NERACA
Jakarta – Reformasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang sedang dijalankan pemerintah bukanlah kebijakan yang diambil secara tergesa-gesa atau karena desakan pihak tertentu. Lebih lanjutt, reformasi kebijakan TKDN tidak disebabkan karena tekanan dari negara manapun.
Selain itu penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah, menegaskan kembali pentingnya kebijakan TKDN bagi industri dalam negeri.
“Kami ingin tegaskan bahwa reformasi TKDN bukan karena latah, tidak reaktif, dan bukan karena tekanan. Ini sudah kami mulai sejak Februari 2025, jauh sebelum adanya dinamika yang berkembang belakangan ini,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta.
Agus menambahkan, reformasi TKDN tersebut merupakan bagian dari upaya jangka panjang pemerintah untuk memperkuat industri nasional melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Kebijakan ini juga sejalan dengan arahan Presiden untuk memperdalam struktur industri dan meningkatkan daya saing nasional.
“Kementerian Perindustrian telah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi TKDN selama ini. Reformasi ini bertujuan agar kebijakan lebih adaptif, transparan, dan memberikan manfaat optimal bagi pelaku industri dalam negeri,” imbuh Agus.
Agus juga menegaskan, pemerintah akan terus melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pelaksanaan reformasi ini agar implementasinya berjalan efektif dan tepat sasaran.
Perpres Nomor 46 Tahun 2025 menjadi landasan hukum yang memperkuat arah baru kebijakan TKDN, termasuk perbaikan mekanisme verifikasi, insentif bagi pelaku industri, dan penguatan pengawasan agar mendorong komitmen penggunaan produk dalam negeri di berbagai sektor.
Dengan langkah ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) optimistis dapat mempercepat kemandirian industri nasional serta memperkuat ekosistem manufaktur dalam negeri.
Kemenperin dan perusahaan industri juga mengapresiasi munculnya empat sub ayat baru pada pasal 66 Perpres Nomor 46 Tahun 2025, yang mengatur tentang urutan prioritas belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. Dalam aturan baru ini, pemerintah memprioritaskan dan wajib membeli produk ber-TKDN atau PDN dibandingkan produk impor.
Adapun urutan prioritas belanja pemerintah atas produk ber-TKDN dan PDN sesuai dengan pasal 66 Perpres No. 46 Tahun 2025 adalah sebagai berikut:
Pertama, jika ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) nya lebih dari 40 persen, maka yang bisa dibeli pemerintah melalui PBJ adalah produk yang ber-TKDN di atas 25 persen.
Kedua, jika tidak ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP nya di atas 40 persen, tapi ada produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen, maka produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen bisa dibeli pemerintah melalui PBJ Pemerintah.
Ketiga, jika tidak ada produk yang ber-TKDN di atas 25 persen, maka pemerintah bisa membeli produk yang ber-TKDN lebih rendah dari 25 persen.
Keempat, jika tidak ada produk yang bersertifikat TKDN, maka pemerintah bisa memberli PDN yang terdata dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).
"Regulasi baru ini memperbaiki regulasi sebelumnya, yaitu Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang PBJ Pemerintah. Produk impor tidak diboleh di beli dalam PBJ Pemerintah jika 4 urutan belanja diatas terpenuhi.," ungkap Agus.
Lebih lanjut, Kemenperin berkomitmen untuk mereformasi kebijakan TKDN terutama kebijakan terkait Tata Cara Perhitungan TKDN agar lebih sederhana, waktu singkat, dan berbiaya murah. Langkah tersebut bertujuan agar semakin banyak produk industri dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN dan dibeli oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.
Kemenperin telah memulai reformasi kebijakan TKDN jauh sebelum Presiden Trump mengumumkan kenaikan tarif masuk impor ke Amerika Serikat pada awal April 2025. Menperin bersama jajaran Kemenperin telah memulai pembahasan reformasi Tata Cara Perhitungan TKDN sejak Februari 2025.
“Kami telah memulai upaya mereformasi kebijakan TKDN, baik dari sisi formulasi penghitungan komponen dalam negeri yang lebih berkeadilan maupun penyederhanaan proses bisnis penerbitan Sertifikat TKDN,” tegas Agus.
Kebijjakan TKDN, terutama di sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK)merupakan bentuk keseimbangan antara diplomasi perdagangan internasional dan penguatan ekonomi nasional.
Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan pun menyatakan, bahwa langkah pemerintah ini mencerminkan kecerdasan diplomasi ekonomi yang tidak hanya reaktif, namun juga antisipatif.
“Langkah pemerintah dalam merespons kebijakan kenaikan tarif impor yang dikeluarkan Presiden Trump merupakan pendekatan yang cerdas. Ini mencerminkan keseimbangan antara diplomasi perdagangan dan penguatan ekonomi dalam negeri,” ujar Marwan.
NERACA Bali – Kekeringan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan Indonesia. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat sebagian…
NERACA Jakarta - Proyek pembangunan jaringan pipa gas bumi Cirebon-Semarang tahap II (Cisem II) pada ruas Batang-Kandang Haur Timur yang digarap…
NERACA Jakarta – Keputusan pemerintah untuk menghapus sistem outsourcing atau alih daya merupakan langkah signifikan dalam memastikan keadilan ketenagakerjaan di…
NERACA Bali – Kekeringan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan Indonesia. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat sebagian…
NERACA Jakarta - Proyek pembangunan jaringan pipa gas bumi Cirebon-Semarang tahap II (Cisem II) pada ruas Batang-Kandang Haur Timur yang digarap…
NERACA Jakarta – Keputusan pemerintah untuk menghapus sistem outsourcing atau alih daya merupakan langkah signifikan dalam memastikan keadilan ketenagakerjaan di…