Tarif Royalti Minerba Mestinya Diarahkan ke Energi Hijau

 

NERACA

Jakarta - Policy Strategist Yayasan Indonesia CERAH Al Ayubi mengusulkan dana dari kenaikan tarif royalti komoditas mineral dan batu bara (minerba) dapat disalurkan ke pembangunan sektor energi hijau melalui subsidi energi terbarukan atau insentif investasi hijau. “Dana yang diperoleh harus secara jelas diarahkan untuk mendukung pembangunan usaha energi hijau,” ucap Al Ayubi, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.

Ia menyampaikan kenaikan tarif royalti harus dimanfaatkan secara strategis untuk mendukung transisi energi. Ayubi tidak ingin kenaikan royalti hanya dipandang sebagai tambahan pendapatan negara. “Kenaikan royalti harus menjadi momentum perbaikan tata kelola industri ekstraktif dalam mengakselerasi transisi energi,” kata dia.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, pemerintah sejauh ini baru mengalokasikan dana sekitar Rp34,2 triliun per tahun untuk energi terbarukan, jauh di bawah kebutuhan riil sebesar Rp148,3 triliun per tahun. Situasi ini menyebabkan target bauran energi nasional dan target pengurangan emisi dalam Nationally Determined Contributions (NDC) sulit tercapai.

Tak hanya itu, Institute for Essential Services Reform (IESR) mencatat bahwa sepanjang 2019–2021, investasi swasta untuk energi fosil masih mendominasi sebesar 73,4 persen, sementara energi terbarukan hanya mendapat porsi 26,6 persen. “Kesenjangan pendanaan ini menjadi hambatan utama transisi energi di Indonesia. Karena itu, dana tambahan dari kenaikan royalti minerba harus segera dialokasikan untuk menutup celah pendanaan energi terbarukan,” ucap Ayubi.

Pemerintah Indonesia baru saja menetapkan kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2025 dan PP Nomor 19 Tahun 2025. Langkah ini dinilai positif oleh kalangan masyarakat sipil, namun mereka mengingatkan bahwa potensi peningkatan pendapatan negara ini harus diarahkan untuk mempercepat transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia.

Dalam kebijakan terbaru ini, pemerintah memberlakukan tarif royalti progresif untuk mineral seperti nikel, dari sebelumnya tarif tunggal sebesar 10 persen menjadi 14–19 persen, menyesuaikan Harga Mineral Acuan (HMA). Sementara untuk batu bara, terdapat penyesuaian berdasarkan jenis izin, di mana royalti untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) naik, sedangkan royalti untuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) justru turun.

Sementara itu, Direktur Eksekutif SUSTAIN Tata Mustasya menilai bahwa dana tambahan yang diperoleh dari kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) cukup untuk mendanai kebutuhan Just Energy Transition Partnership (JETP). “Dengan skenario harga batu bara aktual periode 2022–2024, pemerintah berpotensi mendapatkan tambahan penerimaan negara antara 5,63 miliar dolar AS (Rp84,55 triliun) hingga 23,58 miliar dolar AS (Rp353,7 triliun) per tahun,” ucap Tata.

Dana tersebut, lanjut dia, sangat cukup untuk mendanai kebutuhan JETP sebesar Rp96,1 miliar dolar AS hingga 2030, yang hingga saat ini masih terkendala pendanaan konkret. Menurut Tata, peningkatan pungutan produksi batu bara merupakan solusi strategis bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam mempercepat transisi energi sekaligus mengatasi krisis iklim.

Tata menyampaikan ada tiga tujuan utama dari peningkatan pungutan ini. Pertama, meningkatkan penerimaan negara secara signifikan untuk percepatan transisi energi. Kedua, memberikan disinsentif produksi batu bara sehingga investasi bergeser ke energi bersih dan terbarukan.

Terakhir, mewujudkan prinsip keadilan dengan menarik pungutan yang proporsional dari sektor tambang batu bara yang selama ini menikmati keuntungan besar. “Tarif royalti dan pungutan produksi batu bara lainnya masih harus dinaikkan secara bertahap untuk mencapai ketiga tujuan tersebut,” tuturnya.

 

BERITA TERKAIT

Jaringan Ekonomi Kreatif Indonesia (JEKI) Resmi Diluncurkan, Siap Salurkan Modal untuk Industri Kreatif

    NERACA Jakarta - Jaringan Ekonomi Kreatif Indonesia (JEKI) secara resmi diluncurkan di Hotel Des Indes Menteng, Jakarta yang…

Sepakat dengan Menhub, Ekonom Minta Pemerintah Tak Gegabah Atur Ojol

NERACA Jakarta - Gelombang tuntutan dari pengemudi ojek online (ojol) kembali memuncak dengan aksi demonstrasi besar pada 20 Mei 2025.…

Dirjen Bea Cukai Bakal Libatkan TNI dan Polri untuk Atasi Penyelundupan

  NERACA Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budi Utama menyampaikan bakal menggandeng aparat TNI dan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jaringan Ekonomi Kreatif Indonesia (JEKI) Resmi Diluncurkan, Siap Salurkan Modal untuk Industri Kreatif

    NERACA Jakarta - Jaringan Ekonomi Kreatif Indonesia (JEKI) secara resmi diluncurkan di Hotel Des Indes Menteng, Jakarta yang…

Sepakat dengan Menhub, Ekonom Minta Pemerintah Tak Gegabah Atur Ojol

NERACA Jakarta - Gelombang tuntutan dari pengemudi ojek online (ojol) kembali memuncak dengan aksi demonstrasi besar pada 20 Mei 2025.…

Dirjen Bea Cukai Bakal Libatkan TNI dan Polri untuk Atasi Penyelundupan

  NERACA Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budi Utama menyampaikan bakal menggandeng aparat TNI dan…