Oleh : Aay Muhammad Furkon, MA., ME.Sy. (Dosen STAI PERSIS Jakarta, Ketua Bidang Maliyah PERSIS, dan Pemerhati Ekonomi)
Dalam beberapa tahun terakhir, wacana mengenai integrasi zakat ke dalam sistem fiskal nasional semakin menguat seiring dengan upaya mendorong optimalisasi potensi zakat di Indonesia. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi zakat nasional yang sangat besar, yakni mencapai Rp327,6 triliun per tahun menurut studi kolaboratif antara BAZNAS RI dan IPB (2022). Namun, realisasi penghimpunan zakat nasional pada tahun 2024 baru mencapai sekitar Rp41 triliun, menunjukkan kesenjangan yang signifikan antara potensi dan aktualisasi. Dalam konteks ini, BAZNAS RI sebagai lembaga negara non-struktural yang memiliki mandat konstitusional dalam pengelolaan zakat nasional, memegang peran kunci dalam merumuskan strategi kebijakan yang memungkinkan integrasi zakat ke dalam sistem fiskal, guna memperkuat fungsi redistribusi dan keadilan sosial dalam perekonomian nasional.
Secara filosofis, zakat berbeda dari pajak karena merupakan kewajiban religius bagi umat Islam. Namun, keduanya memiliki tujuan sosial-ekonomi yang serupa: redistribusi kekayaan dan pengentasan kemiskinan. Beberapa negara muslim seperti Arab Saudi, Pakistan, dan Malaysia telah menerapkan sistem zakat yang dikelola negara dengan berbagai tingkat intervensi.
Dalam konteks Indonesia, landasan yuridis pengelolaan zakat tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-undang ini memberikan legitimasi bagi negara untuk terlibat dalam pengelolaan zakat melalui BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) sebagai koordinator, tanpa menghilangkan peran LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang dikelola masyarakat sipil. Kerangka hukum ini mencerminkan prinsip "semi-obligatory" di mana negara memfasilitasi pengelolaan zakat tanpa memaksakan pembayarannya.
Pasal 43 ayat (3) UU Pengelolaan Zakat menyatakan bahwa pembayaran zakat dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Ini merupakan bentuk integrasi parsial zakat ke dalam sistem fiskal nasional. Namun, integrasi ini masih terbatas pada aspek insentif pajak, bukan pada mekanisme pemungutan atau distribusi yang terintegrasi. Terdapat beberapa model integrasi zakat ke dalam sistem fiskal nasional yang dapat dipertimbangkan:
1. Model Insentif Pajak (status quo dengan penyempurnaan); Model ini mempertahankan sistem saat ini di mana pembayaran zakat dapat mengurangi penghasilan kena pajak, namun dengan perbaikan mekanisme pelaporan dan verifikasi.
2. Model Single Authority; Pengelolaan zakat dan pajak berada di bawah satu otoritas, misalnya Direktorat Jenderal Pajak, dengan akun terpisah untuk zakat dan pajak.
3. Model Semi-Single Authority; BAZNAS dan Direktorat Jenderal Pajak berkolaborasi dalam pemungutan, namun pengelolaan dan distribusi zakat tetap di tangan BAZNAS.
4. Model Fully Integrated System, Zakat dikelola sebagai komponen integral dari sistem fiskal nasional, di mana wajib zakat secara otomatis dipotong dari penghasilan wajib pajak muslim.
Kajian yang dilakukan oleh Puskas BAZNAS menunjukkan bahwa Model Semi-Single Authority mungkin paling sesuai dengan konteks Indonesia, mengingat kerangka konstitusional dan keberagaman masyarakat. Selain itu, efektivitas integrasi zakat ke dalam sistem fiskal dapat dievaluasi dari beberapa aspek:
1. Aspek Penghimpunan
Studi yang dilakukan oleh Ahmad dan Wahid, dengan judul Efficiency and governance of zakat institutions in Malaysia: A non-parametric approach mendapatkan bahwa pengalaman Malaysia dengan Lembaga Hasil Dalam Negeri (LHDN) yang mengelola pemungutan zakat di beberapa negara bagian menunjukkan peningkatan signifikan dalam penghimpunan zakat. Di Selangor, penerapan sistem potongan gaji (zakat on payroll) meningkatkan penghimpunan zakat hingga 70% dalam lima tahun implementasi.
Di Indonesia, integrasi sistematis antara database wajib pajak dan muzaki (pembayar zakat) dapat meningkatkan basis muzaki dan mengurangi kebocoran. Studi BAZNAS memperkirakan bahwa integrasi parsial melalui Single Identity Number dapat meningkatkan penghimpunan zakat hingga 40%.
2. Aspek Distribusi dan Dampak Sosial-Ekonomi
Integrasi zakat ke dalam sistem fiskal berpotensi meningkatkan efisiensi distribusi melalui database terpadu penerima manfaat. Data Kementerian Sosial dan BAZNAS dapat diintegrasikan untuk mengidentifikasi keluarga prasejahtera yang memenuhi kriteria mustahik (penerima zakat).
