Jakarta-Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara seharusnya menjadi momentum besar dalam sejarah ekonomi Indonesia. Namun, langkah ini justru memicu lebih banyak pertanyaan, terutama terkait kredibilitas lembaga baru ini di mata investor. Salah satu isu utama yang muncul adalah penempatan Menteri dan Wamen sebagai direksi Danantara, yang tidak hanya menimbulkan kekhawatiran tentang independensi lembaga ini tetapi juga menandakan lemahnya komitmen terhadap prinsip tata kelola yang baik.
NERACA
Menurut Achmad Nur Hidayat, akademisi UPN Veteran Jakarta, keputusan untuk mengangkat Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani sebagai CEO, Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria sebagai COO, dan Wakil Dirut PT TBS Energi Utama Tbk Pandu Sjahrir sebagai CIO, mencerminkan ketidaktegasan dalam membangun kepemimpinan yang benar-benar independen.
Rangkap jabatan ini, menurut dia, mengirimkan sinyal buruk ke pasar bahwa Danantara bukanlah entitas yang memiliki struktur profesional yang kuat, tetapi lebih merupakan perpanjangan tangan dari birokrasi pemerintah.
“Investor umumnya mencari jaminan bahwa sebuah sovereign wealth fund (SWF) dikelola oleh para profesional yang memiliki fokus penuh pada pengelolaan aset dan strategi investasi jangka panjang,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya kepada Neraca, Selasa (25/2).
Namun, dengan para direksi yang juga menjabat sebagai pejabat negara, muncul pertanyaan mengenai konflik kepentingan dan kurangnya dedikasi penuh terhadap pengelolaan Danantara. “Tidak adanya pemisahan yang jelas antara kebijakan pemerintah dan strategi investasi Danantara menciptakan ketidakpastian yang tidak diinginkan oleh investor,” ujarnya.
Narasi Besar Tanpa Komitmen Penuh
Pemerintah terus menggaungkan bahwa Danantara akan menjadi pilar penting dalam pengelolaan aset negara dan investasi strategis. Namun, narasi besar ini bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan.
Jika benar Danantara merupakan proyek strategis jangka panjang, mengapa para direksinya tidak diminta untuk mendedikasikan diri sepenuhnya? Sebab, dalam praktik terbaik global, pemimpin SWF umumnya direkrut dari kalangan profesional yang memiliki rekam jejak di bidang keuangan, investasi, dan tata kelola.
Nur Hidayat mengatakan, keberadaan eksekutif yang masih menjabat di kementerian atau perusahaan lain menunjukkan bahwa mereka mungkin tidak memiliki perhatian penuh terhadap tugas mereka di Danantara. “Ini dapat mempengaruhi kualitas keputusan yang diambil dan efektivitas eksekusi strategi investasi,” tutur staf pengajar PTN tersebut.
Selain direksi yang merangkap jabatan, kehadiran dua mantan Presiden Indonesia dalam struktur pengawasan Danantara juga menimbulkan banyak pertanyaan. “Dalam praktik terbaik sovereign wealth fund global, dewan pengawas biasanya diisi oleh para ahli di bidang tata kelola, manajemen investasi, dan regulasi keuangan,” ujar Nur Hidayat.
Namun, dalam kasus Danantara, pemilihan mantan presiden lebih terlihat sebagai upaya meningkatkan daya tarik politik daripada membangun sistem pengawasan yang kredibel. Persoalannya, bila Danantara mengalami salah kelola atau menghadapi skandal di masa depan, reputasi mantan presiden yang bertindak sebagai pengawas juga akan ikut tercoreng.
Kehadiran mereka tidak serta merta meningkatkan kepercayaan pasar, melainkan justru bisa menjadi bumerang jika kredibilitas Danantara runtuh. “Investor yang paham tata kelola keuangan akan lebih menghargai kehadiran figur dengan kompetensi investasi yang kuat daripada tokoh politik dengan latar belakang eksekutif negara,” ujarnya.
Sejak awal, Presiden Prabowo Subianto telah mempromosikan Danantara sebagai solusi besar bagi pengelolaan aset negara dan strategi investasi jangka panjang. Namun, narasi besar ini tidak cukup untuk membangun kepercayaan tanpa komitmen nyata dalam tata kelola dan struktur kelembagaan yang kuat.
“Investor tidak hanya tertarik pada retorika, mereka membutuhkan bukti bahwa Danantara akan dikelola dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme tinggi,” tutur dia.
