur

   Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi kembali melontarkan gagasan kontroversial dalam…

Potensi Ekonomi Haji & Umroh

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Pada 2 Mei 2025 adalah kloter pertama pemberangkatan haji Indonesia ke Tanah Suci. Dimana…

Prospek Perbankan 2025

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro,  MSi Dosen Pascasarjana  Universitas Muhammadiyah Solo   Kinerja perekonomian nasional tidak bisa terlepas dari…