NERACA
Jakarta - Kasubdit Pengawetan Spesies dan Genetik di Direktorat Konservasi, Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik KLHK, Badiah menyampaikan bahwa ada lima satwa Indonesia yang terancam punah yakni badak jawa, badak sumatera, gajah, orang utan dan harimau sumatera.
Menurutnya, ada dua penyebab utama terancamnya satwa-satwa tersebut karena degradasi habitat dan juga perburuan liar. Namun, menurut Badiah, pemerintah tak tinggal diam agar satwa-satwa tersebut tetap bertahan atau bahkan ditingkatkan populasinya.
Untuk badak sumatra, upaya yang sudah dilakukan adalah berupa pengembangbiakkan spesies tersebut secara semi alami. Upaya pengembangbiakkan itu dilakukan di Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) di Taman Nasional Way Kambas. “Itu kita sudah berhasil melahirkan lima anak badak. Setiap tahun satu. Nah itu adalah upaya untuk mengembangbiakkan secara semi alami karena kalau kita biarkan di kawasan Taman Nasional tanpa ada ring-ringnya itu, perburuan masih ada,” tutur Badiah dalam Forum Bumi edisi ketiga dengan tema Beragam Spesies Terancam Punah, Bagaimana Nasib Satwa dan Puspa Indonesia? yang diselenggarakan oleh Yayasan Kehati Indonesia dan National Geographic Indonesia di Jakarta, Kamis (5/12).
Masih soal badak, menurut Badiah, pertemuan antara badak jantan dan badak betina perlu difasilitasi untuk lebih sering ketemu supaya bisa kawin. "Nah, itu terus kemudian kita juga sedang menginisiasi untuk pengembangbiakkan dengan menggunakan ART, yakni Assisted Reproductive Technology, dan Bio Bank," jelasnya.
Sementara untuk badak jawa, di samping memperketat perlindungan dan pengamanannya, pihaknya juga sedang membuat jaringan namanya Javan Rhino Sanctuary yang nantinya juga dengan pola pengembangbiakan semi alami, harapannya keanekaragaman genetiknya itu bisa diselamatkan untuk keberlangsungan populasinya yang lebih panjang.
Terkait dengan gajah sumatra, pemerintah sudah mengidentifikasi dan memverifikasi banyaknya konflik antara manusia dan gajah. “Salah satunya penguatan regulasinya yang di tahun 2023 tebit Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2023 karena banyaknya jerat, banyaknya konflik itu," katanya.
Inpres tersebut bersama Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024, menurut Badiah, dibuat agar seluruh sektor “memperhatikan sebaran atau kantong-kantong habitat dari spesies yang terancam punah itu agar tidak banyak terjadi konflik.” Peraturan tersebut diharapkan juga mampu mengurangi jumlah konflik antara manusia dan harimau sumatra.
Apa sebenarnya dampak dari hilangnya atau terganggunya keanekaragaman hayati di bumi? “Pandemi Covid itu bisa menjadi pembelajaran sebenarnya buat kita bahwa itu terjadi ya karena ada yang hilang dari keseimbangan ekosistem tadi,” kata Badiah. Selain itu, pada dasarnya, setiap spesies memiliki fungsi dan perannya masing-masing bagi kesehatan ekosistemnya. Hilangnya satu spesies saja bisa mengganggu rantai makan, jaring- jaring makanan, hingga ekosistem.
Badiah menyebut film dokumenter mengenai Taman Nasional Yellowstone di Amerika Serikat sebagai satu contoh yang unik. Film itu menggambarkan bahwa ekosistem Yellowstone yang rusak bisa pulih berkat upaya melepasliarkan lima serigala di sana. “Kalau dipikir-pikir mengapa bunga-bunga di situ tidak tumbuh, kemudian airnya juga tidak bisa mengalir dengan baik, itu kalau dipikir secara nalar kok kenapa ternyata bisa pulih hanya dengan melepasliarkan lima ekor serigala gitu ya? Nah itu artinya memang serigala berada dalam sistem rantai makanan yang memang sangat kompleks gitu dan impaknya memang tidak bisa dilihat dalam jangka pendek,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rheza Maulana, seorang peneliti dan aktivis lingkungan, mengatakan bahwa kita semua bisa berperan serta atau ikut berkontribusi dalam menyelamatkan spesies-spesies tersebut dari jurang kepunahan. “Mulai dari diri sendiri dulu,” tegas Rheza.
“Apa yang bisa kita kerjakan, kita kerjakan. Apa yang bisa kita lakukan, kita lakukan. Walaupun sesederhana belajar.” “Jadi maksud saya gini, jangan sampai niat kita baik, ‘Oh saya mau nolong satwa Indonesia,’ tapi caranya keliru. Kita berguru misalkan dari orang yang jualan monyet pinggir jalan. Kita beli monyet itu padahal itu hasil buruan, hasil tangkapan ilegal, dengan anggapan ‘Oh saya menolong monyet nih dengan melestarikan di rumah.’ Padahal bukan seperti itu.”
Selain itu, menurut Rheza, kita juga perlu memahami yang mana saja satwa liar yang sebenarnya bukan hewan peliharaan. Pemahaman itu penting agar kita tidak ikut-ikutan membeli dan memelihara satwa liar. Tidak ikutan nonton konten-konten dari orang-orang yang memelihara satwa liar yang sebenarnya justru mengancam kelestarian satwa tersebut, sehingga kita juga tidak menyebarkan konten tersebut di media sosial.
NERACA Jakarta - The Pokémon Company mengumumkan proyek dan kemitraan berskala besar di Indonesia pada tahun anggaran 2025 diantaranya…
NERACA Jakarta - Untuk kedelapan kalinya, INFOBRAND.ID kembali menghadirkan Annual Achievement Report Catalogue: Corporate & Brand Champions 2025. Sebuah…
NERACA Jakarta - Fumakilla Vape menggelar program pencarian duta terbaru bertema "Vape 5 Styles". Program ini bertujuan untuk…
NERACA Jakarta - The Pokémon Company mengumumkan proyek dan kemitraan berskala besar di Indonesia pada tahun anggaran 2025 diantaranya…
NERACA Jakarta - Untuk kedelapan kalinya, INFOBRAND.ID kembali menghadirkan Annual Achievement Report Catalogue: Corporate & Brand Champions 2025. Sebuah…
NERACA Jakarta - Fumakilla Vape menggelar program pencarian duta terbaru bertema "Vape 5 Styles". Program ini bertujuan untuk…