NERACA
Jakarta - Program cetak sawah dianggap sebagai kebijakan frustasi dan spekulatif milik Presiden Joko Widodo yang akan menelan dana APBN saja tanpa memberi hasil apapun.
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan mengatakan karena program cetak sawah hanya akan menelan dana APBN yang besar tanpa pernah menyelesaikan persoalan pangan di Indonesia.
“Karena, masalah pangan bukan hanya masalah produksi, atau masalah swasembada. Tetapi, juga masalah kesejahteraan petani. Artinya, masalah utama pangan adalah, bagaimana meningkatkan produksi pangan, yang sekaligus juga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Faktor terakhir ini, kesejahteraan petani, bahkan jauh lebih penting, dan harus menjadi prioritas utama. Sedangkan proyek ‘cetak sawah’ food estate, yang akan menelan dana APBN puluhan triliun rupiah, tidak bisa memenuhi kedua tujuan di atas secara bersamaan,” kata Anthony dalam keterangan awal pekan kemarin.
Bukan hanya program cetak sawah, Anthony juga mengkritisi proyek food estate yang menurutnya akan menurunkan kesejahteraan petani. Pasalnya bila program food estate telah menciptakan dua klaster produksi padi dengan karakteristik sangat berbeda yang dilakukan oleh dua ‘pelaku usaha’ berbeda.
Klaster pertama, ia sebutkan bila selama ini produksi padi dilakukan oleh petani ‘gurem’ dengan cara tradisional seperti yang selama ini dilakukan oleh para petani di Indonesia dengan struktur biaya produksi yang dia anggap relatif cukup tinggi.
Klaster kedua, ia juga menyebutkan bila produksi padi dilakukan di area food estate yang sangat luas dan dilakukan oleh “badan usaha” (swasta atau negara) dengan metode alat berat modern yang dilengkapi dengan aplikasi pertanian tercanggih." Ini membuat biaya tanam di food estate di klaster kedua akan jauh lebih rendah dari biaya tanam di klaster pertama," ujarnya.
Dampak dari dua klaster produksi ini dinilai sangat memprihatinkan karena menurutnya harga gabah nasional akan tertekan, mengikuti biaya produksi padi di food estate yang lebih rendah.
“Hal ini membuat pendapatan petani di klaster pertama (non-food estate) tertekan, membuat kesejahteraan petani anjlok. Dampak ini bersifat permanen. Dampak lanjutannya, petani padi akan beralih ke tanaman lain, membuat produksi padi nasional anjlok ke tingkat yang dapat menetralisir kenaikan produksi padi di food estate, bahkan lebih rendah. Ironi,” ungkapnya.
Sebaliknya, kata Anthony lagi, kalau food estate gagal, seperti perkiraan banyak pakar pertanian, termasuk guru besar IPB Professor Dwi Andreas Santosa yang berpendapat bahwa food estate akan gagal, maka alasan yang dikemukan oleh Professor Andreas sangat rasional dan masuk akal.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengungkapkan alasan pemerintah melakukan mencetak sawah baru. Menurutnya, cetak sawah harus dilakukan demi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Sudaryono menyebut cetak sawah merupakan solusi nyata dalam menjaga ketahanan pangan nasional di tengah meningkatnya jumlah penduduk. "Tanpa cetak sawah kita mau makan apa? Coba anda bayangkan penduduk kita tambah besar, yang makan tambah banyak, sementara sawah kita tambah sedikit," katanya.
Ia pun mengakui bahwa intensifikasi lahan sudah dilakukan. Namun, ekstensifikasi yaitu cetak sawah juga perlu digarap. Dan selain cetak sawah, pemerintah juga tengah melakukan program optimalisasi lahan rawa sebagai upaya meningkatkan produksi.
Adapun hingga September 2024, realisasi pada program tersebut telah mencapai 95 persen dari target penggarapan 40 ribu hektare lahan yang berlokasi di Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Sudaryono pun menyampaikan mekanisme optimalisasi lahan rawa telah menggunakan mekanisasi pertanian seperti drone, traktor, combine harvester, dan penggunaan benih unggul hingga pendampingan pemerintah secara intens. "Kalau ini berhasil kita sudah hitung Indonesia bisa surplus beras secara besar. Karena itu, cetak sawah harus kita lakukan karena suka tidak suka kita itu kehilangan sawah setiap tahun," tandasnya. agus
NERACA Jakarta – Program pemerintah mewujudkan tiga juta rumah dalam setahun masih belum membuahkan hasil yang memuaskan. Ya, persoalan anggaran…
Jakarta-Ribuan pensiunan Pos Indonesia berencana menggelar demo di kantor pusat PT Pos Indonesia (Persero) di Jl. Cilaki, Bandung, pada…
Jakarta-Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyoroti kenaikan tarif pungutan ekspor produk minyak sawit mentah ( crude palm oil-CPO).…
NERACA Jakarta – Program pemerintah mewujudkan tiga juta rumah dalam setahun masih belum membuahkan hasil yang memuaskan. Ya, persoalan anggaran…
Jakarta-Ribuan pensiunan Pos Indonesia berencana menggelar demo di kantor pusat PT Pos Indonesia (Persero) di Jl. Cilaki, Bandung, pada…
Jakarta-Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyoroti kenaikan tarif pungutan ekspor produk minyak sawit mentah ( crude palm oil-CPO).…