Jakarta-Presiden Prabowo Subianto mencanangkan target ambisius pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen. Target ini menjadi perhatian karena selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan di kisaran 5 persen. Sementara itu, Kemenkeu memastikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPN 12% tetap naik pada 1 Januari 2025 mendatang.
NERACA
Menanggapi target tersebut, menurut Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Raden Pardede pertumbuhan ekonomi 8 persen bukan hal yang mustahil untuk dicapai. "Namun bukan hal mustahil. Target harus dibuat ambisius supaya kita bisa bekerja keras," ujar Raden dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indef, Selasa (3/12).
Dia mengingatkan Indonesia pernah mencapai tingkat pertumbuhan yang serupa pada era 1986-1987, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,3 persen, bahkan mencapai 8,2-8,3 persen di beberapa tahun tersebut. Hal ini menjadi bukti historis dengan upaya maksimal, target tersebut bisa terwujud.
Menurut Raden, pencapaian target tersebut membutuhkan optimalisasi semua mesin pertumbuhan ekonomi. Investasi menjadi salah satu pendorong utama yang harus terus didorong lebih tinggi dari posisi saat ini. Untuk itu, Indonesia perlu menarik berbagai sumber pembiayaan guna melaksanakan program-program pembangunan.
Namun, dia menekankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga harus diiringi dengan peningkatan efisiensi investasi. Salah satu indikator yang disoroti adalah rasio Incremental Capital Output Ratio (I-Corp), yang mengukur efisiensi penggunaan modal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kita perlu menurunkan I-Corp ini di dalam rencana Bapak Presiden, yaitu dari sekitar 6,96 persen atau sebetulnya kalau dirata-ratakan sekitar 6,4 persen di tahun 2025, menjadi di kisaran 4,5 persen. Dan kalau ini kita tidak turunkan, maka kebutuhan kapital itu menjadi sangat-sangat besar sekali,” tutur Raden.
Peningkatan kualitas investasi juga harus difokuskan pada sektor-sektor yang lebih produktif dan memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja. Raden menekankan pentingnya program hilirisasi dan industrialisasi yang harus berjalan beriringan.
“Program hilirisasi dan industrialisasi, kali ini kita gabung bukan hanya hilirisasi, tetapi hilirisasi dan industrialisasi adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan,” ujarnya.
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 tetap kuat, berada di kisaran 4,8-5,6%, dan terus meningkat menjadi 4,9-5,7% pada 2026. Pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh konsumsi swasta, investasi, serta kinerja ekspor yang cukup baik.
Selain itu, BI juga memperkirakan inflasi akan terkendali dalam sasaran 2,5% ± 1% pada 2025 dan 2026. Hal ini didukung oleh konsistensi kebijakan moneter, kebijakan fiskal, serta inisiatif Gerakan Nasional ngan Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Target Pertumbuhan Ekonomi di APBN 2025 Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dalam asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Dia juga optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terus meningkat di tahun-tahun berikutnya.
"Target tahun depan sekitar 5,2% di dalam APBN, tetapi kita akan mendorong pertumbuhan lebih tinggi lagi pada 2026-2027," ujar Airlangga usai menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024 di Jakarta, Minggu (1/12).
Di sisi lain, Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan awalnya Presiden Prabowo Subianto menginginkan swasembada pangan tercapai pada 2029. Namun dalam forum APEC dan G20, disampaikan bahwa swasembada pangan akan terealisasi pada tahun 2027. "Bapak Presiden ingin kita swasembada pangan tahun 2029, belum kerja kita sudah maju jadi 2028. Begitu di APEC dan G20 kita akan swasembada pangan tahun 2027," kata Zulhas dalam acara Estapet Kepemimpinan Baru Menuju Akselerasi Ekonomi, Jakarta, Selasa (3/12).
Meski begitu Zulhas mengaku menuju swasembada pangan itu ruwet yang ditargetkan rampung pada 2028 mendatang. "Tapi menurut saya menuju swasembada (pangan) itu ruwet. Enggak tau makanya Pak Prabowo bikin menko pangan. barangkali. Inilah yang seharusnya bisa kita selesaikam dan bisa kita atasi," ujar Zulhas.
