Oleh: Arief Mujayatno
Munculnya fenomena gerakan pro-lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan banyak pihak.
Para pelaku penyimpangan orientasi seksual yang sebelumnya menyembunyikan identitas mereka, kini dengan berani menunjukkan eksistensi diri di ruang publik.
Dengan mengatasnamakan hak asasi manusia dan kebebasan aliran liberalisme, tokoh-tokoh liberalis berada di garda terdepan memberikan dukungan dengan aksi LGBT yang semakin masif dan terstruktur.
LGBT sendiri merupakan istilah yang digunakan senjak 1990-an untuk menggantikan frasa "komunitas gay" karena istilah ini dinilai lebih mewakili kelompok-kelompok penyimpang orientasi seksual itu.
Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Gay adalah untuk laki-laki yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual.
Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Istilah ini umumnya digunakan dalam konteks ketertarikan manusia untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual kepada pria maupun wanita sekaligus.
Sedangkan transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelaminnya yang ditentukan, atau kelaminnya dari laki-laki menjadi perempuan. Namun banyak kalangan berpendapat bahwa transgender bukan merupakan orientasi seksual.
Menurut pandangan dunia barat, LGBT merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dilindungi. Dukungan kaum liberal terhadap pelaku LGBT tidak hanya berupa wacana namun direalisasikan dengan mendirikan organisasi, forum-forum seminar, dan pembentukan yayasan dana internasional. Bahkan beberapa negara juga telah melegalkan perkawinan sesama jenis.
Di Indonesia, gerakan LGBT mulai tampak sekitar tahun 2006 dengan munculnya Organisasi Arus Pelangi. Berdasarkan namanya, pelangi dianalogikan sebagai kelompok pro-LGBT dan menjadi simbol "keberagaman" orientasi seksual.
Sejumlah aksi telah dilakukan organisasi ini di antaranya kegiatan Rainbow Run dan orasi di Bundaran Hotel Indonesia pada Mei 2015 dengan mengusung kesetaraan dan penghapusan diskriminasi pada kaum LGBT.
Tidak hanya di Jakarta, kelompok LGBT di Yogyakarta didukung organisasi People Like Us Satu Hati (PLUSH) merayakan Hari Peringatan Transgender pada November 2015 dengan menggelar aksi di Kantor Polisi Yogyakarta.
Organisasi pro-LGBT kini tersebar luas dan memiliki jaringan termasuk pada lembaga asing yang acapkali berperan sebagai penyandang dana.
Hingga saat ini, tidak ada data pasti yang menyebut berapa jumlah LGBT di Indonesia. Namun pada 2012, Kementerian Kesehatan memperkirakan terdapat 1.095.970 gay, baik yang tampak maupun tidak. Lebih dari lima persennya (66.180) mengidap HIV. Sementara, badan PBB memprediksi jumlah LGBT jauh lebih banyak, yakni tiga juta jiwa pada 2011.
Mengkhawatirkan Sosiolog budaya dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengkhawatirkan jumlah LGBT yang akan terus bertambah setiap harinya. Menurut dia, tren ini semakin meningkat seiring dengan banyaknya produk-produk budaya populer yang masuk ke Indonesia, seperti film tentang gay misalnya, membuat orientasi seksual berbeda sudah lumrah, dan dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Dia menambahkan, kebanyakan tren LGBT "menyerang" anak-anak muda, karena di usia tersebut biasanya paling gampang dan mudah mengikuti arus.
"LGBT akan tumbuh di kalangan anak muda yang memang terpapar dengan promosi, orientasi seksual yang berbeda. Bisa ada di sekolah, kampus, dan sebagainya. Sekarang LGBT sudah menjadi tren di dunia, dan yang paling cepat menerima memang anak-anak muda," katanya.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa juga mengkhawatirkan pengaruh perilaku LGBT yang menyasar anak-anak dan remaja dari kalangan kurang mampu.
Dia mengaku pernah datang ke Lombok dan mendapati perilaku LGBT sudah menyasar anak laki-laki SMP kurang mampu. "Kemudian mereka dikasih hadiah, dua minggu setelah itu laki-laki itu sudah berbeda, mereka pakai lipstik dalam waktu sangat singkat," ucap Mensos.
Selain itu, kata Mensos, anak-anak itu juga menjadi korban perdagangan orang sehingga masalah ini harus dilihat secara komprehensif. "Mereka diperdagangkan dengan memanfaatkan kemiskinan keluarga mereka. Saya khawatir ada rekayasa sosial," ujar Mensos.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan terus memantau perkembangan isu fenomena LGBT di Indonesia.
Luhut juga menegaskan pemerintah tidak akan tunduk terhadap tekanan asing terkait penanganan LGBT. Indonesia tidak akan mengikuti jejak Brazil yang melegalkan perkawinan sesama jenis meski negara itu berpenduduk mayoritas katolik.
"Kita tidak mau seperti itu. Oleh karena itu, dari sekarang kita harus sikapi betul, jangan sampai nanti itu seperti demikian," katanya.
Isu LGBT telah berada di depan mata dan tidak bisa dikesampingkan sehingga pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk bisa meminimalisasi dampaknya di Indonesia. Meski demikian, pelaku LGBT juga merupakan warga negara Indonesia yang juga harus dilindungi.
Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddik menyatakan saat ini Indonesia dalam darurat bahaya fenomena LGBT sehingga membutuhkan perhatian serius dari semua pihak.
