Kontraktor Diajak Garap Carbon Capture

NERACA

Tangerang - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengajak Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) minyak dan gas (migas), baik di dalam maupun luar negeri untuk bergabung dalam industri penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS).

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi penyimpanan penangkapan karbon terbesar di Asia Pasifik dengan potensi yang mencapai 572,77 gigaton untuk saline aquifer (akuifer yang airnya asin) dan 4,85 gigaton di depleted reservoir (akuifer yang airnya habis).

"Saat ini dunia selalu berpikir sekarang tentang membangun industrialisasi dengan pendekatan green energy dan green industry. Salah satu diantaranya untuk mewujudkannya adalah bagaimana menangkap carbon capture-nya, CO2-nya," kata Bahlil di Tangerang.

Lebih lanjut, Bahlil menyampaikan komitmen Pemerintah dalam memberikan berbagai kemudahan bagi para investor, guna menciptakan iklim investasi yang lebih menarik dan kondusif bagi pengembangan industri strategis ke depan. Sebagai langkah konkret, regulasi pendukung dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri ESDM (Permen) telah diselesaikan.

"Aturannya sudah kita buat dan saya tawarkan kepada bapak Ibu semua. Silakan masuk. Lebih cepat, lebih baik. Kita kasih sedikit relaksasi sweetener. Tapi kalau sudah booming baru masuk, sweetener-nya tidak akan sebaik sekarang," jelas Bahlil.

Sejak tahun 2021 hingga 2024, pemerintah telah menerbitkan 30 izin pemanfaatan data kepada 12 kontraktor untuk mendukung pelaksanaan studi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) di berbagai wilayah Indonesia.

Studi tersebut mencakup 19 lokasi strategis, antara lain Lapangan Arun, Corridor, Sakakemang, Betung, Ramba, Asri Basin, ONWJ, Jatibarang, Gundih, Sukowati, Abadi, CSB, Gemah, South Natuna Sea Block B, East Kalimantan, Refinery Unit V Balikpapan, Blue Ammonia, Donggi Matindok, serta Lapangan Tangguh di Bintuni, Papua.

Sebagai informasi, CCS merupakan teknologi yang digunakan untuk menangkap karbondioksida (CO2) dari sumber-sumber emisi, kemudian diangkut dan disimpan pada tempat penyimpanan jangka panjang, seperti di bawah tanah. Sementara CCUS merupakan pengembangan dari CCS, yang tidak hanya menyimpan CO2, tetapi juga memanfaatkannya sebagai sumber baru.

Sebelumnya,  pernyataan United States Geological Survey (USGS) mengenai Indonesia merupakan 'golden places' untuk proyek CCS merupakan sebuah peluang besar bagi Indonesia untuk berkontribusi dalam upaya mengatasi perubahan iklim melalui penangkapan dan pemisahan gas CO2 dan menginjeksikannya kembali untuk disimpan ke dalam lapisan batuan di bawah permukaan.

Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid mengungkapkan, “teknologi CCS bukanlah sesuatu yang baru. Konsepnya kurang lebih sama dengan kegiatan hulu minyak dan gas bumi, yaitu diperlukannya batuan reservoar baik berupa reservoar migas ataupun akuifer salin yang menjadi tempat penyimpanan CO2 dan kemudian batuan penutup yang memerangkap gas CO2 yang telah diinjeksikan sehingga tidak berpindah atau bermigrasi kemana pun.”

Oleh karena itu, lanjut Wafid, pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 telah mengeluarkan regulasi tentang CCS/CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage) pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Regulasi ini tentu menjadi angin segar bagi para kontraktor hulu migas dan pemangku kepentingan lainnya untuk dapat dengan leluasa menerapkan teknologi CCS/CCUS di Indonesia.

Wafid mengungkapkan, Badan Geologi selama ini telah berperan penting dalam hal eksplorasi formasi batuan yang menjadi batuan reservoar migas. Kini Badan Geologi dihadapkan pada tantangan baru untuk dapat menemukan dan mendata formasi-formasi batuan yang memiliki potensi besar untuk menyimpan karbon.

"Pada saat ini Badan Geologi sedang melakukan inventarisasi untuk menghitung potensi Carbon Capture Storage di Indonesia terutama pada cekungan-cekungan sedimen frontier yang selama ini belum terdapat aktivitas hulu minyak dan gas bumi yang signifikan,” ungkap Wafid.

Pengambilan data lapangan secara sistematis yang dimulai dengan pengambilan data di Pulau Jawa pada tahun lalu, kemudian pada tahun ini kegiatan dilakukan di Pulau Sumatera dan selanjutnya terus akan dilanjutkan ke wilayah-wilayah lainnya di Indonesia diharapkan dapat melengkapi data terkait potensi CCS di Indonesia yang pada akhirnya nanti akan ditampilkan dalam Atlas Potensi CCS Indonesia," papar Wafid.

 

 

BERITA TERKAIT

Proyek CO2 Reduction Tingkatkan Kapasitas Produksi Energi Indonesia

NERACA Indramayu – Deputi Eksploitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Taufan Marhaendrajana,…

Pemerintah Ambil Langkah Nyata Cegah PHK di Industri Padat Karya

NERACA Jakarta - Pemerintah terus memperkuat stabilitas sektor industri padat karya melalui deregulasi dan perlindungan tenaga kerja guna mencegah potensi…

Kembangkan Sentra IKM Wastra di Pelosok Tanah Air

NERACA Jakarta – Industri wastra atau kain tradisional Indonesia seperti batik dan tenun sangat erat kaitannya dengan perkembangan industri fesyen…

BERITA LAINNYA DI Industri

Proyek CO2 Reduction Tingkatkan Kapasitas Produksi Energi Indonesia

NERACA Indramayu – Deputi Eksploitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Taufan Marhaendrajana,…

Pemerintah Ambil Langkah Nyata Cegah PHK di Industri Padat Karya

NERACA Jakarta - Pemerintah terus memperkuat stabilitas sektor industri padat karya melalui deregulasi dan perlindungan tenaga kerja guna mencegah potensi…

Kembangkan Sentra IKM Wastra di Pelosok Tanah Air

NERACA Jakarta – Industri wastra atau kain tradisional Indonesia seperti batik dan tenun sangat erat kaitannya dengan perkembangan industri fesyen…