Studi empiris yang dilakukan oleh Beik dan Arsyianti dengan judul Measuring zakat impact on poverty and welfare using CIBEST model, menunjukkan bahwa program zakat produktif dapat menurunkan tingkat kemiskinan hingga 22% pada kelompok penerima. Dengan integrasi sistem, dampak ini dapat diperluas secara signifikan.
3. Aspek Tata Kelola dan Akuntabilitas
Integrasi ke dalam sistem fiskal nasional dapat meningkatkan standar tata kelola dan akuntabilitas pengelolaan zakat. Namun, tantangan utamanya adalah memastikan transparansi dan kesesuaian dengan prinsip syariah dalam distribusi.
Menurut survei yang dilakukan oleh World Zakat Forum (2023), kepercayaan publik terhadap lembaga pengelola zakat berkorelasi positif dengan tingkat transparansi dan profesionalisme pengelolaan. Integrasi dengan sistem fiskal nasional dapat meningkatkan standar profesionalitas namun juga berisiko mengurangi fleksibilitas operasional. Meski demikian ada beberapa tantangan utama dalam integrasi zakat ke dalam sistem fiskal nasional meliputi:
1. Tantangan Kelembagaan, akan terjadi tumpang tindih kewenangan antara otoritas fiskal (Kemenkeu) dan otoritas zakat (Kemenag dan BAZNAS) memerlukan harmonisasi kebijakan. Hal ini tidak terlalu sulit untuk dilakukan harmonisasi.
2. Tantangan Teknis Perbedaan basis pengenaan antara zakat dan pajak (nisab vs PTKP, haul vs tahun pajak) memerlukan penyesuaian sistem yang kompleks.
3. Tantangan Sosial-Budaya Preferensi sebagian masyarakat untuk menyalurkan zakat secara langsung atau melalui institusi tradisional seperti pesantren dan masjid.
Berdasarkan analisis di atas, beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan:
Pertama, penguatan integrasi parsial yaitu memperkuat sistem insentif pajak untuk pembayar zakat dengan penyederhanaan prosedur dan peningkatan besaran pengurangan pajak.
Kedua, pengembangan sistem informasi terintegrasi, membangun database terintegrasi muzaki dan mustahik yang terhubung dengan sistem perpajakan dan perlindungan sosial.
Ketiga, penguatan kapasitas kelembagaan, meningkatkan kapasitas BAZNAS dan LAZ untuk menerapkan standar tata kelola setara lembaga fiskal pemerintah.
Keempat, uji coba model semi-single authority, melakukan pilot project untuk model pemungutan zakat terintegrasi dengan sistem pajak di wilayah dengan tingkat kepatuhan zakat tinggi.
Kelima, kampanye edukasi publik, meningkatkan literasi zakat dan fiskal untuk membangun dukungan publik terhadap integrasi sistem zakat dan fiskal.
Integrasi zakat ke dalam sistem fiskal nasional menawarkan potensi signifikan untuk meningkatkan penghimpunan dan efektivitas distribusi zakat di Indonesia. Namun, integrasi ini perlu dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan aspek konstitusional, kelembagaan, teknis, dan sosial-budaya.
Model integrasi yang moderat seperti Semi-Single Authority dapat menjadi opsi yang layak untuk konteks Indonesia, dengan penekanan pada sinergi kelembagaan daripada peleburan total. Penguatan sistem informasi terintegrasi dan standar tata kelola merupakan prasyarat penting untuk kesuksesan integrasi ini.
Pada akhirnya, keberhasilan integrasi zakat ke dalam sistem fiskal nasional akan bergantung pada keseimbangan antara peran negara dan masyarakat sipil, serta antara formalisasi dan fleksibilitas dalam pengelolaan zakat.
Neraca, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI membuktikan kemampuannya dalam menjaga Dana Pihak Ketiga (DPK) salah satunya dari…
UMKM Pengharum Ruangan dari Enceng Gondok Anggota Kelompok Anak Kreatif untuk Bangsa (Ankubas) membuat pengharum ruangan dari enceng gondok di…
Neraca, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo merealisasikan komitmennya dalam memperkuat pariwisata maritim Indonesia seiring dengan telah dimulainya pembangunan Bali…
Neraca, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI membuktikan kemampuannya dalam menjaga Dana Pihak Ketiga (DPK) salah satunya dari…
UMKM Pengharum Ruangan dari Enceng Gondok Anggota Kelompok Anak Kreatif untuk Bangsa (Ankubas) membuat pengharum ruangan dari enceng gondok di…
Neraca, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo merealisasikan komitmennya dalam memperkuat pariwisata maritim Indonesia seiring dengan telah dimulainya pembangunan Bali…