Munculnya kasus-kasus hukum berkaitan dengan pelaku dan perilaku LGBT makin menyentakkan kesadaran masyarakat luas akan ancaman dan bahaya LGBT.
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menegaskan pihaknya menolak penyebaran LGBT dengan cara apapun. "Kalau menyebar, kita jelas nolak. Kalau pembinaan boleh saja. Karena kita menganggap LGBT itu penyimpangan. Kalau itu dianggap tidak menyimpang, punah kita. Kalau perempuan sama perempuan, laki-laki sama laki-laki, habis kita. Enggak punya anak lagi. Kemanusiaan terancam," kata Zulkifli Hasan.
Bahkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai fenomena kemunculan LGBT di Indonesia sebagai bagian dari proxy war atau perang proksi untuk menguasai suatu bangsa tanpa perlu mengirim pasukan militer.
Ancaman perang proksi itu, menurut dia, berbahaya bagi Indonesia karena negara lain yang memiliki kepentingan tidak langsung berhadapan. Oleh karena itu, fenomena pendukung LGBT yang meminta komunitasnya dilegalkan itu wajib diwaspadai.
"Bahaya dong, kita tak bisa melihat (lawan), tahu-tahu dicuci otaknya, ingin merdeka segala macam, itu bahaya," katanya.
Menghadang LGBT Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai fenomena LGBT sebagai masalah sosial yang mengancam kehidupan beragama, ketahanan keluarga dan kepribadian bangsa.
LGBT juga menjadi ancaman potensial bagi sistem hukum perkawinan di Indonesia yang tidak membenarkan perkawinan sesama jenis.
Untuk itu, Kementerian Agama meminta lembaga-lembaga keagamaan perlu mengambil langkah positif untuk mencari dan menggali akar penyebab seseorang menjadi LGBT. Setelah itu, segera melakukan upaya penanggulangannya berbasis pendekatan agama dan ilmu jiwa.
"Kita tidak boleh memusuhi dan membenci mereka sebagai warga negara, tapi bukan berarti kita membenarkan dan membiarkan gerakan LGBT menggeser nilai nilai agama dan kepribadian bangsa," ujarnya.
Strategi Membendung
Lukman juga memaparkan, mayoritas masyarakat Indonesia menolak legalisasi komunitas LGBT di negeri ini. Hal itu, menurut dia, terlihat dari sejumlah organisasi keagamaan telah menyampaikan pernyataan sikap menolak LGBT dan berupaya mencari solusi dalam menemukan jalan untuk merehabilitasi diri.
Para tokoh agama, para aktivis organisasi keagamaan lembaga pendidikan keagamaan dan lainnya perlu mendalami strategi untuk membendung fenomena LGBT yang menjadi ancaman bagi kehidupan bangsa Indonesia yang religious.
Guna mencegah penyebarluasan perilaku, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengusulkan sanksi bagi pemeran pria yang menampilkan gaya bicara dan bahasa tubuh kewanita-wanitaan atau kebanci-bancian dalam tayangan televisi.
"Selama ini sanksi diberikan pada televisi atau lembaga penyiarannya. Ke depan kami ingin PH (rumah produksi) dan pemerannya diberi sanksi," kata Koordinator Bidang Pengawasan Siaran KPI Agatha Lily di Bandung.
Dia mengatakan sanksi untuk artis pria yang bergaya kewanitaan tersebut diberikan sebagai upaya untuk menjaga generasi muda seperti anak-anak dan remaja tak meniru perilaku si artis yang tampil di layar televisi.
"Seharusnya publik figur, artis atau pengisi acara juga ikut punya andil dan tanggung jawab untuk memberikan tayangan yang baik," kata dia.
Lebih lanjut ia menuturkan usulan tersebut diharapkan bisa masuk dalam revisi Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang sedang dibahas Komisi I DPR RI.
Sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan akan memblokir 477 situs yang mengandung konten radikalisme, pornografi, dan LGBT.
Direktur e-Business Ditjen Aplikasi dan Telematika Kementerian Komunikasi dan Informatika Azhar Hasyim mengatakan pemblokiran tersebut berdasarkan laporan dari masyarakat yang resah terkait propaganda LGBT, pornografi, dan radikalisme. Selain itu, kata dia, pihaknya juga memblokir situs blog Tumblr karena banyak mengandung konten pornografi. (Ant.)
Oleh: Eleine Pramesti, Pemerhati Ekonomi Pembangunan Koperasi Desa Merah Putih berakar pada prinsip dasar koperasi…
Oleh : Bahtiar Ardie, Pengamat Pertanian Swasembada pangan menjadi prioritas utama dalam kebijakan pembangunan nasional di bawah…
Oleh: Cahyo Widjaya, Peneliti Ekonomi Kerakyatan Maraknya praktik judi daring (online) dalam beberapa bulan terakhir telah menjadi…
Oleh: Eleine Pramesti, Pemerhati Ekonomi Pembangunan Koperasi Desa Merah Putih berakar pada prinsip dasar koperasi…
Oleh : Bahtiar Ardie, Pengamat Pertanian Swasembada pangan menjadi prioritas utama dalam kebijakan pembangunan nasional di bawah…
Oleh: Cahyo Widjaya, Peneliti Ekonomi Kerakyatan Maraknya praktik judi daring (online) dalam beberapa bulan terakhir telah menjadi…