Dengan kondisi saat ini, di mana para direksi merangkap jabatan, pengawas berasal dari lingkaran politik, dan pasar menunjukkan sikap skeptis, Danantara justru lebih terlihat sebagai proyek politik daripada instrumen investasi yang dapat dipercaya.
Konsolidasi BUMN
BPI Danantara menargetkan konsolidasi seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) rampung sebelum pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham digelar. Langkah itu diambil setelah Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Danantara pada Senin (24/2).
Kepala Holding Operasional Danantara Dony Oskaria mengatakan, dalam konsolidasi itu Danantara akan langsung menggabungkan BUMN di berbagai sektor di bawah kelolaan BPI. Hal ini berbeda dengan rencana awal Danantara yang pada tahap awal akan mengelola tujuh BUMN yang sudah berstatus perusahaan terbuka. “Sebelum RUPS sudah harus pindah ke Danantara,” ujar Donny. Adapun RUPS BUMN menurut Dony akan digelar pada Maret 2025 mendatang.
Dia pun mengatakan, setelah konsolidasi selesai maka manajemen seluruh BUMN akan dikendalikan oleh Danantara. Dengan begitu BUMN baik di bidang pangan, aviasai, infrastruktur, energi, perbankan dan sektor lainnya akan berada di bawah kelolaan Danantara.
Rencana Danantara segera melakukan konsolidasi seluruh BUMN juga disampaikan oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi yang kini ditunjuk menjadi Kepala Danantara Rosan Roeslani. Menurut dia, sejak tahap awal seluruh BUMN akan bergabung dalam Danantara.
“Bukan hanya 7 BUMN, dan memang coba kami tingkatkan. Memang ada stage-nya yang kami akan konsolidasikan semua aset ini supaya create the value, salah satu pesannya agar menjadi global champion,” ujar Rosan usai peluncuran Danantara di Istana Merdeka, Senin (24/2).
Menurut Rosan, pada saat peluncuran Danantara, Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan cita-cita pendirian Danantara untuk menjadi perusahaan investasi milik negara yang berkibar di dunia internasional. Meski begitu, ia mengatakan hal utama yang ingin dicapai adalah penciptaan lapangan pekerjaan. “Ini pesan beliau itu yang paling penting ya. Dan seluruh BUMN dan serta anak-anak perusahaan ini yang kita akan lihat, kita akan kaji,” ujarnya.
Semula Danantara pada tahap awal diproyeksi hanya akan mengelola 7 BUMN ditambah dengan Indonesia Investment Authority atau INA. Adapun 7 BUMN itu adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan Mining Industry Indonesia atau MIND ID yang beranggotakan PT Antam Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Freeport Indonesia, PT INALUM, dan PT Timah Tbk (TINS).
Di sisi lain Rosan mengatakan konsolidasi Danantara ini tidak akan melibatkan INA seperti yang sebelumnya sempat digagas. Adapun INA saat ini memiliki aset portofolio hingga Rp 163 triliun.
Danantara diproyeksikan bakal menjadi SWF yang mengelola aset sekitar US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.616 triliun aset dalam pengelolaan (AUM). Dengan begitu Danantara melesat menjadi salah satu pengelola investasi besar dunia. The Financial Times Stock Exchange Russel atau FTSE menyampaikan BP Danantara berpotensi melampaui GIC atau Government of Singapore Investment Corporation.
Hal itu akan terjadi bila dalam pelaksanaanya, Danantara bisa berkembang dengan cepat. GIC adalah salah satu dari tiga entitas investasi utama di Singapura yang mengelola dana kekayaan negara dan cadangan devisa yang didirikan pada 1981. Dua entitas investasi lainnya yakni Temasek Holdings (Private) Limited dan Otoritas Moneter Singapura atau MAS. bari/mohar/fba
Jakarta- Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memperkirakan jumlah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mencapai 280…
NERACA Jakarta – Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Kurniasih Mufidayati, mendorong agar Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan…
NERACA Jakarta – Presiden Prabowo Subianto memanggil sejumlah menteri dan satuan tugas (satgas) hilirisasi ke Istana Merdeka, Jakarta guna membahas…
NERACA Jakarta- Belum optimalnya pemanfaatan karbon di dunia industri minyak dan gas, mendorong Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)…
NERACA Jakarta - Pemerintah Indonesia mendukung pengembangan industri berkelanjutan dengan menekankan peran penting inovasi dan teknologi digital dalam Deklarasi Brasil,…
Jakarta-Kementerian Perdagangan berhasil mengamankan lebih dari 1,6 juta unit produk impor ilegal dari China yang tidak memenuhi ketentuan berlaku.…