Meskipun terasa rumit, Zulhas optimis swasembada pangan akan tercapai karena dukungan Presiden Prabowo Subianto yang terus menggalakkan ini. "Karena saya punya sandaran yg kokoh presiden, karena presiden ini selalu ngomongnya swasembada. Kalau presiden dukung biasanya apa saja bisa kita selesaikan," ujarnya.
Zulhas menyebut yang tidak mungkin terjadi adalah jika presidennya bekerja setengah-setengah. Dia menjelaskan Pak Prabowo selalu menekankan pentingnya swasembada. "Yang tidak bisa itu kalau presidennya separo separo, ini Pak Prabowo di mana mana menyampaikan swasembada swasembada jadi saya punya backup yg kuat bpk presiden. Dan saya kira kita bisa menyelesaikan soal ini dan saya yakin bisa," tutur Zulhas seperti dikutip Liputan6.com.
PPN Tetap Berlaku 2025
Walau demikian, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPN 12% tetap naik pada 1 Januari 2025 mendatang. Hal itu diungkapkan langsung oleh Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan, Parjiono, dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indef, Selasa (3/12). "Jadi (PPN 12%) kita masih dalam proses kesana, artinya berlanjut," ujarnya.
Parjiono mengatakan dalam kenaikan PPN ini, pemerintah memberikan pengecualian kepasa masyarakat miskin, kesehatan, hingga pendidikan. Hal ini dilakukan agar menjaga daya beli masyarakat. "Pengecualiannya sudah jelas untuk apa masyarakat miskin, kesehatan, pendidikan dan seterusnya disana. Jadi memang sejauh ini kan itu yang bergulir," jelasnya.
Pernyataan Parjiono ini merupakan bantahan atas pernyataan yang sempat dilontarkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan bahwa pemerintah berencana untuk memundurkan waktu kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang pada awalnya bakal diterapkan pada 1 Januari 2025.
Menurut Luhut, penerapan kenaikan PPN yang diundur itu karena pemerintah berencana untuk memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial ke kelas menengah. "PPN 12 persen sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah," katanya.
Luhut mengatakan, bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah sebagai bantalan dalam penerapan PPN 12 persen, tidak akan berupa bantuan langsung tunai (BLT), melainkan subsidi energi ketenagalistrikan. "Tapi diberikan itu ke listrik. Karena kalau diberikan nanti ke rakyat takut dijudikan lagi nanti," katanya.
Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menilai pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, terkait penundaan penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12% menunjukkan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan kebijakan tersebut dengan matang.
Misbakhun menegaskan bahwa hal ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk melakukan kajian mendalam terhadap berbagai skenario kebijakan, termasuk dampaknya terhadap masyarakat dan perekonomian. "Pemerintah sedang melakukan exercise. Artinya, mereka membahas segala kemungkinan terkait berbagai kebijakan, tidak hanya PPN," ujarnya usai menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024 di Jakarta.
Misbakhun juga mengungkapkan bahwa ia telah berdiskusi langsung dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengenai rencana kenaikan PPN menjadi 12%. Menurut dia, pemerintah serius mempertimbangkan pandangan masyarakat dalam proses pembahasan kebijakan ini. "Saya sudah berbicara dengan Bu Sri Mulyani, dan pemerintah benar-benar mendengarkan pandangan masyarakat secara serius. Kami di DPR memberikan ruang kepada pemerintah untuk melanjutkan kajian hingga batas waktu 1 Januari 2025," ujarnya. bari/mohar/fba
Jakarta-Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai melambatnya pertumbuhan investasi di Indonesia pada kuartal I/2025 tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan…
NERACA Jakarta – Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM sekaligus CEO Danantara Rosan P. Roeslani memandang, pengembangan ekonomi syariah (eksyar)…
Jakarta-Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas. Hambatan struktural menghambat…
Jakarta-Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai melambatnya pertumbuhan investasi di Indonesia pada kuartal I/2025 tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan…
NERACA Jakarta – Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM sekaligus CEO Danantara Rosan P. Roeslani memandang, pengembangan ekonomi syariah (eksyar)…
Jakarta-Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas. Hambatan struktural menghambat…